25 radar bogor

Pemkot Bogor Rencanakan Buat Perda Obligasi, Dewan Minta Dikaji Lagi

Peraturan-Daerah
ilustrasi peraturan daerah
Peraturan-Daerah
ilustrasi peraturan daerah

BOGOR-RADAR BOGOR, Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melahirkan Peraturan Daerah (Perda) Obligasi melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) terus menuai sorotan. Salah satunya dari Anggota DPRD Kota Bogor Saeful Bakhri.

Menurutnya, perlu kajian yang matang untuk menjelaskan kenapa kebijakan tersebut perlu dilakukan dan apa dasar pertimbangan utamanya.

“Terlepas nanti apakah DPRD sepakat atau tidaknya dengan usul Pemkot, karena perlu ada kajian dari kebijakan itu,” ujarnya kepada Radar Bogor, Minggu (1/12/2019).

Saeful menilai, jika kebijakan obligasi untuk percepatan pembangunan dengan alasan kemampuan anggaran yang terbatas, sementara kebutuhan pengembangan terutama infrastruktur sangat tinggi, maka perlu dijelaskan secara menyeluruh.

Karena selama ini, seringkali pertimbangan-pertimbangan mendesak yang melatarbelakangi suatu kebijakan yang digagas tidak disertai data empiris yang mendukung kebijakan tersebut.

Misalnya, harus ada data penunjang bagaimana 10 tahun terakhir kemampuan anggaran. Dan perlu adanya data infrastruktur yang masih belum bisa diwujudkan, karena terbatasnya anggaran. Serta data proyeksi perencanaan pasca kebijakan atau bisnis planningnya.

Dengan melampirkan data tersebut, maka Pemkot Bogor mempunyai acuan atas suatu kebijakan yang akan diambil. “Dengan begitu DPRD pun akan lebih bijak mengambil sikap atau keputusan atau usul kebijakan baru itu,” beber dia.

Politisi PPP ini juga mengingatkan, hal krusial yang harus menjadi fokus perhatian adalah ketika kebijakan obligasi yang dilakukan melebihi masa bakti dari pimpinan daerah.

Apakah hal ini dimungkinkan karena kebijakan obligasi dilakukan untuk kebutuhan pembiayaan yang besar dengan jangka waktu perjanjian juga dimungkinkan melebihi masa bakti pimpinan daerah.

“Kalau pembiayaan-pembiayaan yang kecil dilakukan dengan kebijakan obligasi, tentunya tidak seperti itu tingkat kemampuan anggaran kita,” jelasnya.

Selain itu, Saeful juga tak ingin kebijakan yang digagas hanya untuk mewadahi keinginan pemimpin daerah yang eksisting. Seharusnya, kebijakan publik itu lahir atas pertimbangan evaluasi yang panjang. Dari pemimpin sebelumnya lalu digabungkan dengan pertimbangan kebutuhan pelayanan masyarakat yang semakin baik siapapun pimpinan daerahnya ke depan.

Agar kebijakan yang lahir tidak dipaksakan untuk sekedar menyelesaikan target periode jabatan pemimpin yang saat ini saja. “Yang harus diperhatikan adalah prioritas peningkatan pelayanan terhadap masyarakat secara umum dan kesejahteraannya,” tegas dia.

Terpisah, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim menerangkan, obligasi daerah merupakan program Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam memberikan solusi pembiayaan proyek di daerah yang melibatkan peran serta masyarakat.

Kota Bogor oleh Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dianggap memenuhi kriteria untuk dijadikan salah satu daerah percontohan. Anggaran yang diberikan Kemenkeu pun ada rumusnya. Karena dihitung berdasarkan kebutuhan daerah yang sulit dibiayai oleh APBD.

“Daerah mengusulkan program apa saja untuk dicarikan alternatif pembiayaan antara lain dengan menerbitkan obligasi daerah,” jelasnya.

Di Kota Bogor sendiri, sambung dia, ada beberapa potensi pembangunan yang membutuhkan anggaran besar. Antara lain pembangunan lanjutan RSUD Kota Bogor senilai Rp200 milyar, revitalisasi GOR Pajajaran, pembangunan sarana olahraga di Kayumanis dan lainnya. “Kalau diambil dari APBD semua kita kekurangan anggaran untuk pos lainnya,” ungkapnya.

Namun, menurut Dedie, tidak mudah meyakinkan DPRD agar Perda Obligasi dapat diterbitkan. Karena Kemenkeu harus mensosialisasikan ke DPRD. Disisi lain, untuk bisa bersaing dengan sumber pembiayaan lain Obligasi Daerah harus ada insentif dari Pemerintah Pusat karena obligasi daerah prinsipnya sama dengan skema Indah BJB dan SMI dari Kemenkeu. “Bedanya SMI dan BJB mirip pinjaman komersial Perbankan namun dengan bunga rendah,” pungkasnya. (gal/c)