25 radar bogor

Banyak Calon Anggota DPD RI tak Dikenal Publik, Ini Penyebabnya

Ilustrasi Suasana Rapat Paripurna DPD RI

BOGOR-RADAR BOGOR, Rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap keberadaan para Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berdasarkan hasil Simulasi Pileg 2019 DPD RI yang digelar Radar Bogor, mendapat perhatian serius dari para pengamat politik.

Simulasi Pileg 2019 DPD RI, Hanya 4 Calon Raih Suara di Atas 5 Persen, Sisanya Tak Dikenal Publik Bogor

Seperti yang disampaikan Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro. Ia menilai meskipun sudah lama berdiri, keberadaan DPD belum membumi seperti DPR dikenal masyarakat. Memang tidak mudah menyosialisasikan DPD ketika nama-nama seperti DPR dan MPR lebih populer. Selain kesulitan nama, konstitusi juga tidak memberikan kewenangan cukup kepada DPD.

“Tidak hanya diberikan fungsi pengawasan. Menurut saya, paling tidak DPD punya fungsi legislasi yang ada. Sehingga kalau ada aspirasi dari daerah itu ada UU yang memayunginya,” katanya.

Walaupun sebenarnya Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) sudah memfasilitasi penguatan DPD setelah judicial review 2013 yang lalu.

“Judicial Review itu sudah dilakukan tetapi (fungsinya) belum maksimal dilakukan DPD. Belum ada senator yang bertalenta tinggi. Dari waktu ke waktu seharusnya (DPD) ada peningkatan kualitas,” ungkapnya.

Pengamat Politik sekaligus Direktur Democracy and Elektoral Empowerment Partnership (DEEP), Yusfitriadi juga mempunyai pandangan yang sama. Dia menjelaskan dari 50 calon DPD dapil Jabar sama sekali tidak ada yang populis. Bahkan masyarakat sangat minim pengetahuannya tentang DPD. Jangankan informasi detail, sampai pada nama calon pun masyarakat sangat minim yang mengenal DPD.

Menurutnya, kondisi itu disebabkan oleh beberapa faktor. Seperti Pemilu serentak dengan Pileg. Hal itu yang menyebabkan akhirnya masyarakat lebih fokus ke isu Pilpres. Jangankan untuk calon DPD, masyarakat juga seakan tidak peduli terhadap caleg walaupun alat kampanyenya bertebaran dimana – mana. Lalu, sosialisasi calon DPD yang lemah. Baik yang dilaksanakan oleh KPU maupun mandiri,” kata dia.

Kelembagaan DPD juga dianggap tidak seksi. Sangat sedikit sekali masyarakat yang mengenal kelembagaan DPD apalagi ketika dihubungkan dengan fungsi dan perannya. Sehingga suasana kontestasinya pun sangat hening. “Dalan beberapa kasus, kampanye DPD juga dilaksakan di last minute, baik melalui pesan berantai, pesan di medsos, maupun pesan – pesan melalui kader ,” tukasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor, Samsudin mengatakan rendahnya pengenalan publik kepada calon senator terjadi karena beberapa sebab. Seperti jumlah calon yang terlalu banyak, wilayah dapil yang terlalu luas dan tim kampanye yang tidak merata di setiap daerah. Dari total 50 calon anggota DPD yang ada, hanya 28 calon yang mengambil APK di KPU Kota Bogor.

Padahal kami sudah memfasilitasi APK (alat peraga kampanye) dengan mencetak sepuluh spanduk tiap calon. Akan tetapi dari 50 calon, tidak semua yang mengambil APK,” beber Samsudin.

Komisioner KPU Kota Bogor, Bambang Wahyu menambahkan, kuota kursi yang diperebutkan 50 calon senator Jawa Barat hanyalah empat kursi.

Dia pun tak menampik bahwa dinamika Pileg DPD lebih sepi dari pada Pileg DPR maupun Pilpres. Kondisi itu sudah terlihat sejak masa kampanye dimulai. Baik pemasangan APK atau pertemuan tatap muka serta pertemuan terbatas cenderung sepi.

Padahal, fasilitasi kampanye semuanya sudah disediakan KPU. Senada diungkapkan Komisioner KPU Kabupaten Bogor, Herry Setiawan. Dia menilai sosialisasi calon anggota DPD memang kurang greget. (dka/d)