25 radar bogor

Pengamat Transporatasi Soal Kanalisasi Puncak, Sebut Harus Cari Cara Lain

Kanalisasi Jalur Puncak 2
Petugas uji coba kanalisasi 2:1 jalur Puncak, Minggu (27/10/2019). Arifal/Radar Bogor
Kanalisasi Jalur Puncak 2
Petugas uji coba kanalisasi 2:1 jalur Puncak, Minggu (27/10/2019). Arifal/Radar Bogor

CISARUA–RADAR BOGOR,Pengamat Tran­sportasi, Djoko Setijowarno menyoroti batalnya penerapan kanalisasi 2:1 di kawasan Pun­cak Cisarua. Menurutnya, ba­nyak faktor yang membuat sis­tem rekayasa lalu lintas ter­sebut tak bisa diterapkan de­ng­an maksimal.

Selain faktor kendaraan yang tak seimbang dengan kondisi Jalan Raya Pun­cak, ruas jalan yang panjang, dan sempit juga semakin me­mengaruhi sulitnya peme­rin­tah mencari solusi mengurai kemacetan Puncak.

“Petugas tidak bisa dengan cepat melakukan adjustment ketika ada persoalan di satu titik,” ujar pria lulusan Univer­sitas Soegijapranata kepada Radar Bogor, kemarin.

Djoko menilai, rencana kana­lisasi yang digadang-gadang Pemkab Bogor, Badan Penge­lola Transportasi Jabodeta­bek (BPTJ), dan Polres Bogor dianggap kurang berhasil.

“Harus cari cara lain!” tegas­nya. Ia meminta, karena Jalan Raya Puncak statusnya jalan nasional maka yang berbuat seharusnya tak hanya Pemkab Bogor melainkan melibatkan wilayah yang berhimpitan seperti Jabodetabek.

Persoalan Puncak, kata dia, bukan hanya macet tetapi juga rawan kecelakaan karena kontur jalan yang menikung, berbelok, serta turunan.

Sebelumnya, Pemkab Bogor terus mencoba berbagai cara untuk pengentasan kemacetan di jalur Puncak Cisarua. Setelah uji coba kanalisasi 2:1 belum maksimal, usulan berbagai op­si kini mulai muncul. Salah satunya opsi sistem ganjil ge­nap dan rekayasa sektoral.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bap­pe­da) Kabupaten Bogor, Syarifah Sofiah menjelaskan, uji coba kanalisasi 27 Oktober lalu men­dapati banyak temuan. Sehi­ng­ga, pemkab harus me­nunda uji coba kedua yang ren­cana­nya akan dilangsung­kan 3 No­vember mendatang.

Di luar itu, soal opsi lain ya­ng menjadi usulan juga akan men­jadi pertimbangan besar.

“Pemkab punya rekayasa ba­ru. Sistem zonasi atau rekayasa sektoral itu. Jadi Puncak ini kan memang zonanya berbeda-beda. Ada yang jalannya luas dan sempit,” kata Syarifah beberapa waktu lalu.

Namun secara detail, usulan rekayasa sektoral tersebut belum bisa dijabarkan. Yang pasti kata Syarifah, rekayasa sektoral tersebut bisa menjadi salah satu kebijakan dari pola yang banyak diterapkan pada jalur Puncak.

“Karena salah satu temuannya itu adalah soal kapasitas jalan. Secara geometris, tidak sera­gam. Ada lebar dan tiba-tiba menyempit. Ini akan didorong karena kawasan Puncak masih menjadi destinasi yang banyak diminati,” terangnya.

Syarifah juga meminta agar seluruh pihak tidak menye­rah dengan segala uji coba yang dilakukan. Apalagi se­jak 2015, kawasan Puncak per­­nah dico­ret sebagai ka­wa­­san wisata nasional ka­re­na kemacetannya.(ded)