25 radar bogor

Demi Pembangunan Infrastruktur, Pemkot Bogor Rela Ngutang Rp1,4 Triliun

Ilustrasi-Trem
Iustrasi Trem, salah satu target penataan transportasi penunjang di Kota Bogor.
Ilustrasi-Trem
Iustrasi Trem, salah satu target penataan transportasi penunjang di Kota Bogor.

BOGOR–RADAR BOGOR, Pemkot Bogor nampaknya sangat serius untuk mendapatkan alternatif pembiayaan di luar Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) demi percepatan pembangunan infrastruktur.

Bahkan, pemkot rela ‘ngutang’ hingga Rp1,4 triliun sesuai hitungan standar Kementrian Keuangan (Kemenkeu).

Uangnya nanti akan digunakan untuk berbagai proyek besar, seperti pembangunan posyandu, revitalisasi Gelanggang Olahraga (GOR) Pajajaran, hingga penataan transportasi penunjang Trem dalam waktu satu tahun anggaran saja.

Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bogor Lia Kania Dewi mengatakan, selama ini, terbatasnya anggaran dari APBD dan APBN untuk pembangunan di Kota Bogor, membuat Pemkot Bogor terus mengkaji rencana penerapan kebijakan alternatif pembiayaan infrastruktur, dengan tiga opsi sumber peminjaman.

“Bisa lewat PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), BJB Indah, atau Obligasi Daerah. Secara political will, sudah ada di RPJM, bahwa bisa untuk alternatif pembiayaan, tapi memang prosesnya panjang,” katanya.

Lia menjelaskan, untuk pembangunan GOR Pajajaran, RSUD di berbagai wilayah, hingga penataan transportasi, semisalnya yang memang membutuhkan anggaran besar. Namun sudah ada di RPJMD.

“Misalnya GOR, kan DED (Detail Engineering Design, red)-nya sudah ada, sepertinya sampai Rp800 miliar, nah kita nggak bisa lakukan di satu tahun anggaran, tapi dengan alternatif pembiayaan itu, bisa,” jelasnya lagi.

Lia menambahkan, tiga opsi itu bahkan bisa dijalan secara bersamaan bila kemampuan keuangan Kota Bogor dinilai layak untuk membayar pinjaman.

Secara umum, pihaknya akan melihat pilihan yang lebih realistis dan lebih baik. Membebankan APBD atau tidak, buatnya akan ditentukan lewat kajian dan standar dari pusat soal berapa yang bisa dipinjam.

“Misalnya Obligasi, satu tahun kita terbitkan, laku Rp1 triliun, tentu bisa dapat uang bangun cepat, konteksnya seolah kita nabung, nyicil dan masyarakat pun bisa terlibat secara langsung dalam pembangunan,” terang Lia.

Apalagi, sudah ada ‘dukungan’ dari pemerintah pusat jika Pemkot menerapkan kebijakan ini. Sebab, syarat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), sudah dipenuhi Kota Bogor selama tiga tahun.

Artinya, menilik kemampuan keuangan dan kapasitas fiskal, ada respon baik dari pusat untuk Kota Bogor. “Memang belum final, tapi ada lampu hijau lah,” bebernya.

Ia juga menyetujui suara dewan yang mengingkan pemkot untuk melakukan kajian teknis lebih dalam sambil melihat kemampuan APBD dan lainnya.

Selain itu juga, melihat tenor yang bisa sampai 10 tahun, artinya lintas periode wali kota, itu pun jadi pertimbangan dan harus ada komitmen bersama pemkot dan DPRD.

“Memang di DPRD itu belum sampai pembahasan intensif, hanya mengajukan Perda Obligasi Daerah untuk diagendakan di 2020. Secara teknis perlu detil sosialisasi dari Kemenkeu, Otoritas Jasa Kesehatan (OJK) dan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Jadi belum kesana, dan betul memang harus ada kajian detilnya,” tandasnya. (wil/c)