25 radar bogor

Geber Event di Kota Bogor, Bima Arya Target PAD Rp1 Triliun!

GALI POTENSI: Suasana pelaksanaan Obrolan Serius Mencari Solusi (Obsesi) di aula Graha Pena Radar Bogor, kemarin.
GALI POTENSI:
Suasana pelaksanaan Obrolan Serius Mencari Solusi (Obsesi) di aula Graha Pena Radar Bogor, kemarin.

BOGOR-RADAR BOGOR,Radar Bogor bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor kemarin menggelar diskusi terbuka, bertajuk “Kreatif Menggali Potensi PAD dari Sektor Jasa dan Perdagangan”. Diskusi yang digelar di aula Graha Pena Bogor, bilangan KH Abdullah Bin Nuh, Kota Bogor ini menghadirkan sejumlah narasumber. Yakni: Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto; Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor Deni Hendana; Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor dr. Yuno Abeta Lahay; Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kota Bogor Erik Suganda; serta pengamat ekonomi Dr. Saefudin Zuhdi. Pengusaha, pelaku ekonomi kecil dan menengah serta sejumlah kalangan hadir sebagai peserta.

Perekonomian Kota Bogor bergantung hidup pada sektor jasa dan perdagangan. Pertumbuhan usaha di sektor ini terus meningkat setiap tahunnya. Namun kondisi tersebut belum selaras dengan pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi.

CEO Radar Bogor Group Hazairin Sitepu berpendapat, salah satu potensi yang belum maksimal tergali adalah berbagai kebutuhan di sektor pariwisata. Para pelancong yang juga menikmati wisata di wilayah tetangga, Kabupaten Bogor, banyak menginap di hotel-hotel yang ada di Kota Bogor.

“Secara kasat mata, hotel di Bogor beberapa tahun terakhir pertumbuhannya signifikan. Kita perlu mengukur. Pertumbuhan ini memberikan kontribusi kenaikan berapa persen pendapatan daerah,” ujar Hazairin membuka diskusi yang dipandu moderator, General Manager (GM) Business Radar Bogor Group Nihrawati AS.

Hazairin juga mengingatkan Pemkot Bogor untuk mengantisipasi agar tak kehilangan berbagai potensi PAD dari sektor pariwisata. Terlebih adanya rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan. Itu mengingat pendapatan hotel-hotel di Kota Bogor cukup besar dari kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) instansi dan lembaga pemerintahan pusat. “Kalau ibu kota negara pergi dari Jakarta, ya, otomatis kita akan tereduksi,” ucapnya.

Belum lagi pengembangan potensi wisata di Kabupaten Bogor. Bukan tak mungkin, tren wisata kafe bergeser ke wilayah Sentul di Kabupaten Bogor yang kini terus berkembang.

“Apakah itu nanti kita menjadi daya tarik lain, sehingga masyarakat yang selama ini ngopi-ngopi di Kota Bogor bisa lebih memilih Sentul,” kata dia.
Oleh karena itu, Hazairin meminta para stakeholder daerah di sektor ekonomi seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) maupun Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Bogor untuk aktif mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan tersebut. Sehingga bisa lebih bertahan dan realisasi penerimaan daerah harus berjalan paralel dengan prinsip pertumbuhan ekonomi saat ini. “Mungkin saja ada sektor-sektor bawah yang belum dipecahkan. Apakah itu juga memberikan kontribusi atau tidak. Tapi secara keseluruhan hotel dan restoran akan terganggu kalau persoalan tadi terjadi,” ujarnya.

Hazairin mengusulkan sejumlah agenda budaya bisa digelar akbar di Kota Bogor, setiap tahun. Kegiatan itu dikemas sedemikian rupa dan dihelat rutin sehingga mengundang wisatawan datang dan menginap di Kota Hujan.

“Tapi jangan itu-itu saja. Teman-teman pengusaha juga secara kreatif bisa men-support event itu, sehingga tidak hanya itu saja,” ungkapnya.

Usulan Hazairin diamini Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. Bima memaparkan, APBD Kota Bogor jika dibandingkan secara objektif dengan daerah lain di Jawa Barat masih terbilang cukup baik. Sebab, dari APBD Kota Bogor Rp2,3 trilun di 2019, PAD ditargetkan mencapai Rp944 miliar. Artinya: PAD mencapai 40 persen dan 60 persen ditopang oleh dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU).

“Jadi dari perspektif konservatif dengan beberapa daerah, APBD Kota Bogor masih tergolong baik dan sehat. Pertumbuhan Rp100 miliar per tahun sejak 2014 itu hal yang sangat baik. Pertanyaannya puas atau tidak? Tentu tidak. Harusnya bisa berlari karena saya targetkan PAD sebetulnya Rp1 triliun,” ujarnya memaparkan data-data potensi PAD Kota Bogor.

Menjawab tantangan Hazairin, Bima mengaku telah menyiapkan langkah-langkah untuk meningkatkan potensi PAD tersebut. Pertama, intensifikasi pendapatan. Mulai dari memaksimalkan wajib pajak (WP) yang sudah ada, melakukan uji petik, hingga pemetaan wajib pajak baru.

Kemudian optimalisasi penerimaan piutang, memberikan kemudahan WP dalam membayarkan pajaknya melalui kerja sama dengan penyedia jasa keuangan serta penyusunan regulasi-regulasi.Selain itu, ekstensifikasi pendapatan.

Mulai dari membidik dan menjaring sumber-sumber pendapatan atau WP yang baru atau mengaitkan hubungan antara okupansi hotel dan peningkatan pajak. “Memang ada data menarik. Di seputar SSA ini hotel-hotelnya sejak dibangun pedestrian lumayan meningkat. Jadi ada kaitannya itu,” ungkap dia.

Bima juga membenarkan ada hal-hal yang perlu dilakukan Pemkot Bogor untuk mengantisipasi penurunan PAD. Salah satu penyebabnya ialah perpindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan. Kemudian antisipasi juga terhadap pendapatan dari PBB dan BPHTB. Sebab PBB dan BPHTB akan jenuh ketika lahan kepemilikannya sudah tak bergerak, baik jual beli atau lainnya. Terlebih jika luas wilayah Kota Bogor masih seperti saat ini.

“Makanya kemarin ada wacana perluasan wilayah salah satu latar belakangnya adalah itu, mengantisipasi jenuhnya pendapatan dari BPHTB, karena beberapa tahun lagi bisa jenuh. Kita harus mencari lahan-lahan lain baik untuk melayani warga maupun untuk sumber pendapatan daerah,” papar dia.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga ingin Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bogor lebih bersinergi dengan PHRI Kota Bogor dengan melakukan pemetaan terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mendatangkan wisatawan. Seperti di Banyuwangi. Sanggar-sanggar diaktifkan. Dibina dengan memberi uang pembinaan serta mendorong membuat berbagai kegiatan.

“Jadi kalau ada yang bilang ‘ngapain wali kota buat event terus?’ karena kita ingin mendatangkan orang lebih banyak. Dan ini bukan hanya sekadar mengunjungi dan melihat event. Di situ hunian hotel, UMKM, kuliner. Ini jawaban saya yang sering kritik mengapa kita sering membuat event. Karena arahnya ke sana. Dan kebanyakan event itu tidak menggunakan APBD,” tegas Bima.

Dengan upaya-upaya tersebut, Bima berharap tahun mendatang penerimaan PAD Kota Bogor bisa mencapai Rp1 triliun. Kemudian Pemkot Bogor juga akan mendorong lagi kemudahan-kemudahan untuk melakukan investasi. “Kita sudah ada mal pelayanan publik, ada 145 izin dimudahkan di situ. Kita ingin memberikan kepastian, supaya investasi itu terlihat dengan baik dan roda ekonomi berputar,” jelasnya.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor Deni Hendana menambahkan, strategi ekstensifikasi menjadi salah satu upaya mencari potensi yang selama ini tersembunyi. Berdasarkan data terkini, total WP di sektor restoran ada 1.130. Sementara yang membayarkan kewajibannya hanya 694 WP. Hal itu menjadi tantangan tersendiri. Apakah sisanya sudah gulung tikar atau menghindari pajak. Karena untuk sektor restoran, dia yakin akan terus bertambah.

“Mungkin di samping pergantian pemain yang bergerak di restoran. Di sisi lain yang sedang kita coba dalami adalah menggali karena setengahnya yang sejak tahun 2019 pembayarannya menurun, tidak membayar sama sekali atau hanya setengahnya saja. Itu yang paling dominan di Kota Bogor karena kita kota kuliner,” katanya.

Kemudian untuk hotel, sambung dia, saat ini yang terdaftar sebanyak 244 hotel dengan berbagai kriteria. Akan tetapi hanya 181 hotel yang membayar. Sebanyak 30 di antaranya berperan 90 persen dari total penerimaan pajak hotel. “Yang sisanya ini saya mau dalami. Penggalian potensi saya mau di situ. Jadi ini memang yang kecil-kecil tentunya walaupun perannya kecil tapi ini menjadi salah satu upaya kita juga dalam penggalian potensi,” jelasnya.

Lalu dari sektor parkir. Saat ini, kata Deni, yang terdaftar di Bapenda hanya 589 WP. Namun yang membayar hanya 356 WP. Artinya: baru 60 persen yang membayar pajak. “Pokoknya dari data-data yang ada kita coba lakukan mana yang kita gali secara persuasif atau melalui pemeriksaan,” imbuhnya.

Di sisi lain, Bapenda yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan WP setiap tahunnya ditargetkan sebanyak 100 WP. Upaya pemeriksaan itu dilakukan, kata Deni, atas kepatuhan. Tidak hanya kepatuhan pembayaran dan pelaporan tetapi juga kepatuhan atas isi datanya. “Jadi upaya pemeriksaan itu adalah untuk menguji kepatuhan, kebenaran data yang dilaporkan ke kita dari semua jenis pajak. Kecuali PBB dan BPHTB. Kita punya senjata untuk menguji kepatuhan baik pemeriksaan atau tujuan yang lain,” ungkapnya.

Pemeriksaan itu juga, sambungnya, diharapkan dapat menggali potensi. Tentunya sebelum melangkah pada pemeriksaan, pihaknya terlebih dahulu memberikan imbauan agar WP mengisi atau menghitung sesuai dengan omzet yang seharusnya. “Karena pajak yang dibayarkan itu kan bukan uangnya WP tetapi penitipan dari konsumen untuk dibayarkan kepada kas daerah,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto mengungkapkan, ketika berbicara PAD maka DPRD Kota Bogor memosisikan diri sebagai pihak kolaborator yang bisa merangsang tumbuhnya ekonomi di sektor-sektor jasa dan perdagangan. Tentu dibutuhkan kolaborasi untuk mewujudkan hal-hal tersebut. “Kami DPRD insyaallah akan membantu Pemkot Bogor membuat kebijakan-kebijakan yang secara tidak langsung maupun langsung menarik para investor maupun para wisatawan dari luar,” ungkapnya.

Secara pribadi, Atang sepakat jika seluruh potensi pendapatan di seluruh wilayah Kota Bogor dikelola oleh profesional bukan pemerintah maupun BUMD. Sebab terkadang hal itu tidak optimal. “Kalau seandainya dengan BUMD bisa meng-cover semua dan optimal tidak masalah. Tapi kalau tidak? Kita kolaborasi saja dengan swasta,” tegas dia.(gal/pkl5/pkl6/pkl7/d)