25 radar bogor

Tata Kelola dan Kompetensi Dewan Pengawas Syariah pada Lembaga Keuangan Syariah

Oleh: Annisa Rizkiyah – Mahasiswa STEI SEBI

LEMBAGA keuangan syariah merupakan lembaga yang legal dan praktiknya bersandar pada hukum Islam. Industri syariah hari ini mengalami perkembangan yang pesat.

Pada tahun 2018 Indonesia merupakan negara dengan jumlah Lembaga keuangan terbesar di dunia dengan total lebih dari 5.000 berbagai jenis institusi. Disamping potensi tersebut, sebagai negara dengan 13% populasi muslim dunia Indonesia belum mencapai market share yang memuaskan yaitu 5,7%.

Dengan data tersebut, dapat dilihat bahwa potensi Indonesia yang memiliki banyak lembaga keuangan syariah secara jumlah dan populasi muslim yang banyak belum mampu meningkatkan market share, salah satunya pada bank syariah.

Hal tersebut merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan dengan kolaborasi kerjasama yang lebih baik antara pihak perusahaan selaku penyedia jasa, stake holder yang memegang kepentingan dalam perusahaan, pemerintah sebagai regulator, masyarakat muslim yang juga harus lebih percaya dengan penyedia jasa keuangan syariah bukan hanya sebagai individu yang butuh, namun juga sebagai wujud ibadah kepada Allah SWT.

Selain pihak-pihak tersebut, dewan pengawas syariah sebagai pihak yang memastikan penyedia jasa keuangan syariah benar-benar sesuai dengan hukum Islam, menjadi titik poin kepercayaan masyarakat muslim pada penyedia jasa selain pertimbangan-pertimbangan pada umumnya seperti kinerja perusahaan dan produk yang ditawarkan. Hal tersebut dapat dilihat pada opini yang diterbitkan oleh pengawas syariah.

Praktik Lembaga Keuangan Syariah distandarisasi oleh organisasi-organisasi internasional diantaranya oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution) yang mengatur standar akuntansi dan audit syariah, IIFM (The Islamic Internasional Financial Market) di Bahrain yang terfokus pada edukasi pasar dan autentikasi syariah, dan IFSB (The Islamic Financial Standard Board) di Malaysia yang berfokus pada konvergensi struktur regulator dari standar pengawas syariah.

Di Indonesia DSN MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia) menjadi lembaga yang memiliki otoritas mengeluarkan fatwa yang membahas bagaimana produk dan praktik penyedia jasa keuangan syariah dan fatwa-fatwa lainnya. Selain sebagai pihak yang mengatur, DSN MUI juga menjadi dewan pengawas syariah dan memastikan kesesuaian syariah sebuah perusahaan.

Sebagai lembaga penyedia jasa keuangan Islam maupun konvensional, tujuan utama dari bisnis mereka adalah meningkatkan nilai stakeholder. Selanjutnya tata kelola didefinisikan Umer Chapra sebagai ekonom muslim kontemporer bahwa tata kelola dalam Islam adalah sebagai “keadilan” pada semua stakeholder yang mana dapat mencapai transparansi dan akuntabilitas yang baik.

Tujuan tersebut menuntut kinerja dan GCG (Good Corporate Governance)/Tata Kelola yang baik sehingga dapat meningkatkan kepercayaan stakeholder maupun konsumen. Hal tersebut terdapat pula pada opini pengawas syariah yang berisi hasil evaluasi kinerja perusahaan dan distribusi laba bersih pemegang saham dan pemegang rekening investasi.

Maka dalam tata kelola lembaga keuangan syariah membutuhkan peran Dewan Pengawas Syariah dengan beberapa tugas diantaranya merevisi anggaran dasar dan semua kebijakan internal disesuaikan dengan syariah. Kemudian memastikan kepatuhan syariah perusahaan sebelum mengeluarkan fatwa, meninjau kesesuaian syariah produk baru dan kontrak yang sedang berjalan, dan melaporkan opini syariah kepada pihak-pihak terkait (Garas & Pierce, 2009).

Pengawas syariah tidak hanya diharapkan dapat memastikan kepatuhan syariah lembaga keuangan, namun juga membersihkan transaksi-transaksi terbebas dari larangan Islam seperti riba, penggelapan, spekulasi, penyalahgunaan dan monopoli.

Kemudian kewajiban zakat perusahaan juga merupakan tugas pengawas syariah dalam membantu perhitungan dan bagaimana mengalokasikan dana non halal sebagai dana sosial. Untuk mencapai tujuan-tujuan diatas kompetensi dewan pengawas syariah menjadi hal yang penting.

Kemudian dalam fungsi pengawas syariah juga harus mampu mengaudit prosedur pelaksanaan produk baru bekerjasama dengan auditor internal syariah, mengaudit laporan pada akhir tahun dan menyetujui pembagian laba bersih antara pemegang saham dan pemegang rekening investasi.

Oleh karena itu, kompetensi pengawas syariah juga harus mampu memiliki kemampuan dalam bidang keuangan dan akuntansi. Hal tersebut juga berkaitan dengan pertumbuhan industri keuangan di Indonesia yang beragam dan pesat.

Dengan kompetensi dewan pengawas syariah yang memahami keuangan, pengawasan syariah mencapai lingkup yang lebih luas dalam memastikan tidak hanya pada produk dan kontrak tetapi dapat lebih jauh yaitu pada akuntabilitas laporan keuangan sesuai dengan tata kelola perusahaan syariah. Terutama pada kesesuaiannya dengan syariah sehingga kualitas laporan opini lebih berkualitas.

Hal tersebut disebabkan pula sebagai lembaga penyedia jasa keuangan yang berbasis Islam, menjadi fokus yang penting dalam memastikan bahwa pelayanan keuangan syariah benar-benar sesuai dengan syariah.

Kompetensi tersebut dibutuhkan dewan pengawas dalam kontrolnya sebagai jaminan legitimasi dan peningkatan profit dan kepercayaan diri pemegang saham dengan aktfitas perusahaan lebih transparan. Sehingga dapat menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Dalam menyongsong pertumbuhan industri syariah, kolaborasi berbagai pihak salah satunya dewan pengawas syariah dengan fatwa dan pengawasanya dalam operasional, produk, dan tata kelola, pemerintah dan masyarakat terkhusus muslim juga harus turut andil. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi islam menuntut kolaborasi yang baik dari berbagai pihak. (*)