25 radar bogor

Warga Bogor Jadi Korban Penipuan Berkedok Cinta

Ilustrasi

BOGOR-RADAR BOGOR, Hati-hati saat memilih pujaan hati. Seperti yang dialami oleh Hartono (29).  Pria Kelahiran Bogor ini mengaku ditipu oleh calon pasangan hidupnya hingga ratusan juta.

Kepada kuasa hukumnya, pria yang tinggal di Jalan Ceremai Ujung Ruko, Kelurahan Bantarjati, Bogor Utara, Kota Bogor ini menerangkan peristiwa yang menimpanya.

Kuasa Hukum korban menjelaskan bahwa pihaknya kini tengah mengajukan bantuan hukum dan perlindungan hukum kepada Komisi Yudisial (KY) dengan berbagai dasar.

Dia menjelaskan, kronologi hubungan korban dengan kekasihnya bernama Maribeth sejak tahun 2013. Awalnya, hubungan mereka karena suka sama suka berdasarkan pengakuan keduanya. “Dalam percakapan via mail, mereka saling panggil sayang,” tukasnya.

Dipertengahan jalan, sang kekasih mengeluh atas kondisinya yang sulit. Karena harus memikirkan biaya rumah sakit Bibinya di luar negeri. “Kekasihnya minta klien kami untuk membantu pembiayaan hidup bibinya serta biaya pengobatan,” terangnya.

Meskipun ragu, sambungnya, kliennya mengabulkan permintaan kekasihnya dengan memberikan sejumlah uang. “Kurang lebih selama empat tahun klien kami mentransfer uang secara rutin ke rekening kekasihnya Maribeth,” tuturnya.

Jika ditotal, korban mengeluarkan uang lebih dari Rp 1 miliar atau Rp1.042.900.393. Tak cukup di situ, kekasihnya juga diminta memberikan ATM dan kartu kredit pribadinya untuk digunakan.

“Hartono sering kali mengingatkan serta menasehati agar kekasihnya tidak foya-foya. Tapi kekasihnya malah membanding-bandingkannya dengan mantan kekasihnya,” paparnya.

Merasa permintaannya terus dikabulkan, Maribeth juga meminta Hartono untuk menanggung biaya pendidikannya di universitas terkemuka. “Di tahun 2014, klien kami diminta membayar uang kuliah. Biaya masuknya saja Rp35 juta, dan biaya semester selama 3 tahun sekitar Rp 90 juta,” tukasnya.

Kilennya, memberikan apa yang dipinta pelaku karena keduanya sudah berkomitmen untuk menikah. Bahkan, kliennya telah mempersiapkan satu unit apartemen seharga Rp263.437.00 di Jakarta.

Apartment itu dibelinya dengan menggunakan nama Maribeth, sesuai permintaan kekasihnya. Menginginkan kekasihnya mandiri, korban memberikan modal usaha Rp170 juta sesuai permintaannya.

Namun, selama empat tahun menjalin hubungan, korban mulai merasakan keanehan. Sebab, intensitas petemuan perlahan-lahan dibatasi pelaku. “Maribeth selalu menolak saat dipinta bertemu,” terangnya.

Hingga pada 2017, korban tercengang dengan status kekasihnya yang sudah memiliki pasangan hidup dan memiliki satu orang anak. “Klien kami cek ke keluarga Maribeth dan ternyata benar,” pungkasnya.

Karena ulah pelaku, korban mengalami kerugian immateril Rp500 juta dan kerugian materil Rp495.337.000. Merasa telah dibohongi, korban meminta Maribeth untuk mengembalikan harta yang telah diberikan.

Namun, Maribeth enggan memberikannya. Makanya, korban menggugat Maribeth di PN Jakarta Barat, serta melaporkan tindakan penipuannya tersebut ke Polda Metro Jaya.

“Anehnya, gugatan yang teregister dengan perkara Nomor 170/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Brt yang kami layangkan per tanggal 15 maret 2018 baru diputuskan setelah 1 tahun lebih, yaitu pada tanggal 26 Maret 2019,” tandasnya.

Faktanya, selama proses persidangan pelaku maupun kuasa hukumnya tak pernah menjawab panggilan dari pengadilan. Padahal, sudah dipanggil secara sah dan dipanggil melalui media massa dengan biaya yang tidak sedikit.

“Harusnya pengadilan memutuskan perkara itu paling lambat lima bulan. Dan karena Maribeth selaku tergugat tidak pernah hadir dalam persidangan dengan demikian dalil-dalil gugatan Hartono tidak pernah dibantahkan kebenarannya, maka harusnya diputuskan Verstek, berdasarkan Pasal 125 HIR,” tegasnya.

Selain itu, bila tergugat tidak hadir setelah pemanggilan sah dan patut, harusnya dilakukan poses pemeriksaan tergugat secara kontradiktor. Al hasil, pada tanggal 26 Maret 2019, majelis hakim memutuskan perkara tersebut. Namun, putusan itu dianggap aneh dan mengecewakan.

“Setelah lebih dari satu tahun, Pengadilan memutuskan gugatan kami tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard). Itu sangat aneh dan mengecewakan,” terangnya.

Makanya, korban dengan kuasa hukumnya mengajukan permohonan bantuan dan perlindungan hukum pada Komisi Yudisial (KY) dan juga telah mengajukan Banding terhadap putusan PN Jakarta Barat.(mtr/pin)