25 radar bogor

Catat! Pertengahan 2020, Jalan Margonda Depok Berbayar

Jalan Margonda. (dok.Radar Depok)
Jalan Margonda. (dok.Radar Depok)
Jalan Margonda. (dok.Radar Depok)
Jalan Margonda. (dok.Radar Depok)

DEPOK-RADAR BOGOR,Pemilik kendaraan mobil yang melintasi Jalan Margonda Raya Kota Depok, wajib bayar pada pertengahan 2020 mendatang. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) memastikan electronic road pricing (ERP) diterapkan, sesuai Perpres 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek.

Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan, kebijakan ini maksimal akan diterapkan pada 2020. Dia menuturkan, ada tiga ruas jalan yang cukup padat sehingga harus dikenai tarif ini yaitu Kalimalang, Margonda dan Daan Mogot. “Ada Margonda Depok, Bekasi Kalimalang, sama Tangerang di Daan Mogot. Itu tiga wilayah yang mendesak,” kata Bambang, Senin (2/12).

Bambang menyebut pihak BPTJ masih menyusun regulasi hingga saat ini. Namun pada 2020 mesti dijalankan untuk mengatasi kemacetan. “Insyaallah kita butuh waktu 6 bulan sehingga pertengahan tahun depan ini bisa terealisasi,” tegasnya.

Bambang menyebut, setiap mobil yang melintas di ruas jalan yang ditetapkan ERP akan dikenai biaya. Mobil dianggap penyebab kemacetan. “Yang penting bagi kita bahwa semua kendaraan yang melewati ruas jalan tertentu, konsep ERP akan dikenai charge, bukan berbayar, tapi congestion charge. Setiap mobil itu penyebab kemacetan,” terangnya.

Terkait adanya penolakan penerapan ERP, Bambang menyebut BPTJ telah menandatangani MoU dengan 3 Gubernur yaitu Pemprov DKI Jakarta, Pemprov Jabar dan Pemprov Banten. Artinya, sistem ini bakal terus berjalan, karena sudah ada nota kesepahaman dengan pemerintah setingkat lebih tinggi dari pemerintah kota.

Dia menyadari ada banyak hal yang memang masih perlu diurus sebelum akhirnya diterapkan. “Prinsipnya kita akan bekerjasama,” tegasnya.

Menambah ucapan Bambang, Kepala Humas BPTJ, Budi Rahardjo mengingkapkan, implementasi kebijakan ERP yang menjadi kewenangan BPTJ. Skema pendukung sudah dimulai beberapa bulan lalu diantaranya melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan semua stakeholder terkait termasuk dengan pemerintah daerah. Pembahasan kemudian berlanjut lebih spesifik baik dengan instansi lain maupun internal dengan tenaga ahli. Skema-skema pendukung yang dibahas diantaranya meliputi skema hukum, skema kelembagaan, skema pembiayaan maupun skema teknik.

Selain telah menjadi amanat dari Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), implementasi kebijakan ERP dirasakan sudah mendesak. Mengingat, pertumbuhan pergerakan di Jabodetabek yang luar biasa. Pada 2015 pergerakan manusia di Jabodetabek tercatat masih sekitar 47,5 juta pergerakan/hari, maka data tahun 2018 menyebut pergerakan sudah meningkat menjadi 88 juta pergerakan/hari. Namun demikian, dari 88 juta pergerakan/hari, hanya sekitar 8 persen yang menggunakan angkutan umum untuk tujuan aktifitas ke tempat kerja dan rutinitas lainnya. “Kami memaksakan pemilik mobil menggunakan transportasi publik yang ada,” bebernya kepada Radar Depok, Senin (2/12).

Budi menjelaskan, pembahasan menyangkut skema hukum saat ini memang belum menemukan solusi payung hukum yang sesuai untuk penerapan ERP di jalan nasional.

“Kami terus berupaya untuk memecahkan masalah menyangkut skema hukum,” terangnya.

Terkait kepentingan masyarakat umum atas kebijakan ERP, Budi meminta masyarakat tidak perlu resah. Karena pada saatnya nanti sebelum diimplementasikan pasti akan didahului dengan sosialisasi dan uji coba.

Menurutnya, besaran biaya yang dikenakan bergantung dari tingkat kemacetan yang terjadi. Dengan ketentuan semakin macet, maka akan semakin besar biaya yang dikenakan. “Jadi ERP bukan berarti kendaraan yang lewat harus membayar, namun kendaraan yang menyebabkan kemacetan pada ruas jalan tertentu akan dikenakan biaya atau congestion charge,” ungkapnya.

Dana yang tersimpan dari ERP, lanjut Budi, nantinya akan dikembalikan lagi untuk kepentingan transportasi publik. Jadi, nanti untuk mendukung fasilitas publik dana tersebut.

Sebelumnya, Walikota Depok, Mohammad Idris menyebut, kota yang dipimpinnya belum siap menerapkan ERP atau jalan berbayar yang rencananya berlaku di Jalan Margonda. Meski demikian, dia menegaskan bukan berarti Depok menolak konsep itu.

“Kita harus pahami secara komprehensif ya karena ERP secara konsep manajemen lalu lintas ini sesuatu yang positif, tetapi penerapannya sangat kondisional. Bagi Depok, penerapan ERP ini kalau saat ini belum, belum siap Depoknya dan kami bukan menolak konsepnya, ya menolak untuk diterapkan saat ini,” kata Idris, Kamis (21/11).

Idris mengatakan, rencana penerapan ERP di Jalan Margonda pada 2020 adalah gosip. Menurutnya, saat ini Depok masih belum memadai dari segi transportasi dan lalu lintas penunjang. Karena lalu lintas dan transportasi penunjang belum ada. Transportasi publik masih seperti itu dan akses jalan alternatifnya juga masih perlu perbaikan, penataan dan pelebaran, tahun ini kajian awal. “Di RITJ itu memang baru akan direncanakan penerapannya 2022,” ucapnya.

Idris tidak yakin penerapan ERP pada 2020 bisa dilaksanakan di kota Depok. Dia merasa ada banyak hal yang harus dibenahi terlebih dulu. Rencana Depok tadi angkot ber-AC. Jadi nyaman angkotnya ada AC-nya. Terus ada akses jalan, berupa pelebaran-pelebaran jalan yang memang intervensi pemerintah pusat yang lebih efektif. “Itu memang harus disiapkan komunikasi ini. Artinya di 2022 pun kalau memang ya fasilitas belum siap ya nggak layak sebab dampaknya akan lebih berat,” ungkap Idris.

Idris juga dalam waktu dekat baru akan mempersiapkan jalan-jalan alternatif untuk memecah kemacetan di Kota Depok. “Pertama kita sudah ajukan penataan jalan. Terusan jalan Juanda misalnya ke Kukusan terus Beji dan sampai bahkan ke Cinere. Kalau ada jalan alternatif ini saja ya yang arah ke Cinere, arah ke Sawangan tidak harus melewati Margonda,” ujar Idris.

Membebaskan lahan sepanjang Jalan Dewi Sartika dari pemda, pembangunan jalan underpass, nanti tahun 2021 underpass di Citayam, tahun ini jembatan alternatif pengurai kemacetan di Jalan Kartini dan Jalan Raya Citayam, yaitu Jembatan Dipo. (radardepok/ysp)