25 radar bogor

Caleg Peraih Suara Terbanyak Tak Mampu Kuasai Seluruh Dapil di Bogor

Simulasi Pileg 2019 Radar Bogor
Warga saat mengikuti Simulasi Pileg 2019 yang digelar Radar Bogor.

BOGOR-RADAR BOGOR, Simulasi pencoblosan surat suara Radar Bogor untuk pemilihan calon legislatif DPRD Provinsi Jawa Barat mengungkap banyak fenomena politik di masyarakat. Salah satunya terkait persebaran dominasi suara.

Tak semua caleg peraih coblosan suara terbanyak mampu menguasai seluruh dapil. Nurita Aprilia Dewi misalnya. Caleg Partai Amanat Nasional (PAN) ini berhasil unggul secara keseluruhan perhitungan. Namun, tak semua daerah pemilihan (dapil) dia dominasi.

Nurlita hanya mampu menguasai satu dapil yakni Dapil VI yang meliputi Kecamatan Rancabungur, Kemang, Parung, Bojonggede, Ciseeng, Gunung Sindur, dan Tajur Halang. Di Dapil tersebut Nurlita mendapat coblosan suara sebanyak 18,29 persen. Torehan itu berbeda jika melihat hasil coblosan surat suara di Dapil II dan V. Di dua dapil itu, Nurlita hanya mampu meraih 5,66 persen dan 8,05 persen.

Dapil II juga menjadi daerah yang perlu digarap lagi oleh mantan calon Walikota Bogor 2018, Achmad Ru’yat dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ru’yat, hanya mendapat suara 3,32 persen di Cileungsi, Gunung Putri, Sukamakmur, Jonggol, Cariu, hingga Tanjungsari.

Namun, Ru’yat banyak dipilih di dapil III yang meliputi Ciawi, Megamendung, Cisarua Caringin, Cijeruk, Cigombong, dan Tamansari dengan 7,56 persen suara. Torehan suara itu membuatnya duduk di posisi kedua dibawah Nurlita dengan 2,61 persen.

Adik Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon yakni Ricky Kurniawan tak jauh berbeda. Dia juga melempem di Dapil II dengan hanya memperoleh 5,27 persen. Dukungan untuk Ricky melambung di di Dapil 4 yang meliputi kecamatan Ciomas, Dramaga, Ciampea, Rumpin, Tenjolaya, Pamijahan, dan Cibungbulang dengan 6,20 persen.

Beralih ke Dapil VII Kota Bogor. Caleg dari Gerindra, Ibnu Ariebowo Kusumo juga tak mampu mendominasi suara di semua dapil. Meskipun, dirinya unggul secara komulatif. Radar Bogor menyatat, Ibnu hanya unggul di Dapil V Tanah Sareal dengan memperoleh 7,96 persen. Sisanya, Dapil I dengan 3,42 persen, Dapil II 3,33 persen, dan Dapil IV sebesar 3,80 persen.

Sedangkan caleg PDI Perjuangan, Rudy Harsa ada di urutan kedua, mampu menjadikan Dapil II Bogor Utara menjadi kantong suaranya. Dia meraih 2,77 persen di sana. Sementara Dapil I, Rudy hanya dapat 2,63 persen dan Dapil IV hanya dengan 2,71 persen.

Politisi PDI Perjuangan lainnya sekaligus Ketua DPRD Kota Bogor, Untung Maryono menandakan posisi ketiga perolehan suara terbanyak. Untung menang tipis di Dapil 5 Tanah Sareal dengan 3,98 persen. Sementara di dua dapil lainnya seperti Dapil 4 sebesar 2,71 persen dan Dapil 3 Bogor Selatan dengan 2,57 persen.

Masih lemahnya caleg di beberapa dapil memang memperketat persaingan. Para tokoh yang sudah memiliki nama di basis massa-nya masing – masing jadi andalan mereka. Begitu juga yang dikatakan mantan Wakil Bupati Bogor, Karyawan Faturahman.

Caleg provinsi dari PDI Perjuangan mengatakan memang cukup sulit merumuskan hasil untuk Pemilu serentak di 2019 ini. Menurutnya, agak sulit mengukur hasil pilihan masyarakat jika disandingkan dengan Pemilu lansung.

“ Berbeda, tidak bisa di generalisir, tiap dapilnya sulit. Pengalaman pertama kita, caleg baru mungkin juga caleg lama fokus memenangkan capres-nya. Caleg baru juga belum memiliki hubungan emosioinal. Namun ada dominasi caleg baru di provinsi bisa saja terjadi,” ujarnya pada Radar Bogor kemarin (26/2).

Menurut pria yang akrab disapa Karfat ini, jenjang caleg yang maju ke provinsi bukan berarti murni utusan partai. Sementara, caleg provinsi biasanya juga bukan berangkat dari bawah, begitupun soal basis massanya.

“ Nah namun biasanya caleg petahana minimal punya basis massa, bisa reses mengambil kantong massa. Kalau caleg baru tidak punya pengalaman itu, baru menjanjikan, kurang dapat pasar yang laku itu yang membawa sesuatu,” bebernya lagi.

Hal yang sama juga dikemukakan caleg DPRD Provinsi Jawa Barat Dapil VII Kota Bogor, Rudy Harsa dari PDI Perjuangan. Menurutnya, pertarungan legislatif yang sebenarnya justru ada di tingkat provinsi. Dimana dari ratusan caleg, hanya beberapa yang terpilih saja.

“ Dari segi gengsi juga sebenarnya ada di provinsi. Semua caleg berlomba ingin tidak mengalami kekalahan pada partainya. Tidak ada konotasi senior maupun junior. Dengan pemahaman masing – masing ke bawah, masyarakat yang menilai siapa yang layak untuk dia pilih,” terangnya.

Dinamika yang ditimbulkan, masih kata Rudy, memang berbeda dengan pertarungan legislatif di tingkat pusat maupun daerah. “ Bisa terlihat dari ketatnya persaingan. Caleg harus kerja keras secara rasional,” tambahnya.

Pun dengan yang dikatakan Caleg DPRD Provinsi Dapil 6 Kabupaten Bogor, Achmad Ru’yat. Politisi PKS ini harus melewati seleksi ketat untuk mendapat tiket caleg di tingkat provinsi.

Semua calon, menghadirkan program dimana menghadirkan kesejahteraan yang sama untuk seluruh rakyat Jawa Barat. Bukan hanya bicara kota maupun kabupaten Bogor.

“ Analisa kompetisi yang ada, dikembalikan ke pilihan masyarakat. Semuanya bekerja sama untuk bisa menghadirkan program dan pilihan,” kata dia.

Persaingan ketat dalam kompetisi ini juga menjadi evaluasi bagi seluruh calon. Terutama dari hasil simulasi yang disampaikan, hal itu menjadi acuan dan pertimbangan masyarakat untuk memilih.

“Orang yang masuk ke dunia politik sudah menyiapkan mental. Untuk katakanlah menerima semua keputusan hak publik. Yang menjadi raja pesta demokrasi ini masyarakat,” sambungnya. (dka)