25 radar bogor

Usai Digoyang Gempa dan Dihantam Tsunami, 1.200 Napi di Sulteng Kabur

Relawan ACT saat akan melakukan evakuasi di sejumlah daerah Palu dan Donggala yang terisolir. Akibat bencana alam ini juga dua lapas hancur dan 1200 tahanan kabur. (ACT)

JAKARTA-RADAR BOGOR Pemerintah Indonesia melalui Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Sri Puguh Utami mengatakan, tercatat lebih dari seribuan narapidana melarikan diri dari lembaga permasyarakatan di Sulawesi Tengah (Sulteng). Mereka kabur karena rutan hancur setelah bencana gempa bumi dan tsunami pada (28/9).

Utami mengatakan, data saat ini sekitar 1200 narapidana yang kabur itu berasal dari dua lembaga permasyarakatan yang kelebihan kapasitas. Yakni Lapas Palu dan di Donggala. Keduanya daerah yang juga terkena bencana.

“Semuanya awalnya baik-baik saja. Tapi tidak lama setelah gempa, air keluar dari bawah halaman penjara yang menyebabkan tahanan panik dan kemudian lari ke jalan,” kata Utamai, Senin (1/10).

“Saya yakin mereka kabur karena mereka khawatir akan terkena dampak gempa dan Tsunami. Ini pasti masalah hidup dan mati bagi para tahanan,” katanya.

Satu penjara di kota Palu yang dilanda tsunami dibangun untuk menampung hanya 120 orang. Namun, 581 tahanannya menyerbu penjaga dan melarikan diri agar bebas. Mereka mendobrak melalui dinding yang runtuh oleh guncangan berkekuatan 7,4 SR.

Lembaga permasyarakatan di Donggala juga ada yang terbakar. Pembakaran itu diduga dipicu oleh tahanan yang marah yang menuntut untuk melihat keluarga mereka.

“Mereka panik setelah mengetahui bahwa Donggala terkena gempa yang parah,” kata Utami.

“Saat itu petugas penjara bernegosiasi dengan tahanan yang meminta pergi untuk memeriksa keluarga mereka. Tetapi beberapa tahanan tampaknya tidak cukup bersabar. Hingga akhirnya terjadilah pembakaran lapas,” katanya.

Beberapa narapidana dipenjara karena kasus korupsi dan pelanggaran narkotika. Saat ini, kata Utami, tersisa hanya lebih dari 100 tahanan yang ada di lapas. Para penjaga juga dikabarkan kewalahan berjuang untuk memberi mereka makan.

“Penjara tidak lagi memiliki cukup makanan. Para pejabat kemudian mencoba membeli persediaan dari toko-toko di sekitar penjara yang masih terbuka,” pungkas Utami.

(iml/JPC)