25 radar bogor

Kecanduan Ponsel Naik, Belasan Anak di Bogor Gangguan Jiwa

Kecanduan ponsel
Ilustrasi Anak Kecanduan Ponsel
Kecanduan ponsel
Ilustrasi Anak Kecanduan Ponsel

BOGOR-RADAR BOGOR, Kasus kecanduan gawai pada anak-anak terus meningkat. Di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor terjadi kenaikan signifikan pasien anak yang terlalu lekat dengan ponsel.

Sebelumnya, rumah sakit yang berlokasi di Jalan dr Sumeru tersebut, hanya menerima pasien baru 1–2 anak setiap minggu. Tetapi di awal tahun hingga Oktober 2019 , setiap hari datang 2–3 anak.

Seperti yang dialami Rama. Ia sangat menyukai bermain gim di ponsel pintarnya. Bila sudah asik bermain, bocah berusia 11 tahun itu suka lupa waktu, bahkan marah bila diganggu.

Orang tua Rama memiliki warung klontong di depan rumah yang dikelolanya di bilangan Jalan Kapten Muslihat, Kota Bogor. Ia menyambi aktivitas itu sambil mengurus putranya. Kondisi demikian membuat dia membebaskan Rama bermain gadget atau gawai sesukanya.

Jika ditotal, dalam sehari, Rama bisa menghabiskan waktu bersama ponselnya selama tiga sampai empat jam. “Sekarang kalau sudah pegang HP, nggak bisa diambil, pasti marah-marah,” kata orang tua Rama yang enggan namanya dikorankan.

Rama tak sendiri. Ada juga Wawan (bukan nama sebenarnya). Pasien rawat inap di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM) itu sudah kecanduan akut ponsel.

Remaja 17 tahun itu tidak mau melakukan apapun selain bermain gim di gawai-nya. Bahkan ada kejadian dia tidak mau mandi selama sebulan dan hanya mengurung diri di kamarnya bermain gawai.

“Orang tuanya pun sudah tidak bisa mengendalikannya sehingga dibawa ke sini, dan kami rawat,” ujar Dokter Spesialis Kejiwaan Anak dan Remaja RSMM, dr Ira Safitri Tanjung kepada Radar Bogor, kemarin.

Dia mengibaratkan gangguan kejiwaan akibat gawai sebagai fenomena gunung es. Dari banyaknya pasien rawat jalan yang diperiksa, tercatat ada 15 pasien yang dirawat hingga Oktober 2019, karena kecanduannya sudah masuk level berbahaya.

“Selain gejala temperamen dadakan, para pasien juga biasanya mengalami emosi hingga mengamuk mirip tantrum,” paparnya.

Dalam sebulan terakhir kata dia, pasien akibat kecanduan gawai meningkat 10 persen dengan usia bervariasi. Mulai dari rentang 11 tahun hingga 17 tahun. M

enurut Ira, dalam menangani anak yang kecanduan gawai ada beberapa treatmen yang dilakukan. Sejauh ini yang paling ampuh adalah mengalihkan aktivitas bermain gawai anak dengan kegiatan lain. “Jadi mereka benar-benar tidak boleh menyentuh atau bermain ponsel,” jelasnya.

Hanya saja ada beberapa kendala yang dialami rumah sakit. Biasanya ketika pasien kecanduan gawai dipulangkan, konsistensi orang tua agar anaknya tidak menggunakan gawai tidak dilaksanakan. “Padahal semua kuncinya di orang tua,” jelasnya.

Perkara kecanduan gawai dan gim memang tidak boleh disepelehkan. Pasalnya oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) orang yang kecanduan gim dan gawai digolongkan sebagai penyakit. Yakni: Gaming Disorder.

Ketagihan bermain gim di gawai juga disebut memiliki efek yang sama dengan kecanduan judi dan seks. “Sifatnya adiksi. Konsep ini sama, seperti adiksi rokok, narkoba, judi online dan seks,” ungkap Kepala Instalasi Rehabilitasi Psikososial RS Marzoeki Mahdi, dr Lahargo Kembaren.

Dia bilang, salah satu gangguan paling umum akibat kecanduan gawai adalah fenomena nomophobia atau rasa gelisah yang muncul akibat tak mengakses gawai. Fenomena lain seperti kehilangan eksistensi diri hingga cyber bullying pun kerap muncul.

“Pikirannya ingin main gawai, menyendiri dan tidak mau bersosialisasi bahkan tidak mau sekolah,” ucapnya.

Penderita kecanduan gawai juga umumnya terganggu secara emosi. Seperti, mudah marah, sensitif, meminta dan menghabiskan uang saku secara berlebihan.

Pada dasarnya, imbuh dia, gangguan jiwa pecandu gawai sama seperti kasus gangguan jiwa pada umumnya. Mempengaruhi fungsi otak dan mengalami gejala serius.

“Di dalam otak itu ada zat kimia yang kita sebut neurotransmiter. Bagian itu sudah terganggu keseimbangannya sehingga tidak mampu mengontrol dan cenderung mengalami ketergantungan,” imbuhnya.

Terpisah, menurut Psikiater Anak dan Remaja Tjhin Wiguna, seseorang bisa dikatakan kecanduan gawai jika otaknya terus menerus memikirkan ingin bermain dengan ponsel atau gawai.

Makin lama kebutuhannya akan meningkat. Misal, awalnya main sejam, lalu bertambah menjadi dua jam, tiga jam sampai kepuasannya terpenuhi. Mirip narkotika. “Jika disetop akan marah,” ujarnya.

Karena ingin terus bermain anak jamaknya jadi ogah-ogahan ke sekolah dan belajar serta mengerjakan tugas. Akibatnya nilainya akan merosot. Hal ini membuat mereka makin malas ke sekolah. Akhirnya tak mau sekolah dan menganggur. “Ini yang lebih menghawatirkan,” jelas dia.

Dia menjelaskan kencanduan akan membuat anak menjadi kurang empati, depresi dan gampang emosi dan tak sabaran menunggu hasil karena terbiasa berinteraksi dengan sesuatu yang instan.

Efeknya bisa terbawa hingga dewasa. Mereka jadi gampang pindah-pindah kerja. “Pindah bukan untuk mencari penghasilan yang lebih tinggi, melainkan karena bosan,” jelasnya.

Adapun secara fisik kecanduan ponsel akan membuat sel-sel otak lama-kelamaan rusak karena rangsangan yang berlebihan. Sel-sel otak yang kelelahan ini menyebabkan menurunnya konsentrasi dan berkurangnya memori. (wil/c)