25 radar bogor

Pelanggaran Pilkades Bogor Didominasi Politik Uang, Temukan 1.027 Kasus

pelanggaran pilkades
Sekretaris Tim Pemantau Pilkades Serentak Kabupaten Bogor, Yusfitriadi, saat ekspose hasil temuan Pilkades Serentak 2019, di Cibinong, Selasa (5/11/2019).
pelanggaran pilkades
Sekretaris Tim Pemantau Pilkades Serentak Kabupaten Bogor, Yusfitriadi, saat ekspose hasil temuan Pilkades Serentak 2019, di Cibinong, Selasa (5/11/2019).

BOGOR – RADAR BOGOR, Pelanggaran pada Pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak Kabupaten Bogor tahun 2019 masih banyak terjadi.

Pelanggaran didominasi politik uang dan ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN).

Berdasarkan data Tim Pemantau Pilkades Kabupaten Bogor, ada 1.027 temuan pelanggaran sepanjang penyelenggaraan pilkades yang dilaksanakan, Minggu (3/11/2019) lalu.

Dari ribuan temuan tersebut, separuhnya atau 502 kasus merupakan politik uang yang dilakukan dengan beragam cara.

Dari pembagian uang kepada pemilih secara door to door hingga saat kampanye terbuka dilapangan lewat doorprize.

Bahkan tim pemantau menemukan kejadian politik uang saat pilkades berlangsung.

“Pembagian uang bahkan dilakukan secara terang-terangan oleh tim sukses calon,” ujar Sekretaris Tim Pemantau Pilkades Serentak Kabupaten Bogor, Yusfitriadi, saat ekspose hasil temuan Pilkades Serentak 2019, di Cibinong, Selasa (5/11/2019).

Tim yang dibentuk lewat Surat Keputusan Bupati Bogor, No 141/496/KPTS/per-UU/2019 juga menemukan beberapa kasus lain.

Diantaranya, ketidak netralan dari panitia penyelenggara dan ASN. Timnya- kata Yus menemukan 72 kasus panitia penyelenggara ada yang berpihak ke salah satu calon.

Selain itu, kasus intimidasi tim sukses ke masyarakat untuk memilih salah satu calon, juga ditemukan dilapangan.

Mereka para tim sukses tak segan mengancam pemilih yang berbeda pilihan. Seperti menjelek-jelekkan dan akan mengusir pemilih dari kampung jika calon yang mereka usung menang.

“Tim pemantau mendapati 32 kejadian di lapangan untuk kasus ini,” imbuh dia.

Pelanggaran ini, ternyata tidak hanya dilakukan oleh calon maupun tim sukses calon pada saat kampanye.

Pada saat masa tenang atau sebelum hari pemilihan berlangsung calon dan tim sukses masih melakukan kampanye.

Baik itu dengan cara intimidasi maupun pembagian uang kepada pemilih. Setidaknya ada 81 temuan kasus seperti ini di lapangan.

Lalu mobilisasi pemilih bilang Yus, masih menjadi hal yang sering disalahgunakan oleh para calon kades. Mobilisasi dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memilih. “Selama proses pemantauan, tim menemukan 74 kasus mobilisasi pemilih,” bilangnya.

Yus menambahkan aksesibilitas tempat pemungutan suara (TPS) juga menjadi sorotan. Pasalnya, masih banyak ditemukannya TPS yang tidak peduli terhadap pemilih berkebutuhan khusus (disabilitas) maupun pemilih perempuan yang membawa anak kecil serta pemilih manula.

Hal ini dapat dilihat dari belum adanya standar yang digunakan dalam pembuatan TPS. Seperti luas dan posisi TPS, lebar pintu masuk dan keluar untuk pemilih. Hingga tempat yang mencukupi dan nyaman untuk pemilih dalam antrian pemilih. “Serta bentuk bilik dan kotak suara yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan,” imbuh dia.

Sayangnya, ribuan temuan tersebut sulit ditindaklanjuti lebih jauh. Menurut Anggota Tim Pemantau Pilkades Serentak 2019, Irvan Firmansyah mengatakan, saat ini belum ada regulasi teknis maupun undang-undangan yang mengatur terkait penindakan pelanggaran pilkades.

“Karena itu, kami mendorong Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Desa dan pemerintah kabupaten untuk membuat regulasi pemilihan kepala desa yang mampu mengakomodir berbagai masalah yang kuncul dalam pemilihan kepala desa,” kata pria yang juga Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bogor itu.

Keterbukaan atas harta kekayaan calon kepala desa melalui Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) juga perlu dipertimbangkan menjadi salah satu syarat ketika seorang mencalonkan diri sebagai calon kades.

Sebagai pelaksana, Pemkab Bogor juga dinilai perlu mengadakan evaluasi dan kajian yang konprehensif melalui penelitian ilmiah, agar mampu mendapatkan data yang akurat dalam memotret penyelenggaraan Pilkades Serentak tahun 2019.

“Maka di pandang perlu adanya peraturan perundangan tentang penyelenggaraan pilkades yang demokratis, jujur dan adil,” pungkasnya. (dka/pkl11/pkl12/pkl14/c)