25 radar bogor

Jualan di Toko Online Wajib Punya Izin Usaha, Begini Aturannya

Ilustrasi
Ilustrasi

JAKARTA – RADAR BOGOR, Pemerintah resmi mewajibkan para pelaku usaha yang berjualan di toko online atau e-commerce wajib memiliki izin.

Hal tersebut tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, seiring dengan terbitnya PP Nomor 80 tahun 2019, maka setiap pelaku usaha yang menjajakan barang di platform e-commerce harus memiliki izin usaha.

“Semuanya kalau berusaha di wilayah Indonesia, harusnya punya izin usahanya. Prinsipnya itu,” kata Agus.

Peraturan tersebut merata sama bagi semua pelaku usaha online. Baik berskala mikro, kecil, menengah, perorangan hingga besar.

Dengan adanya aturan tersebut, pelaku usaha atau online shop yang berjualan di Bukalapak, Tokopedia, dan lainnya wajib memiliki izin usaha.

“Jika ada pelaku usaha online yang kedapatan tidak memiliki izin usaha, bakal ada sanksi-sanksi yang akan kami terapkan,” imbuh dia.

Namun, dia meyakinkan pelaku PMSE tidak akan kesulitan dalam mengurus izin usaha karena pemerintah sudah mengupayakan simplifikasi proses pengajuan perizinan  melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission (OSS).

“Perizinan sekarang sudah mudah. Intinya kami tidak mau orang jualan yang tidak jelas,” beber dia.

Aturan ini juga mengatur pelaku usaha luar negeri yang secara aktif melakukan penawaran dan/atau melakukan PMSE kepada konsumen yang berkedudukan di wilayah hukum Indonesia harus membuat kantor fisik sebagai perwakilannya untuk memenuhi kewajiban perpajakan.

“Dalam regulasi ini kami  juga mengatur pelaku usaha online harus mengutamakan perdagangan barang dan jasa hasil produksi dalam negeri,” imbuh dia.

Aturan wajib izin usaha, bagi penjual online sejatinya dibuat seiring meningkatnya pengguna jasa e-commerce di tanah air.

Merujuk Data Bank Indonesia, nilai transaksi toko online di Indonesia sepanjang 2018 saja, mencapai Rp 77,766 triliun.

Angka ini meroket 151 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp30,942 triliun.

Data tersebut juga merinci transaksi berdasarkan produk yang dibeli dari toko online.

Diantaranya, belanja gadget dan accessories yang mencapai Rp16,823 triliun, fashion Rp12,125 triliun, komputer dan accessories Rp7,814 triliun, personal care dan kosmetik, Rp7,443 triliun, electronik Rp 5,255 triliun, dan lainnya Rp11,377 triliun.

Sementara itu, selain PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan juga akan menerbitkan aturan turunan yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).

Dua aturan tersebut akan disosialisasikan Kemendag pada pengusaha online pada 9 Desember mendatang.

“Kami sedang menyusun aturan turunannya, berupa Permendag. PP belum bisa detail operasional,” ungkap Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto.

Targetnya kata dia, Permendag tentang penjual online itu akan diteken dan mulai berlaku pada awal tahun 2020. Menurutnya, dengan adanya regulasi tersebut maka pengusaha online dan offline punya hak dan kewajiban yang sama.

“Pemerintah akan memberlakukan kesamaan antara online dan offline di mana yang menurut sekarang dikeluhkan oleh masyarakat seolah-olah yang online seenak-enaknya tanpa bayar pajak dan lain-lain,” paparnya.

Menanggapi rencana itu, Ketua Umum Indonesian e-Commerce Association (idEA) Ignatius Untung mengatakan tidak masalah dengan keputusan tersebut, asalkan mengurus izin usaha mudah.

“Kami nggak ada masalah selama untuk ngurus izinnya nggak sulit,” beber dia.

Menurut Untung, peraturan tersebut baik untuk pemerintah agar memiliki data terkait jumlah pengusaha di Indonesia.

Untung sendiri menjelaskan bahwa seluruh anggotanya telah memiliki izin usaha. Lantaran syarat menjadi anggota idEA adalah berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

“Anggota kita semua sih pasti punya izin, kan PT semua. Syarat anggota idEA adalah PT,” pungkasnya. (ind/cnb)