25 radar bogor

Museum Kipahare Sukabumi Melestarikan Kembali Upacara Ritual Adat Mitembeyan

Serangakaian ritual adat Mitembeyan yang dilaksanakan oleh berbagai komunitas Sunda di Banten dan Jabar di Museum Kipahare, Kota Sukabumi, Jabar.
Serangakaian ritual adat Mitembeyan yang dilaksanakan oleh berbagai komunitas Sunda di Banten dan Jabar di Museum Kipahare, Kota Sukabumi, Jabar.
Serangakaian ritual adat Mitembeyan yang dilaksanakan oleh berbagai komunitas Sunda di Banten dan Jabar di Museum Kipahare, Kota Sukabumi, Jabar.
Serangakaian ritual adat Mitembeyan yang dilaksanakan oleh berbagai komunitas Sunda di Banten dan Jabar di Museum Kipahare, Kota Sukabumi, Jabar.

SUKABUMI-RADAR BOGOR, Museum Kipahare Sukabumi, Jawa Barat melestarikan kembali upacara ritual adat Sunda, yakni Mitembeyan yang merupakan berdoa bersama agar acara adat Ngukuh Sanghiyang yang digelar, Selasa (12/11) bisa berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan.

“Ritual adat ini merupakan tradisi tahunan warga Sunda yang sudah ada sejak zaman leluhur dan tradisi kita sehingga, otomatis setiap tahunnya kami akan selenggarakan,” kata Kepala Museum Kipahare Sukabumi Sandi Samba Wijaya di Sukabumi, Selasa.

Ritual adat Mitembeyan ini juga dihadiri berbagai komunitas yang melestarikan kesenian dan kebudayaan Sunda baik dari Banten seperti Serang dan Tangerang kemudian dari Jabar antara lain Bandung, Cianjur, Karawang termasuk Sukabumi serta beberapa daerah lainnya di Jabar.

Selain itu, ritual adat ini pun juga mengundang sejumlah komunitas pemuda dan pelajar yang tujuannya untuk mengenalkan kembali tradisi Sunda seperti ini dahulu sudah ada sehingga harus dilestarikan.

Menurutnya, kegiatan malam ini merupakan hasil revitalisasi yang sudah rutin dilaksanakan setiap tahun. Maka dari dari itu ia berharap generasi muda baik Banten maupun Jabar khususnya Sukabumi bisa mencintai dan bisa ikut dalam melestarikan tradisi-tradisi seperti ini.

Sebelum dilaksanakan ritual adat Mitembeyan ini para sesepuh melakukan ritual pengambilan air dari tujuh sumur air mulai dari air hujan, laut, peureu, nyusu (sumber mata air) dan malik (air yang berada di sungai yang airnya kembali lagi).

Puncaknya ritual ngala cai bulan yang artinya mengambil air embun ketika purnama tiba. Air tersebut merupakan air terakhir yang nantinya akan digunakan untuk upacara adat Ngukulan Sanghiyang.

“Kami ingin generasi penerus ini bisa melestarikan tradisi, seni, kebudayaan dan adat Sunda jangan sampai acara seperti ini punah sehingga, nantinya anak dan cucu kita tidak pernah mengetahui kearifan lokal yang sudah dilaksanakan oleh leluhur,” tambahnya.

Sandi mengatakan pada upacara adat Ngukulan Sanghiyang yang digelar, Selasa (12/11) ada beberapa prosesi seperti Gunem Catur Budaya Bangsa, Rajah Bubuka, Pintonan Pencak Silat dan Debus, workshop Aksara Sunda, Upacara Adat Mapag, Ngagondang dan lainnya.

Pihaknya juga berharap kegiatan yang dilaksanakan di Lapang Cipeujeuh, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi bisa dihadiri oleh seluruh elemen masyarakat di Sukabumi agar bisa mengetahui sebagian kecil dari kekayaan kebudayaan Sunda yang ada di Indonesia.

Kedepannya, kegiatan upacara seperti ini bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke Sukabumi baik dari dalam maupun luar negeri. Apalagi setelah didirikannya Museum Kipahare sejumlah wisatawan baik dari Asia maupun Eropa berdatangan baik hanya sebatas ingin mengetahui peninggalan sejarah Sunda hingga ada juga yang belajar lebih dalam.

(ANTARA)