25 radar bogor

Pasien Sakit Jiwa Salurkan Hak Pilih di RSMM Marzuki Mahdi, Satu Menolak Nyoblos

Petugas KPPS saat menjelaskan cara menyoblos kepada pasien sakit jiwa di RSMM Marzuki Mahdi. Nelvi/Radar Bogor

BOGOR – RADAR BOGOR, Dari ratusan pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM), tujuh orang bisa menggunakan hak pilihnya di Pemilu 2019.

Namun, dari tujuh orang itu hanya enam diantaranya yang menyalurkan hak pilih.

Satu orang diantaranya menolak memilih saat petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dari TPS 01, Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, mengingatkan kembali para pasien cara mencoblos agar sah dalam hitungan.

Kasubag Hukormas Prahardian Priatama mengatakan, ketujuh pasien yang bisa mencoblos masuk dalam kategori pasien tenang. Sebab selain memenuhi syarat tersebut, syarat administrasi juga telah terpenuhi. Yakni pengisian formulir A5 atau pindah pilih.

“Data yang masuk dan bisa menunjukkan KTP ada 50 orang, namun setelah diperiksa beberapa diantaranya tak terdaftar di DPT asal sehingga tersisa 30 orang, namun 23 diantaranya sudah pulang dibawa keluarganya maka yang tersisa nyoblos disini ada tujuh orang,” ujarnya kepada Radar Bogor usai menemani pasien mencoblos di Ruang Instalasi Rehabilitasi Psikososial RSMM.

Dari tujuh pasien yang siap mencoblos, satu diantaranya tiba-tiba menolak menggunakan hak pilihnya. Para perawat dan petugas tak memaksakan kehendak itu. Sehingga pasien dibawa kembali ke ruangan.

Karena kata Dian -sapaan akrabnya- berdasarkan surat dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) bahwa pasien yang boleh mencoblos tak perlu menggunakan surat keterangan sehat tetapi melihat dari kesiapannya.

“Makanya saat pasien menolak untuk mencoblos kita tak bisa memaksa, karena itu hak nya dia,” tutur Dian.

Total pasien yang tengah dirawat hingga hari ini sebanyak 350 orang. Mereka terdiri dari pasien akut dan pasien tenang. Pasien akut tak bisa mencoblos karena memang kondisinya belum stabil. Hal itu dikhawatirkan terjadi sesuatu. Apalagi pencoblosan menggunakan paku.

“Kalau yang akut dan pola pikirnya tidak mengerti kita tidak bisa memintanya untuk memilih karena belum bisa mengendalikan diri, khawatir chaos apalagi ada paku malah bahaya,” katanya.

Selain pasien ODGJ, sambung Dian, RSMM juga menyediakan TPS untuk pasien Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (Napza). Tercatat dari 56 pasien hanya 15 orang yang bisa menggunakan hak pilihnya.

“Jadi total pasien yang mencoblos di dua TPS kami ada 21 orang, enam orang pasien ODGJ dan 15 pasien Napza,” imbuhnya.

Sementara itu, Komisioner Divisi Hukum pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor Bambang Wahyu mengungkapkan, dari enam pasien ODGJ yang memilih hanya ada satu yang merupakan warga Kota Bogor. Sehingga bisa memilih di lima surat suara. Sementara yang lainnya hanya bisa memilih calon presiden dan DPD RI.

“Kalau berbeda provinsi hanya memilih presiden, kalau berbeda kabupaten/kota maka dapat memilih presiden dan DPD RI,” terangnya.

Menurutnya, partisipasi pasien ODGJ di RSMM di tahun ini menurun. Sebab pengalamannya di Pemili tahun 2014 terdapat 43 pasien yang bisa menggunakan hak pilihnya.

Menurutnya hal itu biasa karena beberapa hari sebelum pencoblosan para pasien di tes psikiatri terlebih dahulu untuk memastikan apakah bisa menggunakan hak pilihnya atau tidak.

“Jadi secara mental dan psikis sudah diperiksa terlebih dahulu. Kalau tidak memungkinkan tidak bisa menggunakan hak pilihnya,” terang dia.

Terkait TPS untuk pasien Napza, Bambang menerangkan bahwa sengaja dihadirkan karena tak mungkin pasien dibawa keluar. Dikhawatirkan terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Salah satunya kabur dari rehabilitasi.

“Pasien Napza sengaja kita jemput kesini karena mereka tidak mungkin keluar dikhawatirkan terjadi sesuatu yang tak diinginkan,” pungkasnya. (gal)