25 radar bogor

Wow! Untuk Urusan Rokok, Remaja Bisa Habiskan Rp 24,87 T Setahun

BELUM BEBAS ROKOK: Meski sudah memiliki Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Balaikota Bogor di Jalan Juanda, masih belum bebas dari asap rokok.nelvi radar bogor
BELUM BEBAS ROKOK: Meski sudah memiliki Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Balaikota Bogor di Jalan Juanda, masih belum bebas dari asap rokok.nelvi radar bogor

JAKARTA-RADAR BOGOR,Jumlah remaja yang menjadi perokok terus meningkat. Berdasar data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada 2018 terdapat sekitar 25 persen anak berusia 15–19 tahun yang menjadi perokok.

Jika dirata-rata, mereka merokok 12,3 batang per hari. Sebelumnya, dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes, jumlah perokok remaja naik dari 7,20 persen pada 2013 menjadi 9,10 persen.

”Berdasar analisis kerugian, konsumsi rokok oleh anak berusia 15–19 tahun telah menghabiskan Rp 68,14 miliar per hari. Ini berarti Rp 24,87 triliun per tahun uang terbakar percuma,” ujar Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Lenny N. Rosalin kemarin (1/12).

Dia menambahkan, jika uang tersebut digunakan untuk membeli sumber pangan, akan bermanfaat untuk perbaikan gizi. Misalnya, bisa digunakan untuk membeli 16,6 miliar telur bagi 22,16 juta anak per tahun atau 2 telur bagi anak usia 15–19 tahun per hari.

Lenny menjelaskan, anak menjadi target perusahaan rokok. Jika kebiasaan merokok tertanam sejak usia anak, pada usia selanjutnya, mereka akan tetap merokok. ”Kami berharap forum anak sebagai pelopor dan pelapor bisa menjauhkan teman-teman sebayanya dari rokok,” tuturnya.

Dia juga berharap pemda membuat aturan mengenai larangan merokok. Terutama bagi anak-anak. ”Setiap anak berhak mendapatkan udara yang bersih,” tegasnya.

Ketua Junior Doctor Network Indonesia Dokter Andi Khomeini Takdir Haruni mengungkapkan, anak yang terpapar asap rokok atau perokok pasif akan lebih rentan penyakit. Misalnya, asma, alergi, infeksi telinga, dan eksim. Bahkan, untuk bayi, mereka bisa mengalami sudden infant death syndrome (SIDS).

”Seorang ibu yang merokok juga akan memengaruhi bayi yang lahir dari rahimnya. Bayi yang lahir akan berukuran lebih kecil daripada ukuran pada umumnya. Bayi yang terpapar asap rokok juga akan mengalami keterlambatan tumbuh kembang,” tutur Andi.

Menurut studi Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), salah satu cara mengurangi perokok adalah menaikkan cukai rokok. Melalui Peraturan Menteri Keuangan No 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Tarif Cukai Hasil Tembakau, pemerintah Indonesia berupaya melindungi generasi muda dari jerat asap rokok.

Manajer Program Pengendalian Tembakau PKJS-UI Renny Nurhasana mengungkapkan, rata-rata kenaikan cukai hasil tembakau berdasar peraturan baru sebanyak 21,55 persen. Batas minimal harga jual eceran (HJE) 33 persen berlaku sejak 1 Januari nanti.

”Saat ini harga rokok di Indonesia memang masih tergolong murah sehingga remaja dan masyarakat miskin masih mampu membeli rokok dengan mudah,” katanya. Setelah cukai rokok naik, diharapkan rokok menjadi lebih mahal dan tidak mudah dijangkau.

Berdasar penelitian PKJS-UI terhadap 1.000 responden, 88 persen masyarakat mendukung kenaikan harga rokok. Bahkan, 80,45 persen perokok setuju harga rokok naik.

”Kenaikan harga rokok juga harus signifikan sehingga benar-benar mampu menekan konsumsi rokok,” tegas Renny. (JPG)