25 radar bogor

Tak Didukung Infrastruktur Layak, Kopi Robusta Sukamakmur Terpaksa Dijual ke Tengkulak

Petani kopi sedang menjemur kopi hasil panennya di Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, kemarin.

SUKAMAKMUR – RADAR BOGOR, Meski menjadi salah satu penghasil komoditas kopi robusta dan arabika dengan rasa terbaik, sepertinya pemerintah pusat ogah memfasilitasi Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur, itu untuk mendukung petani dan warga di sana dengan infrastruktur yang memadai.

Akses jalan menuju ke Desa Sukawangi itu rusak parah sehingga menghambat mobilitas masyarakat khususnya petani kopi. Tak hanya itu, kerusakan jalan juga membuat wisatawan yang berniat berburu kopi khas Bogor sambil menikmati keindahan alam, berpikir dua kali berkunjung lagi ke desa yang berbatasan dengan Cianjur itu.

Kepala Desa Sukawangi, Hendro Hermawanto menyebutkan, sepanjang 9,5 kilometer ruas jalan utama di daerah Desa Sukawangi rusak parah.

Ruas jalan tersebut merupakan akses utama warga setempat sekaligus menjadi jalur alternatif yang menghubungkan beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Cianjur.

“Kalau hujan jalan itu sulit dilalui kendaraan khususnya sepeda motor,” kata Kepala Desa Sukawangi, Hendro Hermawanto, akhir pekan lalu.

Selama ini, Hendro mengaku, mayoritas penduduk Desa Sukawangi menggantungkan hidupnya dari bercocok tanam. Mulai padi, cengkeh, hingga kopi menjadi andalan warga sejak turun temurun.

“Paling dominan memang sebagai petani kopi, ada 40 persen. Dan kopi asal desa kami sudah terkenal kemana-kemana karena rasanya yang khas,” kata dia.

Walaupun demikian, mimpi pemerintah desa untuk mengembangkan Desa Sukawangi sebagai pusat kopi selalu gagal lantaran tidak ditunjang dengan infrastruktur jalan.

Akibatnya, para petani kopi lebih banyak menjualnya ke tengkulak dengan harga jauh lebih murah. Padahal, tak sedikit yang menyebut bahwa cita rasa kopi Sukawangi berada di atas kopi Gayo. Bahkan, setiap perlombaan kopi, Sukawangi selalu mendapat penilaian terbaik dari segi rasa.

“Makanya harapan kami jalan ini segera diperbaiki. Karena kedepan kami punya rencana, misal membeli kopi dari para petani melalui dana BUMDes, lalu dikemas dengan melibatkan warga setempat. Tujuannya supaya petani sejahtera,” kata dia.

Langkah selanjutnya, membangun gerai maupun kedai kopi di beberapa titik lokasi yang dianggap sangat cocok dan nyaman bagi wisatawan. Di tempat itu, para wisatawan bisa menikmati kopi sambil memandang perbukitan.

“Gerai dan kedai kopi ini untuk mengenalkan produk kopi daerah kami biar lebih dikenal oleh para wisatawan,” kata dia.

Begitu pula pengembangan pariwisata. Menurutnya, wilayahnya telah menjadi desa binaan Kementerian Pariwisata belum lama ini. Potensi wisata alam yang dimiliki desa tersebut adalah Curug Arca, Curug Cibeet, pemandian air panas.

“Tapi kembali lagi, kalau jalan bagus potensi yang kita miliki pasti akan berjalan dengan baik,” kata dia.

Perlu diketahui, Kopi yang berasal dari pelosok desa Kabupaten Bogor ini sudah tidak asing lagi bagi para pecinta kopi. Bahkan, kopi yang sudah memiliki brand Kopi Bogor dan Sukawangi ini sudah dikenal dan disukai oleh penikmat kopi dari mancanegara.

Biji kopi yang dihasilkan, memiliki tingkat kekentalan yang ringan, keasaman yang seimbang, aroma harum yang khas. Uniknya, kopi arabika asal daerah itu memiliki 9 cita rasa, diantaranya rasa strawberry, gula aren, jeruk nipis, pisang, nangka dan lainnya. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil penelitian dari barista kopi asal Jerman belum lama ini.

Kopi asal Sukawangi juga dijadikan bahan utama kopi instan atau sachet merek terkenal oleh parah pengusaha di Indonesia. Tak sedikit pula pemilik coffe shop menggunakan kopi Sukawangi.

Selain kopi, daerah yang dikelilingi perbukitan ini juga memiliki potensi komoditas pangan lainnya maupun wisata alam yang tak kalah indahnya dengan daerah lain.

Sementara itu, Kasi Ekonomi Pembangunan Desa Sukawangi, Ujang Saefullah mengatakan, kerusakan jalan menyebabkan biaya transportasi jauh lebih mahal. Karena ketidakketersediaan angkutan umum, warga terpaksa harus naik ojek dengan tarif Rp60 ribu untuk menuju Pasar GSP Cianjur.

“Warga kami memang lebih memilih ke pasar di wilayah Cianjur karena jaraknya lebih dekat di banding ke Kantor Kecamatan Sukmakmur,” ujar Ujang.(cr1/c)