25 radar bogor

Masih Kontroversi, Bogor Tetap Lanjutkan Vaksin MR

IMUNISASI: Siswa dari salah satu sekolah swasta ketika mendapat suntikan vaksin difteri pada tahap pertama.
ilustrasi

BOGOR–RADAR BOGOR,Terbitnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait vaksin MR membuat warga Bogor dilanda kebingungan. Terlebih bagi mereka yang belum memvaksin anaknya. Meski demikian Dinas Kesehatan Kota dan Kabupaten Bogor tetap melanjutkan program pemerintah tersebut.

Irdianti ibu tiga anak warga Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara mengaku hingga saat ini belum memutuskan memberi vaksin kepada anaknya yang masih berusia di bawah lima tahun itu.

Alasannya, kata dia, setelah kabar vaksin yang mengandung gelatin babi. Irdianti yang merasa cemas mengaku berpikir dua kali untuk memvaksin anak-anaknya. “Sekarang masih belum mau vaksin,” ujar perempuan 27 tahun itu kepada Radar Bogor.

Kegelisahan juga dialami Dewi (32). Setelah mendengar vaksin MR mengadung gelatin babi. Ibu rumah tangga asal Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor itu bercerita, sejak awal dirinya merasa sama tak takut jika anaknya di vaksin.

“Karena orang tua lebih takut penyakit yang menyerang kalau gak pakai vaksin. Sekarang dengar isu vaksin MR mengandung babi jadi gelisah juga pastinya,” kata Dewi kepada radarbogor.id.

Meski demikian, dia berniat untuk berupaya memeriksakan selalu kondisi anaknya ke dokter. Dewi pun masih menunggu kejelasan yang pasti soal kandungan vaksin tersebut.

“Kami baru cari–cari artikel tentang vaksin, karena ada beberapa opini. Awalnya MUI bilang vaksin itu boleh atau mubah. Terus BPOM juga menjelaskan vaksin MR tidak mengandung babi, sekarang malah ramai mengandung babi,” akunya.

Terpisah, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendaian Penyakit (P2P) pada Dinas Kesehatan Kota Bogor Lindawati mengatakan, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan atas keluarnya fatwa MUI tersebut.

Pertama, fatwa dan arahan MUI adalah mubah sehingga boleh melakukan vaksin untuk anak-anak dan hal itu bisa menghilangkan keraguan. Kedua, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan produk akhir vaksin MR tidak mengandung babi, dan ketiga, fatwa MUI tertulis adalah dalam proses menggunakan bukan mengandung babi.

“Dalam hal ini ada perbedaan pendapat ulama mengenai konsep istihalah dan istihlak, kita sangat menghormati pendapat MUI yang tidak memasukkan konsep istihalah dan istihlak dalam vaksin ini.” ujarnya kepada Radar Bogor.

Dalam fatwa ini, tambahnya, MUI mengakui bahwa vaksin adalah satu-satunya metode imunisasi. Adapun metode lain yang diklaim bisa menggantikan vaksin, ternyata oleh MUI tidak dianggap bisa menggantikan vaksin. Terpenting dia meminta hendaknya masyarakat lebih percaya kepada ahlinya sebagaimana arahan MUI.

“Ilmuwan muslim akan terus mengupayakan arahan MUI agar mencari dan meneliti vaksin yang tidak menggunakan babi dalam pembuatannya. Hanya saja penelitian ini butuh waktu dan cukup lama,” jelasnya.

Karena vaksin MR merupakan pengganti dari vaksin campak, kata Lindawati, maka pelaksanaan imunisasinya pun rutin. Bagi anak usia sembilan bulan, 18 bulan dan lima tahun.

“Kalau imunisasi serentak di Kota Bogor hanya tahun lalu, selanjutnya di jadwal imunisasi rutin sesuai umur yang diwajibkan,” terangnya.

Dia pun meminta setiap anak untuk memperoleh kekebalan terhadap penyakit-penyakit tertentu imunisasinya harus lengkap. Baik imunisasi dasar sampai usia sembilan bulan, kemudian imunisasi lanjutan usia 18 – 24 bulan dan saat kelas 5 SD dan kelas 12 serta juga pada wanita usia subur. “Tujuan pemerintah cuma satu agar anak-anak dan masyarakat terlindung dari penyakit-penyakit yang berbahaya dan mematikan,” pungkasnya.

Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Bogor. Kasi Surveilans dan Imunisasi pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Adang Mulyana mengatakan, akan tetap melaksanakan vaksin MR secara rutin.

“Kami tetap melaksanakan rutin tetapi kalau ada yang menolak, tidak usah dipaksa. Cukup dicatat dan direkap. Sehingga, kita tahu berapa yang menolak karena fatwa MUI tersebut,” katanya.

Tentu menurut Adang, dengan catatan lengkap tersebut, pihaknya akan tahu risiko kemungkinan kejadian luar biasa (KLB) pada masa yang akan datang.

Adang berharap masyarakat sadar akan risiko kedepan terhadap kemungkinan KLB atau wabah penyakit campak dan rubella.

“Setelah kampanye MR sampai sekarang tidak ada laporan kasus campak apalagi KLB. Nah, kalau ke depan ada laporan kasus campak atau rubella, itu karena penolakan masyarakat pada tahun ini. Juga, kalau ada kasus anak lahir cacat sebagai akibat infeksi virus rubella pada ibunya, itu juga mungkin karena sekarang menolak vaksin MR,” jelasnya.

Di sisi lain, Ketua MUI Kabupaten Bogor Mukri Ajie berharap agar segera ditemukan vaksin yang berbahan halal.

“Warga tidak usah panik lagi. Karena fatwa dari MUI Pusat sudah keluar dan memutuskan mubah,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kota Bogor Khotimi Bahri mengungkapkan, dalam fikih diatur jika ada sesuatu yang membahayakan tetapi tak ada jalan lain selain menggunakannya meski haram maka statusnya dimaafkan karena alasan darurat. Itu pun perlu memperhatikan dua aspek.

Pertama, kadar kebutuhannya bahan vaksin tidak berlebih serta kedua imunisasi vaksin MR tetap berjalan namun Kementerian Kesehatan sambil mencari vaksin baru yang dijamin kehalalannya.

“Sehingga tugas Kemenkes adalah dibolehkan memvaksin karena alasan darurat tetapi di samping itu juga harus mencari cara alternatif vaksin yang halal,” terangnya.

Karena di Kota Bogor imunisasi MR Rubella, kata Khotimi, maka masyarakat tak perlu khawatir. Dalam hukum Islam, sesuatu yang belum diketahui dan tidak disengaja dilakukan padahal itu salah maka itu hukumnya dimaafkan. Sementara, bagi yang belum dirinya mempersilakan untuk melakukan vaksin dengan alasan darurat.

“Di mana jika tidak di vaksin justru membahayakan,” pungkasnya.

Terpisah, Kementerian Kesehatan juga tetap melanjutkan proses vaksinasi measles rubella (MR). Alasannya pada fatwa penggunaan vaksin untuk campak dan rubella itu masih diperbolehkan MUI. Di sisi lain dukungan untuk memberikan vaksin MR terus dilakukan.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Widyawati mengatakan bahwa tetap melaksanakan program nasional imunisasi untuk anak-anak. ”Hal ini mengacu pada sudah mendapat izin edar dari BPOM,” katanya.

Widyawati juga mengatakan, sebelumnya Menteri Kesehatan Nila Moeloek atas nama Indonesia telah mengirim surat kepada Serum Institute of Indonesia (SII) selaku produsen vaksin MR yang digunakan di Indonesia. Surat tersebut terkait pemberian akses untuk mendapatkan dokumen terkait komponen yang terkandung dalam vaksin.

”Dokumen tersebut digunakan oleh Lembaga Pengkajian Bahan Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetik (LPPOM) MUI untuk mengetahui unsur kehalalan dalam vaksin MR,” tuturnya.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman B Pulungan mengatakan, tidak mau menanggapi persoalan halal atau tidak. Namun dia mengingatkan bahwa vaksin MR ini sangat dibutuhkan oleh anak-anak Indonesia. Hal ini berkaitan dengan memproteksi agar inang untuk penyakit campak dan rubella tidak ada lagi.

”Vaksin ini harus dilakukan. Kalau tidak nanti terancam banyak anak yang cacat konginetal (bawaan, Red),” ujarnya.
Guru besar Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Prof Maksum Radji menjelaskan keberadaan tiga zat yang membuat vaksin MR mendapatkan fatwa haram dari MUI. Ketiga zat tersebut adalah enzim tripsin babi, gelatin babi, dan Human Deploid Cell. (dka/gal/all/lyn/d)

Maksum mengatakan, saat ini sedang dikembangkan produksi vaksin dengan menghindari ketiga zat atau komponen itu. Namun masih memerlukan waktu riset yang cukup panjang. Mulai dari tahap penelitian biomedik, cara produksi, hingga uji klinik.

Meski begitu dia optimis peluang adanya vaksin halal yang dikembangkan oleh Biofarma tetap terbuka. Begitupun di Malaysia saat ini juga kerja sama dengan Arab Saudi terkait komitmen membuat vaksin halal.

Di sisi lain, PT Bio Farma saat ini tengah mengembangkan produk vaksin MR (Measles Rubella) yang tidak menggunakan bahan berunsur haram atau najis dalam proses produksinya.

Produk tersebut diharapkan mampu mengganti produk vaksin MR yang digunakan untuk imunisasi. Sebab, memang baru ada satu produsen vaksin MR dari India (SII) yang sudah memenuhi syarat berdasarkan aspek keamanan, kualitas dan keampuhan produk sesuai standar dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sehingga, Indonesia kini menggunakan produk vaksin MR dari India dalam program vaksinasi nasional campak dan rubella tahap 2.

Corporate Secretary PT Bio Farma Bambang Heriyanto menyatakan pihaknya saat ini masih melakukan riset bahan vaksin MR yang tidak mengandung unsur haram. Sayangnya, diperlukan riset dan waktu cukup lama untuk mengganti salah satu komponen vaksin MR.

”Bisa 15 sampai 20 tahun untuk menemukan vaksin dengan komponen yang baru,” terangnya. Pihaknya pun akan berkoordinasi dengan MUI dalam pengembangan produk vaksinnya agar memenuhi aspek halal. Selain itu, koordinasi dengan MUI juga akan dilakukan untuk produk-produk yang akan diimpor oleh Bio Farma guna memenuhi aspek halal.

Bambang juga mengimbau masyarakat agar tetap mengikuti program imunisasi pemerintah.

“Mempertimbangkan dampak penyakit campak dan rubella (MR) kami mengimbau masyarakat untuk mendukung pelaksanaan program kampanye vaksin MR dari Kementerian Kesehatan,” ujarnya.(dka/gal/all/lyn/d)