25 radar bogor

Polemik Makam Kramat Cigombong, Pengamat : Tak Bisa Klaim Cagar Budaya

Halangi Pemindahan Jenazah KetuaRW Ciletuh Hilir Dipanggil Polres Bogor
Pemindahan Makam Keramat Kampung Ciletuh Hilir yang dibantu oleh aparat dihadang warga, 23 Januari lalu.

CIGOMBONG-RADAR BOGOR, Permasalahan Makam Keramat Ciletuh, Kampung Ciletuh Hilir, Desa Wates Jaya hingga detik ini masih jadi perbincangan hangat. Kali ini datang dari pengamat hukum tata negara, Mihradi.

Menurutnya, setiap kepemilikan lahan itu ada dokumen dari lahan tersebut. Artinya, sertifikat atau girik bisa menjadi alat untuk menunjukan identitas kepemilikan.

“Perusahaan bersangkutan harus menunjukan surat itu. Bagaimana status kepemilikannya,” paparnya.

Berkaitan dengan makam keramat yang diklaim warga, sambung Mihradi, agar makam tersebut bisa dikatakan sebagai cagar budaya, maka harus ada penetapan dulu dari kepala daerah.

“Jadi kalau tidak ada penetapan, itu tidak bisa dilindungi. Atau tidak bisa diaku sebagai cagar budaya tanpa penetapan pemerintah,” jelasnya.

Ia mengatakan, dasar historis yang dimilik warga juga belum bisa dikatakan kuat. Pasalnya, harus ada dokumen hukum yang memperkuat.

“Itu tetap ada keputusan dari instansi, yang menyatakan itu cagar budaya, selama itu belum ada, maka itu belum bisa di klaim,” ucapnya.

Untuk kejelasan lahan, Mihradi menyarankan, warga bisa mengajukan permohonan informasi kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Permohonan tersebut juga dilindungi undang-undang keterbukaan publik nomor 14 tahun 2018.

“Jadi BPN harus meladeni warga tentang status tanah yang jadi sengketa,” beber Mihradi.

Ketika BPN tidak mau, sambung dia, maka pihak BPN bisa disengketakan kepada Komisi Informasi. Pasalnya, kejelasan tersebut merupakan hak informasi publik.

“Dan ketika terbukti bahwa warga dan perusahan bersangkutan tidak memiliki bukti kepemilikan lahan. Maka negara harus bertindak,” pungkasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Tim Sembilan Bintang selaku kuasa hukum warga, Anggi Triana Ismail mengatakan, permasalahan hukum yang berdampak pada sosial kemasyarakatan telah berwujud buram.

Dimulai dengan adu domba lahan makam keramat hingga tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) yang diduga belum berijin. Akibatnya dari sengketa itu, ribuan warga telah mengadu kepada Komisi II dan III DPR RI.

Adapun alasan warga Ciletuh melakukan aksi hingga ke Istana Negara, beberapa waktu lalu. Lanjut Anggi, tidak lain warga menutut adanya respon dari Muspida dan Muspika untuk turun tangan guna menyelesaikan permasalahan tersebut.

“Tapi hadirnya Muspika justru tidak memberikan solusi, tapi sebaliknya malah membuat keadaan lebih buruk,” katanya.

Ia menuturkan, ratusan masyarakat kini khawatir akan tidak adanya perlindungan secara konstitusi. Bahkan, permohonan wakaf untuk lahan makam telah dibuat susah.

“Permohonan surat lainnya susah. Padahal sifatnya pelayanan publik tapi tidak di fasilitasi. Ini menanbah catatan buram pelayanan publik,” ungkapnya. (drk/c)