25 radar bogor

Seribu Dokter Spesialis Bakal Dikirim ke Daerah Terpencil, Segini Gajinya

Ilustrasi-Dokter
Ilustrasi

JAKARTA-RADAR BOGOR, Program wajib kerja dokter spesialis (WKDS) memang sudah digugurkan Mahkamah Agung pada 18 Desember lalu. Namun, program serupa akan tetap berjalan. Kemenkes telah menyusun regulasi baru yang sudah diserahkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).

Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) Usman Sumantri menjelaskan, Kemenkes ingin memenuhi kebutuhan dokter spesialis. Terutama di daerah yang tertinggal, terpencil, dan daerah perbatasan. Alasannya, wilayah-wilayah tersebut masih kekurangan dokter spesialis. Terutama lima spesialis dasar. Yakni, penyakit dalam, anak, kandungan, anestesi, dan bedah.

“Kami masih finalisasi payung hukum PDS (pendidikan dokter spesialis, Red),” katanya kemarin (5/4). Dia memperkirakan, aturan tersebut selesai pada akhir April ini. Sebab, saat ini sudah masuk fase harmonisasi di Kemenkum HAM.

Perbedaan WKDS dengan PDS adalah mengikat dan tidak. Pada program WKDS, dokter spesialis harus mau ditempatkan di daerah. Sedangkan PDS bersifat sukarela. Meski program WKDS sudah dihapus, 2.039 dokter spesialis yang dikirim untuk periode satu tahun tidak terpengaruh. Mereka tetap mengabdi di daerah hingga tenggat yang sudah ditentukan.

Untuk aturan baru itu, Usman menargetkan 1.000 dokter spesialis yang dikirim. Meski belum final di Kemenkum HAM, aturan itu, menurut dia, sudah bisa digunakan. Dalam kurun waktu 90 hari setelah menerima surat penghapusan WKDS, Kemenkes sudah bisa mendistribusikan dokter. “Kompetensi dokternya sama dengan WKDS,” tuturnya.

Ketika disinggung soal gaji, Usman menjelaskan bahwa insentif yang diterima peserta WKDS tidak sedikit. Mereka yang ditempatkan di daerah terpencil menerima insentif dari pusat Rp23 juta hingga Rp30 juta per bulan. “Itu belum yang diberikan pemerintah daerah,” katanya.

Dokter spesialis yang ditempatkan di daerah pedalaman Papua, menurut Usman, bahkan bisa menerima total insentif sekitar Rp 100 juta sebulan. “Itu dari pemerintah pusat dan daerah,” katanya.(JPC)