25 radar bogor

Biar Pemerintahan Imbang, Pimpinan MPR Baiknya dari Oposisi

JAKARTA – RADAR BOGOR, Perebutan kursi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia mengerucut kepada Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Pucuk pimpinan MPR RI yang diperoleh Partai Gerindra diharapkan dapat memunculkan keseimbangan antara faksi pemerintah dengan oposisi.

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research dan Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai sebaiknya posisi Ketua MPR diserahkan kepada partai oposisi. Sehingga dapat melahirkan keseimbangan dalam demokrasi bangsa.

Sebab, merujuk pada tampuk pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia yang kini dijabat oleh La Nyalla Mattalitti serta posisi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia yang dipegang oleh Puan Maharani, Komplek Parlemen Senayan dikuasai oleh partai koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Sementara, Politisi Partai Golongan Karya (Golkar) sekaligus mantan Ketua DPR RI periode 2018-2019, Bambang Soesatyo didapuk sebagai calon Ketua MPR RI dari partai koalisi. Apabila terwujud, seluruh lembaga legislatif tersebut akan dikuasai oleh partai pendukung pemerintah yang seharusnya mengkritisi.

Kalau ketua DPD La Nyalla, Ketua DPR itu Puan, faksi pemerintah tambah kalau ketua MPR itu Bamsoet. Secara citra, simbol keseimbangan tidak terlihat direbut semua oleh faksi pemerintah,” kata Pangi, Rabu (2/10).

Pangi menambahkan sistem demokrasi yang baik perlu ada perbedaan pandangan dari oposisi. Dirinya menilai antara DPD dengan DPR saat ini suaranya diprediksi serupa, yakni minim kritik kebijakan terhadap pemerintah. Padahal, lanjutnya, fungsi legislatif utama sebagai pengawas pemerintah. Oleh karena itu, dirinya mengingatkan bahwasanya demokrasi yang baik membutuhkan kubu penyeimbang yang menyuarakan aspirasi oposisi.

Sebaiknya Ketua MPR diberikan ke Gerindra, Gerindra lebih pantas, kalau dikuasai faksi pemerintah akan menjadi buruk, karena perlemen itu harus berbicara dan berkata-kata. Berbeda suara dengan pemerintah itu akan menjadi vitamin,” jelas Pangi.

Lebih lanjut dipaparkannya, apabila Partai Gerindra selaku oposisi mendapat jatah Ketua MPR RI, suara oposisi harus disampaikan. Sehingga, kesan ‘tukang stempel’ pemerintah pada lembaga legislatif tidak menjadi nyata. “Gerindra sebetulnya secara de jure menyatakan oposisi, meski dari permainan belakangan ini belum ada peran oposisi, buktinya semua Undang-Undang disahkan. Jadi, jangan tukang stempel pemerintah,” ujar Pangi.(JPG)