25 radar bogor

Anak Usaha SOCI Berpotensi Masuk Daftar Hitam Rekanan Pertamina

ilustrasi kapal tangker (Dok. JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR Anak Usaha PT Soechi Lines Tbk (SOCI) yang bergerak dibidang pembangun kapal yakni PT Multi Ocean Shipyard (MOS) berpotensi masuk daftar hitam rekanan PT Pertamina. Pasalnya, MOS telah dua kali menunda penyerahan tiga kapal pengangkut minyak dan gas pesanan perusahaan pelat merah tersebut.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Indonesian Resources (IRESS), Marwan Batubara di Jakarta, Rabu (26/9).

“Bisa saja ( MOS) masuk daftar hitam, tapi harus dikenakan denda dulu atas terkerlambatan penyerahan kapal,” katanya.

Dia menjelaskan, keterlambatan penyerahan kapal pesanan itu berpotensi merugikan keuangan PT Pertamina dan masyarakat pengguna jasa angkutan tersebut juga terganggu akibat pasokan BBM (Bahan bakar Minyak) terganggu.

“Jika tidak ada ganti kapalnya maka akan mengganggu rantai pasokan BBM,” jelas Marwan.

Seperti yang dikutip dari Laporan Keuangan Auditan Soechi, MOS sedang membangun 3 kapal tanker untuk PT Pertamina (Persero), 1 kapal perintis untuk Satuan Kerja Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas Angkutan Laut Pusat dan 2 kapal kenavigasian untuk Satuan Kerja Pengembangan Kenavigasian Pusat.

Konstruksi masih ditengah jalan, dengan persentase kemajuan konstruksi tiga kapal tanker sebesar 98,18 persen, 71,08 persen dan 61,20 persen dan kapal perintis sebesar 88,29 persen serta kapal kenavigasian telah selesai namun belum diserahkan.

Perjanjian dengan Pertamina malah sudah diperpanjang hingga dua kali dikarenakan PT Multi Ocean Shipyard tidak dapat menyelesaikan pembangunan kapal tepat waktu.

Dalam perjanjian awal, penyerahan kapal seharusnya terjadi pada tanggal 7 Juni 2015 dan 7 Mei 2016. Ketiga perjanjian tersebut kemudian diperpanjang sampai dengan 31 Mei 2017, yang kemudian diperpanjang lagi hingga 30 Mei 2019.

Padahal, satu-satunya pemesan swasta, PT Lautan Pasifik Sejahtera, yang merupakan pihak terafiliasi malah membatalkan kontraknya dengan MOS karena kapal yang dipesan telah molor bertahun-tahun.

Sementara itu, Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 mengenai Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan, Penyedia Barang/Jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak karena kesalahan PenyediaBarang/Jasa, dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu per seribu) dari nilai Kontrak atau nilai bagian Kontrak untuk setiap hari keterlambatan. Denda tersebut, jika dikalkulasi akan mencapai angka puluhan juta dolar.

Asal tahu saja, nilai kontrak kepada dua pemesan itu mencapai USD 69,2 juta. Sayangnya, dengan keterlambatan itu, Pertamina berpotensi mengalami pembengkakan biaya operasional karena membayar sewa USD 12 ribu per hari atau USD 35,08 juta. Sedangkan, Dirjen Hubla berpotensi mengeluarkan USD 3.000 per hari atau USD 1,88 juta dalam tiga tahun.

(srs/JPC)