CIBUBUR–RADAR BOGOR, Tradisi ziarah atau dalam istilah lain nyekar kubur, sebenarnya terjadi ketika Islam mulai berkembang di Nusantara. Beberapa tempat, seperti makam nenek moyang atau tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh juga menjadi incaran bagi masyarakat untuk berziarah.
Seperti, Keraton Pasarean Selamiring Embah Uyut Kranggan di Jalan Al Kranggan, Kecamatan Jatisampurna, juga turut menjadi salah satu lokasi masyarakat untuk melaksanakan tradisi nyekar.
Menurut Abdulah (45), pedagang sekaligus penunggu makam, satu minggu usai hari raya, makam Embah Uyut kerap diserbu para peziarah. Para pengunjung yang datang juga berasal dari berbagai daerah, seperti Tangerang, Jakarta, dan Bekasi.
“Embah Uyut ini orang berpengaruh sekaligus pendahulu di wilayah Kranggan, meski bukan keluarga peziarah juga menghargai keberadaannya hingga sekarang,” tuturnya.
Kang Dul –sapaan akrabnya– menjelaskan, daya tampung pengunjung makam Embah Uyut mencapai 2.000 orang. Kebanyakan para peziarah yang datang memohon doa restu kepada nenek Embah Uyut.
“Setiap tahun Lebaran pasti ramai. Selama satu minggu usai Lebaran pasti ramai, dan datang secara bergiliran,” ujarnya.
Namun, keberadaan dari makam Embah Uyut ini tidak terlihat dalam peta sebagai salah satu cagar budaya yang kerap disambangi masyarakat. Menurut Dul, hal itu cukup disayangkan.
“Pemerintah memang mengurus makam embah, tapi kalau bisa dijadikan cagar budaya juga. Karena di sini pun menyimpan banyak sejarah, khususnya warga Jatisampurna,” pungkasnya.(cr2/c)