25 radar bogor

1.700 Pencari Suaka Ada di Kabupaten Bogor, Puncak jadi Favorit

CIBINONG–RADAR BOGOR,International Networking for Humanitarian (INH) baru-baru ini mendata ada sekitar 1.700 pengungsi di Kabupaten Bogor, yang mencari suaka dari berbagai negara.

Hal itu dikatakan Ketua INH, Lukmanul Hakim. Dia menyebut, dengan banyaknya pengungsi itu, Kabupaten Bogor sempat diusulkan untuk membuat lokasi penampungan Warna Negara Asing (WNA) pencari suaka tersebut.

”Tapi masih dalam pembahasan, dan belum dapat terealisasi dalam waktu dekat,” kata dia.

Lukmanul mengatakan, salah satu hambatannya adalah ketidaktersediaan anggaran. Sebab, lembaga donatur dari Australia yakni International Organization for Migration (IOM) telah mengehentikan kucuran anggarannya kepada UNHCR, lembaga PBB untuk pengungsi.

”Semenjak Australia menyetop bantuan untuk pengungsi, anggaran pun menurun, kecuali kalau bantuan IOM kembali dikucurkan,” kata Lukmanul.

Berdasarkan data yang dimilik lembaga kemanusiaan yang membantu penyaluran bantuan korban konflik ini, Lukmanul mengatakan bahwa jumlah pengungsi terbanyak berasal dari negara Timur Tengah, yakni Afganistan, Palestina, dan sebagainya. Jumlah tersebut pun belum ditambah dengan pe­ng­ungsi non-pencari suaka.

”Kalau ditambah non-pencari suaka bisa mencapai 2.000-an, dan itu tersebar ada yang lari ke penampungan di Tangerang dan beberapa juga ke Jakarta,” kata Lukmanul.

Lukmanul mengatakan, menurut pengakuan para pengungsi dan pencari suaka ini, alasan memilih Kabupaten Bogor sebagai lokasi pengungsian karena dikenal dengan cuaca yang dingin.

”Nama Puncak cukup terkenal karena daerah dingin, beberapa pengungsi mengetahui istilah Puncak,” kata dia.

Kasi Pengawasan Dini dan Ketahanan Bangsa di Kesbangpol Kabu­­paten Bogor, Suharto mengatakan, para imigran asing yang tinggal di Kabupaten Bogor harus mendapatkan perhatian khusus dan serius. Sebab status mereka adalah pengungsi dan pencari suaka politik.

Pemkab Bogor sendiri tidak bisa berbuat banyak terha­dap orang asing terse­but, sebab tidak memiliki kewenangan apa-apa. Bahkan untuk anggaran monitoring orang asing saja, baru diang­gar­kan pada 2019 ini.

”Paling kami hanya bisa melakukan monitoring, sebab tidak memiliki kewenangan apa pun terhadap orang asing tersebut,” jelas Suharto.

Karena tidak memiliki kewe­­nangan, ia khawatir persoalan banyaknya imigran yang tinggal di Kabupaten Bogor bisa menimbulkan persoalan sosial. Apalagi sampai Agustus 2018 pihak IOM sudah tidak lagi membiayai mereka.

”Kami khawatirkan jika pembiayaan kebutuhan para imigran ini tidak dipenuhi, bisa menimbulkan persoalan so­­sial. Se­bab me­reka se­hari-ha­ri tinggal di Ka­bupa­­ten Bogor,” katanya.(ipe)