25 radar bogor

Tahun Depan Bogor Barat Mekar, Wabup : Tinggal Menunggu PP

Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan membeberkan tahapan pengusulan daerah otonomi baru dalam Obrolan Serius Mencari Solusi (Obsesi) di Graha Pena, kemarin.
Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan membeberkan tahapan pengusulan daerah otonomi baru dalam Obrolan Serius Mencari Solusi (Obsesi) di Graha Pena, kemarin.

BOGOR-RADAR BOGOR, Rencana pemekaran Kabupaten Bogor Barat (KBB) tinggal selangkah lagi. Begitu moratorium daerah otonomi baru (DOB) dicabut pada 2020, pemerintah pusat melalui DPR, dapat segera memisahkan wilayah dengan 14 kecamatan itu dari Kabupaten Bogor.

Kepastian itu diungkapkan Wakil Bupati Bogor, Iwan Setiawan saat mengikuti Obrolan Serius Mencari Solusi (Obsesi) Radar Bogor, di Lantai V Graha Pena, Jalan KH Abdullah Bin Nuh, kemarin.

“Jika melihat tahapan dari awal sampai akhir, Kabupaten Bogor Barat sudah ada di tahap akhir. Tinggal menunggu PP (Peraturan Pemerintah) perihal DOB,” jelasnya.

Perlu diketahui, pemerintah pusat di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tepat pada 2014, menghentikan sementara waktu kebijakan pemekaran wilayah alias DOB. Kebijakan itu lantas menghentikan langkah 314 usulan daerah baru.

Dari jumlah tersebut, 173 di antaranya merupakan usulan DPD, sisanya DPR. Usulan-usulan tersebut kini telah masuk ke Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri. Berkas usulan Kabupaten Bogor Barat salah satunya.

Seiring dengan itu, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil telah mengakomodir usulan-usulan DOB pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2023.

Adapun tiga dari enam daerah tersebut telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas), yakni Kabupaten Bogor Barat merupakan bagian dari Kabupaten Bogor, Garut Selatan dari Kabupaten Garut dan Sukabumi Utara dari Kabupaten Sukabumi.

Sedangkan tiga usulan daerah lainnya akan disesuaikan dengan pemenuhan persyaratan pengusulan Daerah Persiapan Otonom Baru.

Nah, seiring dengan tenggat waktu penghentian penyabutan moratorium DOB tahun depan, Pemkab Bogor, kata Iwan terus mematangkan persiapan pemekaran. Dari sisi anggaran, pihaknya sudah menyediakan dana sekitar Rp42 miliar.

Sebagai daerah induk Kabupaten Bogor memang mempunyai andil besar terkait penyediaan anggaran untuk daerah pemekaran baru.

Iwan tak membantah bila pihaknya telah menerima surat edaran terbaru dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait masuknya Kabupaten Bogor Barat ke program prolegnas.

“Selain anggaran, ada juga persiapan DOB yang perlu direvisi. Sekarang ini sedang disusun,” tambahnya.

Revisi yang dimaksud pentolan Partai Gerindra itu adalah adanya perubahan jumlah penduduk di daerah otonomi baru yang akan dimekarkan. Jika berkaca pada rancangan DOB Kabupaten Bogor Barat, nantinya wilayah ini akan memiliki 14 kecamatan dan 166 desa.

“Jadi revisinya lebih kepada perubahan perhitungan PAD (pendapan asli daerah) dan penambahan jumlah penduduk,” tambah Iwan.

Mantan Pimpinan DPRD Kabupaten Bogor itu pun mejelaskan lebih detail terkait surat keputusan Gubernur Jawa Barat perihal pemekaran.

Terutama tentang pola induk. Provinsi Jabar dirancang sedari awal memiliki 47 kabupaten/kota agar bisa mengimbangi Jawa Timur. Sekarang Jabar hanya memiliki 27 kota/kabupaten.

Hal ini kemudian, kata Iwan akan berdampak kepada Dana Alokasi Umum (DAU) yang digelontorkan dari pemerintah pusat lewat provinsi. “Makanya sangat memungkinkan jika pemekaran bisa terjadi di Kabupaten Bogor,” imbuhnya.

Pemkab, kata Iwan terus ikut mengawal perkembangan pemekaran Bogor Barat. Dimana menyambung ke tujuan awal, bahwa pemekaran diperjuangkan untuk memperpendek jarak pelayanan. Bahkan bisa memandirikan masyarakat dengan akselerasi ekonomi.

Dengan 40 kecamatan dan 435 desa, memang sudah cukup membuat ‘engap’ Kabupaten Bogor. Berdasarkan kajian dari semua institusi yang dilaksanakan, pemekaran dianggap layak.

“Kita berbicara Bogor Barat, dari rentang wilayah dan pelayanan sebagainya. Political will juga kita fasilitasi dari proses rapat paripurna, kesepakatan bersama antara DPRD dengan bupati. Sudah dilaksanakan dan dikawal sampai ke provinsi, juga dengan dewannya,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, CEO Radar Bogor Group, Hazairin Sitepu yang membuka Obsesi bertajuk “DOB: Bogor Barat atau Timur?” memberikan catatan penting. Menurutnya, kebijakan pemekaran wilayah selayaknya mensejahterakan masyarakat.

Pemekaran wilayah juga mesti memperpendek rentang kendali pelayanan pemerintah terhadap masyarakat. Selain itu, dia menilai otonomi daerah merupakan suatu sistem atau model kemandirian sebuah wilayah. “Mereka (wilayah,red) mampu mengurus dirinya sendiri tidak bergantung kepada sentralisasi,” urainya.

Kemandirian itu, sambung Hazairin, tidak hanya dalam mengurus wilayah atau daerah. Namun juga bagaimana menciptakan resources.

Sehingga bisa menghasilkan dana untuk memulai kemandirian wilayahnya itu. Dengan kata lain, tidak bergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat.

“Ambigunya itu pada satu sisi kita ingin otonom, berdiri dan mengurus sendiri. Sisi yang lain, kita justru menggantungkan kebutuhan anggaran kemandirian itu kepada pemerintah pusat,” jelasnya.

Sementara itu, Dewan Penasehat Pemekaran Kabupaten Bogor Barat Haryanto Surbakti menjelaskan, pemekaran Bogor Barat hanya menunggu dikeluarkan-nya PP tentang pemekaran daerah baru sebagaiman diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Kalau PP nya sudah keluar ya selesai. Untuk sekarang, sepanjang ppnya belum ada, ini tidak bisa maju, stuck semua,” ungkapnya.

Meski begitu, pihaknya tidak diam begitu saja. Komunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi II DPR RI terus dilakukan.

Lantas bagaiamana pandangan akademisi perihal pemekaran wilayah? Menurut Wakil Dekan Universitas Djuanda Bogor, Gotfridus Goris Seran dalam Undang – Undang Nomor 23 tentang Otonomi Daerah, bahwa tujuan pemekaran hanya untuk kepentingan masyarakat.

Hanya itu. Walaupun dalam perjalanannya terjadi tarik ulur soal daerah otonomi baru masih terus terjadi. “Namun kuncinya sebenarnya ada di kepentingan masyarakat tadi,” bebernya.

Berbicara pemekaran juga tidak hanya sebatas soal wilayah yang dimekarkan. Namun juga fasilitas pendidikannya. Ini kemudian yang dosoroti Rektor Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, Ending Baharuddin. Dia pernah mendapati mahasiswanya asal Leuwiliang yang selalu telat ke kampus karena akses tempat tinggalnya yang jauh dari kampus.

Sehingga tak heran, bilang Ending banyak permintaan yang masuk ke dia untuk membuka cabang kampus di Bogor Barat.

“Dunia pendidikan itu ada dua kemungkinan. Masyarakat yang mendekat ke lembaga pendidikan, atau lembaga pendidikan yang mendatangi masyarakat,” kata Ending. (dka/nal/d)