25 radar bogor

Angka Perceraian Tinggi, Ada 5.110 Janda Muda Baru di Bogor

Ilustrasi

BOGOR – RADAR BOGOR, Faktor ekonomi sangat berpengaruh terhadap keharmonisan berumah tangga. Jika ekonomi semrawut, kemungkinan besar rumah tangga juga bubar. Paling tidak, itu bisa dibuktikan dengan tingginya angka perceraian di Kota dan Kabupaten Bogor.

Hingga September 2019, tercatat ada 5.110 kasus perceraian. Perinciaanya 3.880 kasus di Kabupaten Bogor dan 1.230 kasus di Kota Bogor. Dari jumlah itu mayoritas mengajukan cerai karena alasan ekonomi. “Paling banyak masalah ekonomi karena suami tidak mampu menfkahi. Setelah itu perselisihan suami istri dan adanya orang ketiga,” ujar Panitera Muda Pengadilan Agama Kelas 1A Cibinong, Teti Sunengsih kepada Radar Bogor.

Jika melihat statistik kasus perceraian yang ditangani Pengadilan Agama Cibinong, perempuan masih mendominasi gugatan cerai kepada suaminya. Hingga bulan ini, jumlah cerai gugat (pihak perempuan) mencapai 3.003 kasus. Sedangkan cerai talak (pihak laki-laki) sebanyak 877 kasus.

Hal ini juga terjadi di Kota Bogor. Dari 1.230 perkara yang masuk, 932 kasus diajukan istri. Sementara 298 kasus diajukan suami. Tren ini ternyata hampir terjadi setiap tahun. (lengkap lihat grafis).

Menurut Teti alasan gugatan paling banyak dilakukan istri karena faktor ekonomi tadi. Banyak suami yang tidak mampu menafkahi keluarganya. Akibatnya pun berkepanjangan hingga akhirnya memutuskan cerai. Alasan lainnya juga karena usia pernikahan yang terbilang mudah.

“Jadi memang banyak faktor. Setelah ekonomi merembet kepada usia perkawinan yang masih labil dan kompleks,” jelasnya.

Hal ini yang dialami Rere (samaran). Perempuan 32 tahun itu dipulangkan ke orang tuanya di Bogor oleh sang suami sejak 2012. Sebelumnya, pasangan suami istri tersebut hidup di Jakarta.

Saat itu Rere sudah dikaruniai anak pertama laki-laki yang berusia 7 bulan. Namun, suami justru memutuskan keluar dari pekerjaannya di salah satu lembaga pendidikan.

’’Mulai saat itu suami saya hanya mengandalkan kerja freelance. Nggak ada usaha yang giat buat cari pekerjaan tetap. Apalagi, waktu itu hidup di Jakarta serbamahal,’’ ujar Rere.

Dia menyebutkan, saat itu dirinya meminta uang kepada orang tua untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Belum genap dua tahun menikah dan hidup bersama di rumah kontrakan dengan suami, Rere dipulangkan ke rumah orang tuanya. Meski belum resmi berpisah, Rere menjadi orang tua tunggal sejak lima tahun.

’Saat ini sih saya sudah fix mau cerai. Tinggal ngurus aja ke pengadilan,’’ ujar dia yang saat ini bekerja sebagai guru SD di salah satu sekolah swasta. (dka/cr1/c)