25 radar bogor

Cerita Istri Korban Bus Maut di Cikidang : Dia Marah Karena Gak Dibangunin

BOGOR-RADAR BOGOR,“Kenapa gak bangunin. Kan telat jadinya,” ucap Galih kepada istrinya Rosyanti. Waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 dini hari Sabtu (8/9). Galih pun bergegas.

Dia telat. Harusnya pukul 04.30 WIB dia sudah di kantornya PT Catur Putra Jaya, Jalan Raya Parung–Bogor KM 15 Kecamatan Kemang. Maklum, perusahaannya mengadakan karya wisata ke arum jeram di Cikidang, Kabupaten Sukabumi. Meski telat Galih tetap bergegas ke kantornya.

Namun, siapa sangka keberangkatan itu menjadi interaksi terakhir Rosyanti dengan suaminya.

“Saat subuh dia marah karena saya gak bangunin. Harusnya jam setengah lima dia sudah kumpul di kantor,” ujar Rosyanti kepada Radar Bogor saat ditemui di rumah duka, kemarin (9/9).

Entah pertanda atau bukan selepas suaminya pergi ke kantor, putra ketiganya yang masih berusia delapan bulan menangis tak karuan. Memang anaknya sedang sakit panas, tapi hari itu tingkahnya lebih rewel dibanding biasanya.

“Nangis terus semenjak bangun jam 06.00,” imbuhnya.

Kini Galih meninggalkan istri dan tiga anak: satu perempuan dua laki-laki. Putri pertamanya berusia enam tahun dan sedang menempuh pendidikan di SDN 1 Ciomas. Putra keduanya berusia dua tahun dan putra ketiganya baru delapan bulan.

Di mata Rosyanti, almarhum merupakan suami yang bertanggung jawab, supel dan pekerja keras. Putri pertama mereka menjadi anak yang paling disayang dan dimanja.

“Dia orangnya tidak macem-macem. Baik banget, sama orang tua juga hormat. Sama anak juga gak pernah marah. Manjain banget anak pertama,” ungkapnya.

Rosyanti mengaku mendapatkan kabar duka tersebut dari kakak kandung almarhum. Dia bertanya kepada keluarga melalui grup WA. Rosyanti pun kaget lalu mencari tahu kebenarannya melalui berita dari berbagai media daring.

Ternyata benar. Nama perusahaan suaminya yang tercantum. Perasaanya mulai tak karuan setelah melihat foto bos dari almarhum Galih.

“Saya dapat daftar nama korban. Ternyata suami saya diurutan ketiga. Dari situ belum percaya, karena masih simpang siur. Akhirnya kakak kandung almarhum cek ke sana,” ucapnya.

Setiba di sana ternyata benar suaminya menjadi korban. Itu kemudian dikuatkan dengan kedatangan Jasa Raharja pukul 19.30 WIB ke rumahnya.

“Mereka menjelaskan kecelakaan tersebut. Dari situ saya baru yakin kalau almarhum sudah tidak ada. Saya pasrah saja,” lirihnya.

Jenazah almarhum Galih pun baru tiba di rumah duka pada Minggu (9/9) sekitar pukul 04.00 WIB setelah diberangkatkan dari RSUD Sekarwangi Sukabumi pada Sabtu (8/9) malam. Kerabat, keluarga dan tetangga terus berdatangan. Putri pertamanya hanya menangis tersedu melihat ayahnya yang pulang tinggal nama.

“Putri pertama saya nanya. Mama! papa pipinya berdarah ya? papa kapan dikuburnya? Saya cuma bisa nguatin saja harus ikhlas, jangan nangis. Papa udah bahagia di sana gak sakit lagi. Karena ada mama yang bakal jagain. Dia pun iya iya aja karena belum terlalu ngerti,” terangnya.

Sementara itu, Ibu Galih, Tuti Sunarti (68), mengaku melihat perubahan yang tak biasa pada anaknya sebelum meninggal. Menurut dia, anak kelima dari lima bersaudara itu terlihat lebih pendiam. Bahkan tak jarang melamun.

“Biasanya kalau disuruh makan dia makan, entah masak mi atau apa, cuma hari-hari ke belakang dia tidak mau,” ucapnya sambil mengenang putra bontotnya itu.

Biasanya sebelum berangkat pergi ke mana-mana Galih selalu berpamitan kepadanya. Namun tidak demikian sebelum kecelakaan itu terjadi. “Biasanya kalau berangkat suka pamitan, ini mah tidak pamitan,” ungkapnya.

Almarhum Galih pun telah dimakamkan di TPU Dreded pada Minggu (9/9) sekitar pukul 09.00 WIB. Tempat peristirahatan terakhirnya bersebelahan dengan sepupunya, Tagrit Daulat (23) yang juga menjadi korban dalam kecelakaan maut itu.