25 radar bogor

Warga Gunungsindur Kembali Tuntut Penegakan Peraturan Jam Operasional Truk Tambang

Truk Kosong Masih Melintas Siang Hari
Tampak antrean truk tanpa muatan masih terlihat melintas di Jalan Raya Rumpin pada siang hari, akhir pekan kemarin.
Truk Kosong Masih Melintas Siang Hari
Pengoperasian truk tambang di Kabupaten Bogor, khususnya di wilayah Kecamatan Gunungsindur, Rumpin, dan Parungpanjang, sering diprotes warga.

GUNUNGSINDUR-RADAR BOGOR, Komunitas Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGJT) bersama warga tiga desa di Kecamatan Gunungsindur, Kabupaten Bogor, menuntut pemerintah agar melakukan penegakan peraturan jam operasional angkutan tambang.

“Kami dukung perjuangan warga Kecamatan Gunungsindur dalam penegakan jam operasional yang sering dilanggar pengusaha tambang dan pengusaha transporter atau armada (angkutan tambang, red),” kata Ketua AGJT, Junaidi Adi Putra seperti dikutif dari metropolitan.

Junaidi menegaskan, aksi ini dimulai dengan melakukan pemasangan beberapa spanduk tuntutan di berbagai tempat strategis. Berdasarkan masalah yang ditangani pemerintah selama ini, semuanya tidak membuahkan hasil, baik rencana jangka pendek maupun jangka panjang.

Dalam laporan hasil rapat koordi­nasi lanjutan pembahasan Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (MRLL) yang dijanjikan kepada masyarakat sampai saat ini tidak direalisasikan.

Akibatnya masyarakat di lima kecamatan yang jadi area terdampak tambang, masih diselimuti masalah yang telah mengakibatkan banyak menelan korban jiwa, kerusakan infrastruktur, penyakit ISPA serta kemacetan panjang.

Kondisi kemacetan yang terjadi setiap harinya akibat dari antrean truk-truk tambang yang parkir di ruas jalan umum seringkali mencelakai pengendara lain dan merugikan masyarakat sekitar.

“Kami menyadari masyarakat yang berjuang untuk menertibkan dan memberlakukan jam operasional pada pukul 20:00 sampai 05:00 WIB, seringkali dihadapkan dengan supir-supir truk tambang itu sendiri,” katanya.

Menurutnya, hal tersebut tidak lain merupakan upaya yang diandalkan perusahaan tambang dan perusahaan transporter yang menjadikan supir truk tambang sebagai tameng atau dalih untuk terus melanggengkan perusakan kelestarian alam secara besar-besaran demi merauk keun­tungan sebesar-besarnya.

“Para supir truk dan buruh tambang yang digaji dengan upah yang rendah seringkali diprovokasi oleh pengusaha-pengu­saha tambang dan pengusaha trans­porter untuk dapat dikendalikan se­bagai tameng dari perlawanan masy­arakat,” ujarnya.

Padahal supir truk tambang juga sangat dirugikan oleh pungutan biaya dari perusahaan maupun pungutan liar yang selama ini diacuhkan oleh aparatur negara. Maka dia menilai, sangat diperlukan persatuan rakyat untuk melawan ketimpangan dan ketidakadilan.

Menyikapi hal itu, kata Junaidi, maka AGJT menyerukan kepada berbagai masyarakat baik su­pir truk dan buruh tambang, pemuda maupun tokoh masyarakat untuk bergabung melawan ketimpangan dan ketidakadilan serta menolak se­gala bentuk uji coba jam operasional oleh BPTJ maupun kepala daerah.

“Kami juga mendesak Pemerintah untuk segera merealisasikan jalur khusus truk tambang dan jam opera­sional 20.00-05.00 WIB. Serta men­desak Pemerintah untuk memberan­tas pungutan liar di segala titik ke­pada supir truk tambang.” pungkasnya.(khr/b/els)