25 radar bogor

Pengadaan Soal Ulangan Rp27.500 per Siswa Diklaim Sudah Sesuai, Kadisdik : Saya Kurang Tahu Persis

Kepala Disdik Kota Bogor Fahrudin

BOGOR – RADAR BOGOR, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Kota Bogor Taufan Hermawan angkat bicara terkait biaya pengadaan soal ulangan Rp27.500/siswa. Menurut dia, nominal tersebut sudah sesuai Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).

Dimana itu mencakup pembuatan naskah oleh guru-guru pilihan, pembinaan pembuatan naskah dan pembayaran pajak sebesar 11,5 persen dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). “Termasuk pendistribusian soal yang telah dicetak oleh percetakan,” ujarnya kepada Radar Bogor.

Dalam pembuatan soal ulangan, pihaknya melibatkan 139 guru penulis yang masing-masing mendapat honor Rp300 ribu. Selain untuk guru penulis, honor juga diberikan kepada pengawas pembina. Dengan catatan jika pembinaan dilakukan diluar jam kerja. Biaya lain juga untuk pengeditan dari pengawas jika ada kesalahan.

“Jadi biaya Rp27.500 itu digunakan untuk semua itu. Baik berupa biaya konsumsi, honor penulis soal dan pengawas kalau diluar jam kerja,” imbuhnya.

Ada beberapa mekanisme yang dilalui sebelum soal dibuat dan didistribusikan. Taufan memaparkan, pertama dilakukan pembinaan oleh pengawas kepada guru untuk semua mata pelajaran. Disana akan dibuat analisis kurikulum, pembuatan kisi-kisi, pembuatan master soal, pembuatan bank soal, sampai pada akhirnya pembuatan soal.

Kemudian soal tersebut diperiksa kembali mutunya agar tak ada kesalahan dalam bidang keilmuan oleh pengawas pembina. Kemudian dilakukan cetak edit sebelum dikirim ke percetakan untuk memastikan tak ada kesalahan. Setelah itu dikirimkan ke percetakan.

“Ada delapan proses yang kita lalui, nanti dua minggu dicetak setelah selesai di distribusikan ke K3S kecamatan untuk didistribusikan lagi ke masing-masing sekolah.” tuturnya.

Dia memgimbuh dalam petunjuk teknis (juknis) pengadaan soal yang diatur dalam Permendikbud, bahwa pembuatan soal ulangan dilakukan oleh guru kelas di masing-masing sekolah.

Namun itu hanya untuk ulangan harian dan ulangan bulanan. Sedangkan ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir sekolah (UAS) diperbolehkan melalui kegiatan gugus atau di delegasikan ke kecamatan, bahkan kota untuk menyamakan persepsi dan standar kota.

“Landasannya ada di aturan penilaian. Juknisnya juga ada. Bahkan kita tidak gegabah karena Rp27.500 sama se-Kota Bogor. Kalau mau membuat sendiri (soal ulangan) juga tidak jadi masalah asalkan memiliki standar yang sama dengan apa yang ditetapkan di kota,” terangnya.

Kemudian, sambung dia, pada juknis juga boleh dicetak tak hanya di fotokopi. Sebab kalau fotokopi maka sudah menjadi soal ulangan. Makanya pengadaan yang dilakukan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) membutuhkan biaya besar sebab melalui proses yang panjang tadi.

Walaupun Taufan tidak menampik biaya pengadaan soal akan lebih murah jika di-fotocopy. Dengan biaya penggandaan Rp250/lembar dikalikan empat lembaran soal ulangan. Maka setiap soal ulangan/mata pelajaran hanya membutuhkan biaya Rp1.000. Jika ada sembilan mata pelajaran yang diujikan. Maka dalam setiap ulangan hanya dibutuhkan biaya Rp9.000 untuk pengadaan soal.

“Kalau hitung-hitungannya seperti memang murah. Tapi sebenarnya proses jadi soalnya itu ada yang tidak terhitung. Karena ada biaya orang (honor), lalu biaya pembinaan, pengoreksian sehingga menjadi soal yang valid untuk siap diujikan,” jelasnya.

Terkait pengadaan soal melalui percetakan dia membenarkannya. Namun itu hak masing-masing sekolah untuk memilih percetakannya berdasarkan kesepakatan.

Jadi tidak ada pengkoordinasian dari MKKS. Bahkan, kata dia, percetakannya pun tidak hanya satu. Tetapi empat yang tersebar di Bogor, Bekasi dan beberapa daerah lain tergantung keinginan sekolah.

“Semua pembayarannya juga tidak langsung tetapi berdasarkan aturan dibayar secara non tunai. Jadi kami tidak menerima uang. Apalagi sekolah juga tidak diperbolehkan untuk memegang dana,” terangnya.

Menurut dia, anggaran pengadaan soal ulangan Rp27.500/siswa bisa saja ditekan lebih murah asal menghilangkan pajak atau mengurangi honor guru pembuat soal dan tak menyediakan konsumsi dan transport untuk perjalanan ke sekolah tempat pembinaan yang berganti-ganti .

“Namun yang mungkin paling bisa ditekan yaitu, menghilangkan pajak. Kalau ditekan yang buat soal Rp100 ribu (biaya honor) pasti tidak mau karena membuat soal itu susah. Belum lagi konsumsi, perjalanan ke tempat tujuan pembinaan dan konsekuensi meminjam sekolah untuk pembinaan harus membayar kebersihan dan segala macam,” jelasnya.

Dia menjamin bahwa anggaran yang digunakan telah sesuai aturan. Sebab sebelum dilaksanakan telah di asistensi oleh Manajer BOS dari Dinas Pendidikan (Disdik) dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

“Kalau seandainya sudah ada pengalokasian tentang penggunaan dana di dalam RKAS kan kita sudah di audit. Kenapa harus disalahkan lagi menggunakan dana ini? Bahkan kalau kurang dari yang kita gunakan kita celaka, kalau lebih juga tidak bisa,” katanya.

Terkait plesiran sejumlah pengawas ke Thailand saat ini, Taufan memastikan tak ada anggaran BOS yang dialokasikan kesana. Dia berani bertanggung jawab bahwa mereka yang berangkat menggunakan uangnya sendiri yang disisihkan dari gajinya perbulan

. “Kalau dihitung-hitung transportasinya hanya Rp4,2 juta, yang jelas tidak ada uang negara untuk pribadi apalagi untuk jalan-jalan, saya tanggung jawab kalau ada itu,” tegasnya.

Sementara, Kabid SD pada Disdik Kota Bogor Maman Suherman mengaku tak mengetahui darimana sumber angka Rp27.500. Sebab pengadaan soal ulangan urusan masing-masing sekolah.

Disdik kata dia, hanya menyampaikan pembinaan kepada masing-masing sekolah bagaimana mengelola sekolah sesuai standar. Baik itu, perencanaan pembelajaran, pengelolaan program sekolah hingga evaluasi.

Disdik menurut dia sama sekali tak boleh mengintervensi terkait ulangan siswa. Karena kepentingan ulangan berdasarkan kurikulum 2013 dan di kurikulum 2006 merupakan kewenangan

sekolah. “Itu terserah mereka mau gabung ke K3S atau pisah. Tapi kan mereka (sekolah) juga ingin memiliki standar yang jelas, maka harus ada kebersamaan. Mungkin itu saja,” ungkap Maman.

Jika SD di Kota Bogor memiliki standar, kata dia, maka masing-masing sekolah dapat bersaing dengan sehat. Jika soal dan materi ulangan sama maka sekolah bisa mengevaluasi hasilnya apakah ada di para siswa atau di sekolah. Jika terjadi di siswa maka sekolah harus memiliki program inovasi kedepan.

“Penggadaan soal bukan dari kami (disdik). Karena akan mengebiri sekolah. Hanya saja kita harus memiliki standar sehingga bisa bersaing dengan daerah lain,” tuturnya.

Disisi lain Kepala Disdik Kota Bogor Fahrudin justru mengaku kurang mengetahui adanya biaya pengadaan soal ulangan yang dipungut di sekolah dasar. Karena itu masuk ke ranah operasional. “Saya kurang tahu persis karena itu di sekolah,” ucapnya.

Namun prinsipnya, kata dia, ulangan yang diselenggarakan menggunakan dana BOS. Karena ada standar penilaian dan standar Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang harus didanai. Penggunaan uangnya juga sesuai dengan RKAS yang sudah melalui proses panjang.

“RKAS itu prosesnya panjang, kepala sekolah dan guru menggunakan patokan itu untuk melakukan operasional pendidikan,” bebernya.

Terkait pengadaan soal, kata Fahmi -sapaan akrabnya-, bisa dilakukan dengan cetak sendiri jika sekolah memiliki mesin pencetak, lalu di fotokopi jika itu aman dan terjamin kerahasiaannya serta boleh juga di cetak bersama di tingkat K3S.

“Yang penting prinsip menjaga kerahasiaan kemudian kriteria penyusunan dan perakitan soal mengikuti aturan yang ada,” jelasnya. (gal/dka/d)