25 radar bogor

Walikota Pertama Tolak Pelemahan KPK, Bima : KPK Harus Dikuatkan

Walikota Bima Arya bersama Abraham Samad dan narasumber lainnya pada Obsesi Radar Bogor bertajuk ‘KPK di Ujung Tanduk’ di Graha pena, Kota Bogor, Kamis (12/9/2019).
Walikota Bima Arya bersama Abraham Samad dan narasumber lainnya pada Obsesi Radar Bogor bertajuk ‘KPK di Ujung Tanduk’ di Graha pena, Kota Bogor, Kamis (12/9/2019). Sofyansyah/Radar Bogor

BOGOR – RADAR BOGOR, Gelombang penolakan terhadap pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 terus mengalir.

Selain dari internal KPK dan dosen dari berbagai perguruan tinggi, penolakan juga datang dari Wali Kota Bogor Bima Arya.

Menurut dia, korupsi adalah salah satu kejadian yang luar biasa. Sehingga memberantasnya pun tidak bisa biasa – biasa. Apalagi melihat realita di lapangan bahwa angka operasi tangkap tangan (OTT) masih banyak.

“Artinya harus ada yang dievaluasi. Belum tentu KPK. Tetapi sistem pemberantasan korupsi secara keseluruhan yang dievaluasi. Apakah ujungnya adalah revisi undang – undang KPK? Belum tentu juga,” ujarnya di sela-sela Obsesi Radar Bogor dengan tajuk ‘KPK di Ujung Tanduk’ di Graha pena, Kota Bogor, kemarin.

Dengan memakai baju dan ikat kepala #Selamatkan KPK# politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai banyak aktivis yang menolak revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002.

Namun tidak banyak yang fokus terhadap substansi dengan argumentasi yang jelas. Karena itu perlu adanya satu pemahaman bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa. “Sehingga KPK harus dikuatkan,” ucapnya.

Menurut Bima, proses pencegahan korupsi bukan hal yang biasa. Karena itu dia sangat tak setuju jika dalam poin revisi turut menyasar kedudukan KPK di pemerintahan.

Dalam usulan tersebut, kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum tidak lagi independen, sebab berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan.

Para pegawainya pun menjadi bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tunduk pada peraturan kepegawaian pemerintah.

“Soal independensi jelas, kita harus tolak KPK masuk dalam barisan ASN,” seru Bima.

Lalu soal penyadapan, Bima mengatakan bahwa kenapa harus takut jika disadap selama itu masih dalam koridor yang positif.

Dia juga menyoroti  soal tugas dan peran dewan pengawas KPK. Dia menyadari tidak ada lembaga yang tidak bisa diawasi. Demokrasi harus ada pengawasan.

Akan tetapi, pengawasan yang ditujukkan tidak boleh mengebiri apalagi membonsaikan hingga mematikan substansi dari tupoksi KPK. Karena itu, menurut Bima, ada dua isu dalam pengawasan tersebut.

Pertama; siapa yang harus mengawasi. Kedua: bagaimana mekanisme pemilihannya. Tak bisa kemudian jika harus DPR yang menentukan. Pasalnya anggota DPR saat ini merupakan pejabat publik yang paling banyak dijebloskan ke penjara oleh KPK.

“Jadi bisa atas usulan presiden dan disetujui oleh DPR. Atau berikan hak prerogatif kepada presiden. Kalaupun ada pengawas kan bisa dibatasi,” tegasnya.

Lalu soal independensi penyidik. Menurut Bima, jangan sampai kejaksaan atau kepolisian juga menjadi alat politik. Yang mana mereka bisa saja menjadi tangan – tangan partai politik tertentu. Harus ada kewenangan prerogatif dari lembaga luar biasa seperti KPK.

Mandat utama KPK, sambungnya, bukan hanya sekedar untuk menangkap para koruptor. Namun juga memberantas korupsi. Artinya pemberantasan itu harus dijalani secara terstruktur, sistematis, dan masif. Jadi, wabah korupsi itulah yang harus menjadi prioritas KPK saat ini.

“Wabah korupsi ini sudah menjadi endemik. Tikus – tikusnya ditangkap, ya tidak bisa. Harus dari hulu ke hilir. Buat investigasi masif jangan tanggung – tanggung. Itu penguatannya disitu,” sambung Bima.

Untuk itu, KPK juga jangan hanya fokus terhadap menangkap individu saja. Namun juga membuat sistem penguatan berbasis yang lebih masif.

Tidak cukup hanya mencegah dan menangkap saja. Ikhtiar menambah anggaran juga menambah pasukannya harus terfikirkan pula.

“Kita semestinya ada di barisan untuk menguatkan. Tetapi menguatkan dengan tawaran yang lebih substansif. Saya sudah hubungi Sekjen PAN, kita adalah partai reformis. Jangan sampai kita mendukung gerakan yang dulu ingin kita berantas. Harus jelas,” pungkasnya.

Setali tiga uang, Wakil Rektor Universitas Pakuan (Unpak) Didik Notosoedjono menilai RUU KPK pada poin Dewan Pengawas sarat masalah.

Sebab banyak mengurangi kewenangan-kewenangan KPK yang sudah ada saat ini. Karena itu dia mendorong agar ada upaya bersama menyelamatkan KPK agar tetap independen.

“Karena itu kami sangat mendukung independensi KPK tetap terjaga. Termasuk menjaga wewenangnya yang sudah ada saat ini. ” tegasnya. (dka/gal/d)