25 radar bogor

Penolakan Pembangunan Apartemen GPPC Dimanipulasi, Bima : Harus Dilaporkan ke Polisi

Warga yang merupakan sejumlah pemilik kios sekitar apartemen mendirikan posko untuk menampung aspirasi para warga yang menolak pembangunan apartemen GPPC. Nelvi/Radar Bogor

BOGOR–RADAR BOGOR, Pembangunan apartemen Grand Park Pakuan City (GPPC) di Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah kembali memanas.

Wali Kota Bogor Bima Arya mendapati temuan baru terkait polemik atas pembangunan apartemen yang direncanakan memiliki ketinggian 8 lantai tersebut.

Baru-baru ini, Bima mengatakan, pihaknya mendapatkan laporan adanya manipulasi dokumen yang dibuat oknum warga.

Kata dia, beredar tanda tangan warga sebagai penerima kurban, tetapi setelah dibuka kop suratnya, ada tanda untuk menolak pembangunan apartemen GPPC.

“Saya minta ini didalami, betul atau tidak,” tegasnya. Kata Bima, ia mendapatkan kiriman foto bukti. “Kalau memang betul, kan, sudah termasuk penipuan, menolak tapi menghalalkan segala cara. Kalau betul harus dilaporkan ke polisi,” cetus Bima.

Ia membenarkan, sedari dulu, pembangunan apartemen GPPC dibumbui pro dan kontra. Dikatakan Bima saat itu, dirinya tidak akan memberikan ruang untuk izin, sebelum ada kesepahaman antara kontraktor dengan warga.

“Setelah itu saya mendapatkan laporan terjadi dialog kesepaham yang baik, akhirnya LPM dan warga mendukung. Setelah itu IMB keluar, artinya secara teknis telah terpenuhi semua,” urainya.

Ketika kemudian muncul penolakan-penolakan, namun secara teknis telah selesai disaat IMB keluar, Bima meminta agar gejolak yang terjadi diselesaikan dengan kepala dingin.

“Kalau sekarang ada keberatan, dimusyawarahkan saja. Kalau harus dibongkar lagi, kan tidak baik untuk iklim ekonomi,” katanya.

Bima menambahkan, segala pembangunan yang ada di Kota Bogor, semisalnya apartemen, pertama dilihat dari peruntukannya, lalu sejalan dengan kebutuhan pemukiman.

“Kota Bogor ini kan butuh, tapi kalau ke samping semua, tidak mungkin. Makanya harus ada yang vertikal, sejauh amdal lalin dan amdal lingkungan memenuhi,” tuturnya.

Lalu, sambung Bima, pembangunan yang ada pun harus menjadi solusi. PKL menjadi beres, akses menjadi rapi, UMKM tertampung dan seluruhnya. “Persyaratan itu harus terpenuhi,” tandasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Direktur Teknik Gapura Prima Group, Ahmad Taufik Zaenal menjelaskan, pihaknya sudah mengetahui soal adanya penolakan dari warga pemilik kios.

Saat ini, pihaknya sedang melakukan konsolidasi dengan team legal Gapura Prima Group dan pihak Binamarga PU.

“Sebenarnya sebagian besar pemilik warung, 23 dari 28 pemilik kios sudah menyetujui relokasi, hanya lima pemilik kios yang belum setuju. Tampaknya ada pihak-pihak yang menunggangi mereka. Dalam waktu dekat kami juga akan menyelesaikan masalah tersebut,” urainya.

Taufik menjelaskan, secara perizinan, pihaknya sudah melalui semua proses atau tahapan perzinan dengan baik dan benar hingga IMB keluar. “Itu melalui proses yang panjang, tetapi kami tetap lalui karena memang seperti itu proses yang benar,” katanya

Untuk area kios sendiri, sambung Taufik, meskipun ada relokasi, pihaknya tetap memberikan kerohiman kepada mereka atau pedagang sebagai niat baik.

“Kami sudah mendapatkan hak pengelolaan dari pihak Binamarga-PU pada area warung tersebut sebagai area penghijauan dan penaatan jalan. Tetapi kami tetap menyiapkan area relokasi warung atau pedagang pada area tersebut,” jelasnya.

Disisi lain, Taufik mengaku, pihaknya juga mendengar ada upaya-upaya kelompok tertentu untuk menghambat pembangunan apartemen dengan cara memanipulasi tanda tangan warga, dimana tertulis sebagai data penerima daging, tetapi di bagian bawah ditutupi dengan daftar penerima daging, seolah olah daftar yang menolak apartemen.

“Kami sangat memyesalkan kalau hal tersebut benar-benar terjadi. Janganlah memanfaatkan warga untuk tujuan pribadi / kelompok. Kami akan mengklarifikasi dan menyelidiki hal tersebut. Kalau benar-benar terjadi hal tersebut bukan hanya memanfaatkan, tetapi menipu dan menyakiti hati warga,” tandasnya.

Sementara itu, sejumlah warga terus melakukan aksi penolakan, khususnya para pemilik kios yang terdampak. Terbaru, mereka membuat posko penolakan yang dibuat untuk menampung aspirasi para pemilik kios yang menolak pembangunan apartemen.

Hal tersebut dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bogor yang juga kuasa hukum warga pemilik kios, Zentoni.

Pembangunan posko, kata dia, disebabkan dengan rencana pengosongan atau penggusuran kios sekitar pembangunan apartemen yang dilayangkan PT. Gapura Pakuan Properti yang tertuang dalam surat No: 002/GPP/VII/2019, perihal pemberitahuan pengosongan lahan, tertanggal 23 Juli 2019 dari PT. Gapura Pakuan Properti kepada seluruh warga pemilik kios, agar mengosongkan kiosnya, hingga 30 Juli 2019 dan jika tidak akan dibongkar paksa.

Zentoni mengatakan, jika pihak PT. Gapura Pakuan Properti tetap memaksakan pembongkaran atau pengosongan kios, maka warga pemilik kios akan menempuh upaya hukum pidana dan perdata.

Dikatakan Zentoni, LBH Bogor menduga rencana pembongkaran/pengosongan kios untuk pembangunan apartemen GPPC ini adalah perbuatan melawan hukum.

“Sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menentukan bahwa setiap perbuatan melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut,” jelasnya.

Untuk itu, LBH Bogor menghimbau kepada pemilik apartemen GPPC untuk menghentikan segala tindakan atau rencana terkait pembongkaran atau pengosongan kios ini untuk menghindari tuntutan perdata dari pemilik kios.

“Adanya posko penolakan pembongkaran atau pengosongan kios untuk pembangunan apartemen GPP Depan, hal ini dimaksudkan untuk menampung aspirasi pemilik kios yang akan dilakukan pembongkaran atau pengosongan oleh pihak apartemen GPPC,” tegasnya. (wil/d)