25 radar bogor

Sidang Kasus Penggelapan Tanah Bojong Koneng, JPU Tolak Penangguhan Penahanan Terdakwa

Sidang kasus penggelapan tanah Desa Bojong Koneng, di PN Cibinong, Rabu (29/8/2018).

BOGOR-RADAR BOGOR, Sidang kasus dugaan penggelapan tanah yang dilakukan oleh oknum Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, kembali digelar di Pengadilan Negerin (PN) Cibinong, Rabu (29/8/2018). Sidang kali ini agendanya pembacaan eksepsi.

Meski belum dapat disimpulkan oleh majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak penangguhan penahanan para terdakwa.

JPU Rudi Iskonjaya mengatakan, pihaknya telah menanggapi walaupun hakim belum dapat memutuskan atas pengajuan penangguhan penahanan para terdakwa yang merupakan oknum Desa Bojong Koneng tesebut.

“Pengajuan penangguhan penahanan belum dapat disimpulkan oleh hakim. Meski demikian, kami sudah memberikan berita acara pendapat yang tidak mengabulkan penangguhan penahanan. Kami tidak bisa kabulkan karena ini sehubungan dengan perkara pemalsuan surat dan penyerobotan atau penjualan tanah atas hak orang lain,” ujar Rudi kepada radar Bogor.id, Kamis (30/8/2018).

Ia juga menambahkan, ada sejumlah kekhawatiran pihaknya jika majelis hakim dapat mengabulkan permohonan penangguhan penahanan yang diajukan kuasa hukum terdakwa.

“Kasus ini alat buktinya akta. Oleh karena itu penangguhan tidak kami kabulkan, karena dikhawatirkan ada tidak pidana baru, misalkan adanya alat bukti yang bertentangan dengan bukti yang sudah kami punya. Alat bukti surat itu bisa dibuat kembali, kalau yang bersangkutan di luar, sesuai dengan kewenangan terdakwa di desa tersebut. Jadi JPU tidak dapat mengabulkan,” tambahnya.

Ia menerangkan, upaya mengeluarkan oknum Desa Bojong Koneng dari dalam sel tahanan juga didukung oleh adanya surat dari pucuk pimpinan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Bogor.

“Penasehat hukum AS mengajukan penangguhan kembali dari Bupati Bogor dengan mempertimbangkan pelayanan Desa Bojong Komeng, ada surat resminya. Kemungkinan nanti pada saat sidang agenda putusan sela itu sudah ada jawaban hakim,” terangnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum AS dan SS menerangkan, pihaknya menilai perkara klien yang disidangkan tersebut sudah kadaluarsa. “Laporan itu 2016. Harusnya bukti awal 6 bulan dari pelapor pada saat tahun sengketa lahan tersebut terjadi,” terangnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, perkara tersebut juga mestinya tidak pada ranah hukum pidana melainkan perdata. “Perkara ini perdata, malah jadi pidana. Ruslagh terhadap objek sengketa juga sudah dilakukan. Artinya damai dengan pelapor Arif Sulaiman,” tandasnya. (are/bil)