25 radar bogor

Pembak Larang Izin Pembangunan Klaster, Pengembang Perumahan Keberatan

Ilustrasi Perumahan Kluster

CIBINONG-RADAR BOGOR, Kebijakan baru Pemkab Bogor mengenai larangan perumahan klaster menuai polemik. Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengaku keberatan jika perumahan dengan luas lahan di bawah 2.500 meter persegi itu tak lagi dibolehkan dibangun di Bumi Tegar Beriman.

Ketua Apersi Jabar Korwil Bogor Raya, Achmad Yani Hasim menjelaskan bahwa pihaknya sempat diajak dalam rapat dengar pendapat untuk pembahasan Peraturan Daerah (Perda) Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Saat itu, ia mengusulkan agar ada regulasi yang jelas untuk perumahan klaster.

Pasalnya, hingga saat itu memang belum ada regulasi yang jelas menganai perumahan klaster yang mayoritas memiliki luasan tidak lebih dari 2.500 meter persegi. “Kalau di bawah 2.500 meter gak boleh kasihan juga. Yang mau beli siapa,” ungkapnya kepada Radar Bogor, kemarin (21/11).

Karena belum ada regulasi mengenai perumahan klaster, menurutnya proses penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) saat itu hanya sampai pada tingkat kecamatan. Seiring berjalannya waktu, mayoritas Camat menolak untuk menerbitkan IMB karena belum ada payung hukum yang jelas.

“Selama ini IMB-nya di kecamatan yang di bawah 2.500 meter. Tapi berdasarkan Perda itu di bawah 2.500 meter itu tidak diatur. Jadi yang disebut perumahan itu dengan tanah di atas 2.500 meter,” terangnya.

Untuk itu, Achmad meminta Pemkab Bogor semestinya menerbitkan regulasi mengenai perumahan klaster. Mengeluarkan larangan dianggapnya tak membuahkan solusi. “Usul dari kita yang 2.500 meter itu dibuat Perdanya. Jadi dipastikan buat IMB nya di kecamatan atau di mana,” kata Achmad.

Seperti diberitakan sebelumnya, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor mulai pertengahan tahun ini melarang adanya pembangunan Perumahan Klaster.

Larangan tersebut merupakan buah dari hasil kajian DPKPP tahun lalu. Tercatat, ada 344 perumahan cluster di Kabupaten Bogor. Kepala DPKPP Kabupaten Bogor, Lita Ismu menjelaskan bahwa mayoritas dari perumahan cluster yang sudah terdata itu bermasalah. “Sulit aksesbilitas, karena kan kadang bikin gerbang sendiri sisanya dipager. Tidak terintegrasi dengan lingkungan,” jelasnya kepada Radar Bogor belum lama ini.

Tak hanya itu, rata-rata perumahan cluster yang ditunjau, jalan lingkungannya hanya selebar lima hingga enam meter. Belum lagi, sekitar 60 persen kondisi drainesenya buruk. Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum (Fasos Fasum) juga menjadi hal yang jarang ditemui di Perumahan Cluster. Pemicunya, dianggap Lita karena pemilimnya tidak paham mengenai peraturan dan ketentuan perizinan.

Hasil kajian yang ia lakukan lantas disodorkan pada Bupati Bogor, Nurhayanti. Alhasil, tahun ini larangan membuat perumahan cluster masuk dalam Peraturan Daerah (Perda) Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). “Jadi mulai sekarang tidak ada lagi cluster, kecuali yang nakal. Pertengahan 2018 ini sudah tidak boleh,” ungkap Lita.(fik/c)