25 radar bogor

Wakil Ketua MPR: Sosialisasi Empat Pilar Harus Sesuai Zaman

Jazilul Fawaid

JAKARTA-RADAR BOGOR,Sebelum Indonesia ada, wilayah negara ini merupakan kepulauan yang disebut dengan Nusantara. Terdiri dari berbagai kerajaan dan kesultanan. Sumber daya alamnya melimpah ruah.

Pernyataan itu diungkapkan oleh Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Agustin Teras Narang dalam diskusi Empat Pilar yang digelar Humas MPR dan Pressroom DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan.

Teras juga mengajak masyarakat untuk menengok kembali ke masa lalu. Dari era kerajaan kemudian perlahan mulai untuk menyatukan diri, langkah awal tersebut dilakukan oleh Budi Utomo pada 1908. Titik itu menjadi momentum keinginan untuk bersatu, berbangsa dan bernegara semakin kuat ketika Kongres II Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang menyatakan satu nusa, bangsa, dan bahasa Indonesia.

Mereka beragam latar suku, agama dan budaya. Mereka juga hadir dengan beragam latar,” ucap Agustin.

Selain itu, Agustin juga mengatakan, keinginan pemuda pada masa itu tidak berhenti di 1928, terdapat dasar kuat para pemuda yang dilanjutkan oleh Presiden Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam pidato tentang Pancasila. Ia pun menilai sebagai dasar dari landasan berbangsa dan bernegara, perjuangan tidak berhenti di situ saja.

Pada 17 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta membuktikan dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Semua proses yang terjadi menurutnya tidak terjadi begitu saja, namun direncanakan secara terstruktur, sistematif dan massif.

Itu juga berkat dorongan dari para pemuda. Meski pelaku sejarahnya berbeda, kalau dilihat dari Pancasila dan UUD-nya negara ini didirikan dengan tidak main-main. Kalau kita bicara mengenai bangsa dan negara maka tak bisa dilepaskan dengan soal sejarah dan budayanya,” tambahnya.

Selepas Indonesia merdeka kita tidak bisa duduk-duduk saja, semua harus berjuang untuk mengisi kemerdekaan sehingga bangsa ini bisa lebih maju.

Agustin pun mengandaikan Indonesia seperti ‘Huma Bentang’ atau rumah tradisional suku Dayak, di mana dihuni oleh puluhan kepala keluarga di mana mereka memiliki beragam latar belakang.

Kita bisa maju bila dilandasi dengan kebersamaan. Namun mereka bisa hidup rukun, damai, dan saling menghormati satu dengan yang lain. Mereka menghargai perbedaan,” ucap Agustin.

Dalam kesempatan yang sama, anggota MPR dari Fraksi Partai Kesejahteraan Rakyat (PKS) Mulyanto mengatakan, semua harus menegaskan budaya pancasila merupakan nilai-nilai lihur bangsa yang tetap relevan. Menurutnya, pada masa orde baru penanaman Pancasila di masyarakat dilakukan secara homogen dan militeristik, sehingga dalam era reformasi ada penolakan.

Kekosongan penanaman Pancasila di era reformasi bertambah mengkhawatirkan ketika budaya global menggerus budaya gotong royong masyarakat. Upaya untuk menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah masyakarat semakin baik, sehingga bangsa ini menuju titik seimbang.

Jangan dikatakan tidak cocok atau di luar konteks. Hal demikian tercipta dengan tetap mendasarkan pada Pancasila,” tambah Mulyanto.

Ia pun mencontohkan, kehidupan yang semakin baik dengan cara pemilihan pimpinan MPR lewat musyawarah yang mufakat. “Ini merupakan teladan yang baik dari para pemimpin. Bila pemimpin demikian maka rakyat akan mengikuti contoh yang baik. Pancasila tetap relevan,” ucap Mulyanto.

Lebih lanjut, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menambahkan, dirinya menemukan lima sila dalam Pancasila tidak mudah. Sebab goyangan atau ancaman terhadap Pancasila, namun bukan hanya kali ini saja tapi, sudah ada sejak Pancasila dilahirkan.

Sehingga Pancasila selalu relevan. Bahkan faktanya Pancasila selalu menang,” tambah Jazilul Fawaid.

Ia pun mengakui dengan adanya budaya yang hidup di tengah masyarakat selalu berubah. Perubahan budaya salah satu faktornya adalah dampak teknologi informasi.

Teknologi yang sarat aplikasi ini menjadi budaya anak muda. Maka hadirnya teknologi yang semakin mudah dan canggih di satu sisi yang lain sangat mengkhawatirkan.

Sekarang semua bisa dilakukan lewat aplikasi, mari kita gunakan teknologi untuk mensosialisasikan Pancasila,” ucapnya.

Menurutnya, Kelompok Anti-Pancasila menggunakan teknologi untuk menyebarkan paham yang bertentangan. Tantangan terhadap Pancasila menurutnya tidak hanya dari sisi teknologi.

Dalam sosialisasi empat pilar, hal demikian tidak bisa dilakukan sendiri oleh MPR namun tetap harus mendapatkan dukungan dari semua pihak.

Ini suatu hal yang positif, sosialisasi harus dilakukan sesuai dengan perkembangan jaman. Sehingga sosialisasi tak monoton,” pungkasnya.(JPS)