25 radar bogor

Sebuah Karya Surialis, Tangisan Ibu Pertiwi  yang Tertuang dalam FMP

Anita Siti Rahmani (19) menunjukan hasil lukisannya.

RAUT wajah kepedihan tergores dalam kanvas berukuran 40×60 sentimeter milik Anita Siti Rahmani (19), pelukis muda asal Kota Bogor, yang ikut meramaikan lomba melukis dalam rangka Festival Merah Putih (FMP). Dalam karyanya, ia ingin memperlihatkan betapa pilunya sang ibu pertiwi melihat negeri ini.

Laporan: Muhamad Arif Al Fajar

Pendestrian Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor lebih berseri pada Sabtu (10/8/2019) pagi tadi. Sekumpulan anak muda nampak duduk di kanan pendestrian.

Disana mereka duduk berbanjar. Sembari ditemani kanvas putih berukuran 40×60 sentimeter. Lomba melukis yang diikuti puluhan anak muda ini merupakan bagian kegiatan FMP 2019.

Sebuah media menuangkan nestapa dan realita bangsa jelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dengan sebuah karya.

Anita Siti Rahmani (19) salah satunya. Seorang pelukis muda kelahiran 18 Februari 2000 itu mulai menggores kuas di atas kanvas.

Cat biru menjadi warna yang ia pulaskan. Jemari telunjuk dan ibu jari nampak seirama mengikuti naluri mahasiswi semester tiga Jurusan Seni Rupa Universitas Brawijaya itu.

Dua puluh menit berjalan Anita melukis di atas kanvas. Namun belum terlihat jenis lukisan apa yang ia buat. Hingga goresan wajah terpulas, barulah terlihat.

Anita tengah melukis dalam aliran surialis. Tanpa jeda, pelukis berhijab itu terus menggerakan tanganya. Memoles, mencuci koas dan menempelkan ke wadah cat.

Dua jam berjalan, karya pelukis milenial ini mulai semakin jelas. Ia menampilkan sosok seorang wanita dalam kanvasnya itu.
“Ini ibu pertiwi,” ucap Anita sembari terus melukis saat ditanya Radar Bogor.

Ya, Anita ingin menyampakain kegundahanya. Ia menggambarkan kondisi Indonesia saat ini yang membuat ibu pertiwi menangis. Menampilkan kepedihan dengan raut wajah sayu. Dikuatkan dengan tetesan air mata.

Dalam goresan kanvas itupun ia memperlihatkan persatuan. Sang ibu psrtiwi dalam kanvas ia buat dengan beragak warga kulit. “Menandakan keberagaman ras dan agama yang ada di Nusantara,” tutupnya.(all)