25 radar bogor

Putusan Sesat PN Cibinong Belum Inkrah, Kasus Korban Pedofil Lanjut di Kasasi

Ilustrasi Perundungan
Ilustrasi Siswa SD di Cileungsi jadi korban perundungan

BOGOR-RADAR BOGOR, Meski pelaku diputus bebas, dua anak korban pedofil di Bogor masih memiliki asa.

Pasalnya, putusan bebas yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Cibinong terhadap pelaku pemerkosa itu, belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Kasus yang membuat Ketua PN Cibinong Lendriati Janis dan tiga majelis hakim dicopot itu, kini dilanjutkan di tingkat kasasi.

Wakil Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Bandung Arif Supratman mengatakan eks Ketua PN Cibinong Lendriati Janis dan tiga hakim yang menangani perkara dugaan kekerasaan seksual pada Joni (14) dan Jeni (7) -bukan nama sebenarnya-, tengah dimintai keterangan oleh Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung.

Meski perkara ini sudah diputus, Arif menilai kasus Joni dan Jeni belum memiliki kepastian hukum karena jaksa mengajukan kasasi.

“Perkara di Cibinong itu sampai sekarang masih kasasi. Artinya perkara itu belum punya kepastian hukum. Sehingga tidak bisa dijadikan bahwa itu putusan akhir,” ujarnya.

Terkait sanksi terhadap eks ketua PN Cibinong dan tiga majelis hakim, Pengadilan Tinggi Bandung menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah Agung. Sebab, pemeriksaan terhadap keempat orang masih dilakukan.

“Saya selaku pimpinan di PT Bandung, terkait sanksi ini nanti pemeriksa yang menentukan dan diajukan ke Mahkamah Agung, kalau saya tidak bisa menjawab,” tutur Arif.

Sebagai informasi, Joni (14) dan Jeni (7), adalah kakak-beradik biasa yang suka menghabiskan sore dengan bermain bersama tetangganya di kawasan Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor. Jeni suka bermain ke rumah teman sepantarannya, Alia, juga bukan nama sebenarnya.

HI (41), ayah Alia, suatu ketika melakukan perbuatan yang sama sekali tidak pantas: Ia memperkosa Jeni. Dan ini dilakukan berulang-ulang. Dia pertama kali melakukan itu sejak Jeni berusia empat tahun.

Kuasa hukum Jeni dan Joni, Uli Pangaribuan, mengatakan perkosaan mulai terkuak saat sang ibu menemukan hal aneh saban anaknya pulang ke rumah.

“Selepas main dari rumah tetangganya, ibunya sering menemukan kecurigaan, seperti pakaian (Jeni) terbalik,” kata Uli.

Kebejatan HI ternyata tak hanya kepada Jeni, tapi juga Joni. Ia disodomi. Joni pertama kali disodomi HI saat usianya masih 12 tahun.

Sama seperti adiknya, Joni juga diperlakukan demikian berkali-kali, terakhir pada Mei 2018. Joni adalah penyandang disabilitas intelektual.

“Pelaku memberikan uang Rp100 ribu kepada Joni dan mengatakan jangan bicara ke siapa-siapa,” ujar Uli seperti dilansir Tirto.

Kejanggalan lain yang juga tercium oleh orangtua Joni dan Jeni adalah dua anaknya itu kerap merasakan sakit saat buang air. Joni ketika buang air besar, dan Jeni saat buang air kecil. Orangtua Joni dan Jeni lantas membawa kasus ini ke Pengadilan Negeri Cibinong, Jawa Barat.

HI dituntut menggunakan Pasal 81 ayat 2 dan Pasal 82 nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak. Namun berdasarkan putusan hakim bernama Muhammad Ali Askandar pada sidang 25 Maret 2019, HI dinyatakan bebas.

Putusan tersebut diambil dengan alasan tidak adanya saksi yang melihat kejadian secara langsung. “Kami merasa ada yang aneh dalam proses persidangannya,” ungkap Uli, mengomentari putusan tersebut.

Setelah ditelisik lebih jauh, pihaknya lantas menemukan sejumlah kejanggalan. Pertama, terdakwa atau pelaku sudah mengakui perbuatannya. Selanjutnya, hasil visum juga menyatakan adanya hubungan seksual.

“Untuk pasal 81 dan 82, yang disampaikan oleh jaksa, itu sudah terpenuhi pembuktiannya karena ada visum yang membuktikan bahwa ada pemerkosaan,” jelas Uli.

Kejanggalan lain muncul sepanjang sidang. Joni dan Jeni tidak didampingi siapa pun, termasuk keluarganya sendiri. Di sisi lain, pelaku justru didampingi oleh pengacara yang jumlahnya dua orang.

Uli sudah mempertanyakan bagaimana hakim bisa membiarkan persidangan–yang korbannya masih anak-anak–tetap berjalan dalam situasi demikian.

Saat ini pelaku telah bebas. Ia tinggal di rumahnya semula. Dengan kata lain, korban dan pelaku masih tinggal dalam satu lingkungan.

Sementara itu, Kasi Intel Kejari Cibinong, Regi Komara memilih melanjutkan kasus dugaan kekerasan seksual Joni dan Jeni ke Mahkamah Agung (MA) melalui memori kasasi. Permohonannya sudah dimasukkan sejak Senin (22/4).

“Penilaian majelis hakim, kalau dari kami alat bukti lengkap, visum mendukung, keterangan saksi, petunjuk. Meski terdakwa sendiri tidak mengakui atas perbuatannya, artinya dia mengelak,” ujarnya kepada Radar Bogor.

Jika memori kasasi diterima, sambung Regi, otomatis MA akan mengoreksi putusan dari PN Cibinong namun tidak akan ada persidangan ulang.

“Dikoreksi saja. Jadi kalau tahapan upaya hukum ini sudah enggak ada sidang lagi, tapi berkas-berkas ini yang dikirim ke MA, hakim agung disana yang memeriksa berkas,” paparnya. (wil/tir/det)