25 radar bogor

Utang Pemerintah Tembus Rp4.8 Triliun

Menkeu Sri Mulyani.
Sri Mulyani
Sri Mulyani

JAKARTA–RADAR BOGOR,Utang pemerintah terus tumbuh setiap bulan. Berdasarkan rilis teranyar Kementerian Keuangan (Kemenkeu), jumlah utang pemerintah di November 2019 mencapai Rp4.814,31 triliun.

Angka tersebut meningkat Rp418,34 triliun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp4.395,97 triliun.

Jika dibandingkan dengan Oktober 2019, utang pemerintah meningkat Rp58,18 triliun atau 1,21 persen. Tercatat jumlah utang pemerintah di Oktober 2019 mencapai Rp4.756,13 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, utang pemerintah pusat masih didominasi dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp4.004,27 triliun. SBN tersebut terdiri dari SBN berdenominasi domestik mencapai Rp2.978,74 triliun. Sedangkan, utang SBN berdenominasi valas mencapai Rp1.065,53 triliun.

Selanjutnya, pada posisi kedua ditempati utang pinja­man yang sebesar Rp770,04 triliun. Utang pinjaman pada periode November sedikit lebih rendah dibandingkan Oktober yang sebesar Rp771,54 triliun.

“Utang pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri peme­rintah sebesar Rp761,95 triliun, dan pinjaman dalam negeri pemerintah mencapai Rp8,09 triliun,” ujarnya.

Adapun level rasio utang sebesar 30,03 persen atau masih jauh lebih rendah dari batas yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar 60 persen.

Pada periode sama, pendapatan negara masih tumbuh 0,9 persen (YoY), seiring tekanan eksternal pada perekonomian domestik. Jelang akhir tahun, realisasi pendapatan negara dan hibah telah mencapai Rp1.677,11 triliun. Angka tersebut setara 77,46 persen dari target APBN 2019. Tetapi turun 3,34 persen dibandingkan realisasi tahun sebelumnya.

“Realisasi pendapatan negara terdiri dari realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp1.312,40 triliun, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp362,77 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp1,95 triliun,” imbuhnya.

Ani, sapaan akrab Sri Mulyani memaparkan, pendapatan negara mampu tumbuh 1,6 persen (YoY) karena perbaikan kondisi sektor riil dan pengendalian restitusi yang efektif. Menurutnya, realisasi ini menunjukkan fungsi stabilisasi APBN berjalan di tengah ketidakpastian global akibat berbagai peristiwa, dari perang dagang hingga krisis Chile.

Selain utang yang tumbuh, dalam rilis APBN KiTa periode November 2019 defisit anggaran juga tercatat melebar jauh dari target sebesar Rp369 triliun atau 2,29 persen dari produk domestik bruto (PDB). Penye­bab­nya adalah penerima­an perpajakan yang loyo. Hingga November 2019, penerimaan perpajakan baru mencapai Rp1312.4 triliun dari target Rp1.786,4 triliun. Artinya dalam sebelas bulan terakhir capaian penerimaan perpajakan baru mencapai 73,5 persen.

Jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak tahun lalu jelas capaian tahun ini tertinggal. Hingga November 2018, capaian penerimaan pajak mencapai 80,4 persen. Kalau dilihat dari nilainya, maka realisasi penerimaan pajak hanya tumbuh 0,8 persen. Pertumbuhan realisasi pajak juga anjlok drastis dari tahun sebelumnya yang mampu tumbuh 15,3 persen.

Faktor yang memengaruhi rendahnya penerimaan pajak tahun ini adalah penerimaan PPh migas yang mengalami kontraksi hingga 11,5 persen. Dalam APBN target penerimaan PPh migas tahun 2019 mencapai Rp66,2 triliun. Sementara realisasinya hingga November baru mencapai Rp52,9 triliun atau baru 80 persen dari APBN. (ind/jpg)