25 radar bogor

Keluhkan Sistem Zonasi PPDB, Orang Tua Siswa : Percuma Punya Nilai Bagus

Ratusan orang tua/wali murid mendaftarkan anaknya pada PPDB SMAN 1 Bogor, Senin (17/6). Nelvi/Radar Bogor.

BOGOR– RADAR BOGOR, Memasuki hari kedua, Selasa (18/6/2019), penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Bogor masih saja semrawut.

Antrean para orang tua yang hendak mendaftarkan anaknya masih tampak mengular di sejumlah sekolah. Sama sekali tak ada perbaikan pelayanan yang dilakukan pemerintah.

Pantauan Radar Bogor di SMP Negeri 2 Cibinong, Kabupaten Bogor kemarin, antrean panjang ratusan orang tua calon siswa sudah memenuhi loby sekolah yang terletak di Jalan KSR Dadi Kusmayadi, Kelurahan Sukahati, Kecamatan Cibinong tersebut. Mereka adalah pendaftar yang sudah mengambil nomor antrean pada hari sebelumnya atau Senin (17/6/2019).

Sementara bagi orang tua yang mendaftar kemarin, hanya diberi nomor antrean untuk mendaftar di keesokan harinya. Adapun di hari kedua PPDB ini, SMPN Cibinong melayani sedikitnya 217 pendaftar.

Membludaknya pendaftar memaksa pihak sekolah membuka satu ruang kelas untuk proses verifikasi. Tak sedikit orang tua yang terpaksa duduk lesehan di barisan antrean karena lelah menunggu lama.

Nah, di sela-sela menunggu antrean tersebut, para orang tua akhirnya bersuara. Mereka mengeluh dengan penerapan sistem zonasi dalam PPDB 2019.

Salah satunya Dini Magfiroh. Dia menilai kebijakan zonasi memang mempunyai niatan yang baik agar jarak sekolah dan rumah siswa tidak terlalu jauh. Hanya saja syarat ini akan sangat menyulitkan bagi pelajar yang baru menetap di Bogor. Keluarga dia contohnya.

“Keluarga saya baru menetap sembilan bulan di Cibinong. Namun, kartu keluarga kami masih berdomisili di kota asal. Sehingga jika mengacu pada aturan zonasi peluang anak saya kecil untuk diterima,” bebernya.

Jika demikian nilai dan prestasi belajar tidak ada artinya. Yang penting rumah dekat sekolah. Praktis, siswa yang diterima memiliki nilai rendah. Jangankan berburu sekolah favorit. Masuk ke sekolah negeri biasa terasa susah.

Karena yang diterima rata-rata jarak dari rumah ke sekolah tidak sampai 1 km. Bahkan, ada yang kurang dari 500 meter.

“Jadi walau kami tempat tinggalnya dekat dengan sekolah tetap saja tidak akan diterima. Kami harap ada kebijakan yang lebih spesifik dari pemerintah daerah,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan salah satu orang tua, Jatnika yang berupaya mendaftarkan anaknya ke SMPN 9 Bogor. Warga Kelurahan Ciwaringin, Kecamatan Bogor Tengah tersebut mengeluh ketika tiba di sekolah yang sudah disesaki ratusan orangtua lain yang hendak mendaftarkan anaknya.

Jatnika menuturkan, di hari pertama pendaftaran tak membuahkan hasil. Sehingga, dirinya harus kembali ke rumah untuk menunggu pendaftaran di esok harinya (kemarin,red). Kali ini,

ia kembali ke sekolah pukul 07:00 Wib dan mendapat urutan pendaftar ke 167.

“Di hari kedua suasananya masih sangat padat, kasihan para orangtua. Saya saja belum sempat istirahat pulang kerja malam,” jelasnya.

Saat itu, dirinya langsung mengikuti proses yang ditetapkan oleh sekolah. Ia mengaku, proses pendaftaran baru selesai pukul 13:00 Wib.

Menurut dia, sistem zonasi sangat menyulitkan para orangtua, karena sangat ketergantungan dengan wilayah tempat tinggal.

“Ibaratnya nilai seperti bukan hal yang penting, sehingga banyak yang berebut lokasi sekolah, bahkan ketika di sekolah pada berebut nomor antrian. Mau daftar sekolah saja susahnya minta ampun,” katanya.

Terkait keluhan itu, Kepala Seksi Penilaian dan Kurikulum SMP Disdik Kabupaten Bogor, Yanto Ngugianta menjelaskan, pihaknya tetap menjalankan PPDB sesuai dengan pentunjuk teknis (juknis) serta peraturan yang telah ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Dengan batasan selambat-lambatnya penetapan kartu keluarga enam bulan kebelakang,” bebernya.

Mirip dengan PPDB SMA, pendaftaran PPDB SMP terbagi menjadi beberapa jalur penerimaan. Yakni, zonasi murni dengan kuota 60 persen, afirmasi 20 persen, prestasi 10 persen dan daerah perbatasan 10 persen.

“Kalkulasi penghitungan disesuaikan dengan daya tampung sekolah yang maksimal menerima 11 rombongan belajar, dengan 36 orang murid perkelasnya,” urai Yanto.

Namun dia memeberkan aturan ini tidak kaku. Terdapat kebijakan yang bisa disesuaikan dengan kondisi kebutuhan sekolah serta masyarakat.

Semisalnya jika permasalahannya adalah domisili pada kartu keluarga pasca mutasi tempat tinggal. Maka bisa mendaftarkan melalui jalur luar daerah yang telah disediakan.

“Dengan catatan sekolah masih memiliki daya tampung, dan telah menyerap peserta didik dari zonasi murni,” tutur Yanto. (dka/mer/cr2/gal/c)