25 radar bogor

Beredar Seruan Agar Tidak Memfasilitasi Perayaan Imlek di Bogor, STS : Jangan Diladeni

Sugeng Teguh Santoso saat diwawancarai awak media.

BOGOR-RADAR BOGOR, Menjelang perayaan Cap Go Meh tahun ini yang dijadwalkan berlangsung 19 Februari 2019, beredar seruan agar Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor tidak memfasilitasi acara tersebut.

Edaran itu dikeluarga oleh Forum Muslim Bogor (FMB) pada 23 Januari 2019 lalu. Sontak edaran tersebut menuai respon dari publik. Salah satunya datang dari Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia atau PERADI, Sugeng Teguh Santoso (STS).

Dalam keterangan tertulisnya, ia meminta Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor tidak boleh tunduk pada kelompok Intoleran.

Hal itu kata dia memperhatikan beberapa ketentuan hukum, pertama UUD 195, pasal 28E ayat 1; “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan da pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaran ….. ”

Pasal 29 ayat 2 ; Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Kemudian Konghucu sebagai agama adalah diakui berdasarkan Penpres No. 1/PNPS / 1965 serta UU No 5 tahun 1969 ;

Perpres No. 6 tahun 2000 tentang pencabutan Inpres No. 14 tahun 1967 tentang agama , kepercayaan dan adat istiadat Cina.

Serta pasal 28 J UUD 1945 ayat 1 ; setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pasal 28 I ayat 4; Perlindungan , pemajuan , penegakaan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah.

Berdasarkan beberapa ketentuan hukum itulah, STS menyampaikan pernyataan sikap bahwa, hak memeluk agama dan keyakinan serta menjalankan agama adalah hak asasi manusia yang melekat sebagai pemberian Tuhan Yang Maha Kuasa yang wajib dipenuhi dan tidak dapat dikurangkan dalam kondisi apapun, termasuk warga penganut Kong Hu Cu.

“Seruan Forum Umat Muslim tersebut adalah bentuk pelanggaran atas konstitusi, pernyataan sikap intoleransi terbuka dan tekanan pada Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor untuk mengajak pada sikap intoleran,” kata STS.

Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor, lanjutnya dalam posisi sebagai pemegang mandat negara di daerah harus menolak dan tidak meladeni seruan FMB karena pemerintah punya kewajiban melindungi dan menegakkan hak-hak pemeluk Kong Hu Cu untuk merayakan Imlek dan Cap Go Meh yang menjadi keyakinannya;

“Secara khusus saya mengingatkan Walikota Bogor agar tidak meladeni seruan FMB dan sebaliknya harus memfasilitasi warga kota Bogor untuk terlaksananya Imlek dan Cap Go Meh yang sudah menjadi agenda budaya di Bogor. Jangan terulang kembali sikap intoleran institusional yang menciderai hak menjalankan keyakinandn agama seperti kasus larangan perayaan Asyura 2015,” pungkasnya.

Sementara itu dalam pertemuan di Balaikota, Senin (28/1/2019) Sekretaris FMB, Sukirman Abdul Syukur mengatakan, imbauan itu berawal dari keresahan beberapa tokoh-tokoh muslim di Kota Bogor terhadap acara CGM.

Dia menilai, sebagian ummat Islam banyak yang belum memahami bahwa substansi kegiatan adalah acara keagamaan. Apalagi, ia menegaskan, selama ini mayoritas peramai, penyaksi, dan penikmat acara tersebut dari kalangan muslim.

“Sebenarnya, kami tidak dalam rangka melarang perayaan Cap Go Meh. Yang kami pertegas dalam edaran tersebut adalah ummat Islam tidak boleh merayakan, mengikuti, dan menghadiri acara itu. Minggu lalu, kami juga sudah bahas ini matang-matang dengan tokoh lintas agama, budayawan, dan juga perwakilan Disparbud,” katanya.

Dia menyesalkan, jika ada yang mengatakan bahwa CGM merupakan acara budaya. Sedangkan, banyak momen yang dapat dimanfaatkan untuk menaikan event kebudayaan, semisal hari jadi Bogor (HJB). “Yang saya lihat, pemerintah kurang memperhatikan HJB,” kata Syukur. (*/ysp)