25 radar bogor

Aman Ingin Cepat Mati

 PASRAH: Terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman mendapat pengawalan ketat petugas usai menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin (22/6). Majelis hakim memvonis Aman dengan hukuman mati. (Reuters)

JAKARTA–RADAR BOGOR,Sekitar satu jam sebelum azan zuhur berkumandang Jumat siang (22/6), ruang sidang utama Prof. H. Oemar Seno Adji di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sesak. Saat itu pula, Akhmad Jaini membacakan vonis di hadapan terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman. Sesuai tuntutan jaksa penuntut umum, Aman dipidana dengan hukuman mati.

Akhmad sebagai hakim ketua dalam sidang itu sempat tersendat saat membacakan vonis. ”Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrah­­man alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma,” kata dia lantas diam.

Kalimat tersebut kemudian dia ulang. ”Kami ulangi, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma dengan pidana mati,” ujarnya.

Seperti instruksi yang disampaikan oleh majelis hakim sebelum membacakan vonis tersebut, tidak satu pun bersuara ketika mendengar Aman dihukum mati. Namun, sempat ada ketegangan saat Aman berdiri dari kursi pesakitan dan berbalik badan untuk kemudian bersujud.

Sebab, belasan petugas keamanan bersenjata laras panjang langsung bereaksi. Membuat barikade. Menge­rumuni Aman. Alhasil awak media kesulitan mengambil gambar.

Beruntung Akhmad langsung menengahi. Dia meminta petugas keamanan mundur. ”Petugas pengamanan silakan menepi,” pinta Akhmad. Begitu ketegangan mereda, pembacaan vonis pun dilanjutkan sampai tuntas. Atas putusan tersebut, Aman melalui penasihat hukumnya memutuskan untuk pikir-pikir lebih dulu sebelum mengambil langkah lanjutan. Namun demikian, kecil kemungkinan Aman menolak putusan dan mengajukan banding.

Keterangan tersebut disam­­paikan Asrudin Hatjani yang tidak lain adalah penasihat hukum Aman. Menurut dia, Aman tidak pernah mengakui adanya pengadilan di Indonesia. Karena itu, dia menolak meng­ajukan banding meski divonis mati oleh majelis hakim.

”Karena dia tidak mengakui adanya negara, karena dia mengakui adanya khilafah maka dia berlepas diri terhadap (putusan) ini, maka dia menolak (banding),” terang dia.

Aman memang belum menyatakan respons secara langsung atas putusan untuk dirinya. Namun, dalam sidang kemarin dia sempat mengangkat dan menggoyang-goyangkan tangan ke arah penasihat hukum ketika ditanya oleh hakim. Menurut Asrudin, itu merupakan isyarat dari Aman untuk menolak mengajukan banding. ”Dia yang menentukan apakah banding atau tidak. Tapi, dari isyaratnya saya lihat dia tidak akan nyatakan banding,” jelasnya.

Sikap berlepas diri atas huku­man mati, kata Asrudin, sama artinya dengan tidak menerima maupun tidak menolak. Namun, dia menegaskan itu bukan sikap tidak pasti dari kliennya. Melainkan sudah menjadi pilihan Aman.

”Mau diapa saja silakan,” imbuhnya. Waktu tujuh hari yang diberikan majelis hakim setelah dirinya meminta untuk pikir-pikir dulu bakal diman­faatkan untuk berkonsultasi. ”Secepatnya saya akan bertemu dengan beliau,” kata dia.

Setelah itu, sambung Asrudin, dia akan menyampaikan keputusan resmi yang diambil oleh kliennya. Mengajukan banding atau tidak, semua bergantung keputusan Aman.
Yang sudah pasti sejauh ini, Aman sempat menitipkan pesan untuk segera dieksekusi apabila divonis mati oleh majelis hakim. ”Kalau sudah vonis tolong saya diurus secepatnya, dieksekusinya apakah mau pindah atau gimana,” tutur dia menirukan ucapan Aman.

Dalam sidang kemarin, seluruh nota pembelaan yang dibacakan oleh Aman ditolak oleh majelis hakim. ”Tidak ditemukan satu pun yang meringankan,” kata majelis hakim.

Melalui pertimbangannya, majelis hakim menilai Aman terbukti memerintahkan pengikutnya membentuk wadah yang bisa menyatukan sejumlah pihak dengan visi dan misi berjihad di Indonesia. Meski berada di balik jeruji besi, Aman tetap berhubungan dengan para teroris di lapangan.

Akibat perbuatan yang dia lakukan, Aman dinyatakan melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Selain itu, Aman juga dinyatakan telah melanggar pasal 14 juncto pasal 7 dalam perppu yang sudah diubah menjadi UU itu. Muaranya, vonis mati yang dibacakan hakim kemarin.

Sidang vonis Aman turut mendapat atensi dari aparat kepolisian. Mulai Kamis malam (21/6) Polres Metro Jaksel sudah mengerahkan petugas untuk berjaga di sekitar PN Jaksel.

Menurut Kapolres Metro Jaksel Kombes Indra Jafar, instansinya sengaja mengambil langkah tersebut guna memastikan sidang berlangsung kondusif.

”Proses persidangan mulai dari awal sampai hari terakhir ini semuanya berjalan dengan lancar,” imbunya.

Khusus sidang kemarin, tidak kurang 432 personel gabungan Polri dan TNI dikerahkan. Seluruhnya dibagi menjadi empat ring pengamanan. Mulai ring satu di dalam
ruang sidang, ring dua di dalam area PN Jaksel, ring tiga di halaman PN Jaksel, dan ring empat di Jalan Ampera Raya di luar PN Jaksel. Akses awak media ke dalam ruang sidang pun dibatasi. Lan­­dasannya ketentuan yang dikeluarkan oleh Komisi Penyia­ran Indonesia (KPI).

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menuturkan, tidak ingin terlalu banyak menanggapi vonis mati yang dijatuhkan kepada Aman. Lantaran semua itu sudah diserahkan kepada proses hukum yang berjalan di meja pengadilan. ”Tidak perlu ditanggapi itu proses hukum kok ditanggapi,” ujar Wiranto di kantor Kemenko Polhukam kemarin.

Namun, dia memastikan bahwa pemerintah tidak pernah mengendurkan operasi penanggulangan terorisme. Aparat terus memasang kewaspadaan cukup tinggi untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya tindakan teror. ”Tidak ada hari ini kita lemah, besok kita perkuat, tidak ada. Sepanjang waktu (diperkuat, red),” imbuh mantan Panglima TNI itu.

Salah satu bentuk keseriusan pemerintah menanggulangi dan menangani aksi terorisme adalah dengan penangkapan-penangkapan orang-orang yang terindikasi terlibat jaringan terorisme.

Terkait vonis mati terhadap Aman, pengamat terorisme Al Chaidar menyampaikan bahwa putusan yang dibacakan oleh majelis hakim kemarin akan banyak berpengaruh terhadap Jamaah Anshrout Daulah atau lebih dikenal dengan sebutan JAD. ”Karena untuk mencari pengganti Aman Abdurrahman itu agak susah ya,” terang dia.

Selama ini, Aman memang menjadi jujukan anggota JAD di tanah air. Sebagai pimpinan, dia punya pengaruh kuat. Menurut Al Chaidar, sampai saat ini belum ada sosok yang mampu menggantikan Aman. Namun, ada dua nama yang dia sebut berpotensi meng­gantikan aman. Yakni orang yang disebut menjadi dalang dalam aksi teror di Surabaya, Khalid Abu Bakar. Satu nama lainnya adalah Zainal Anshori. Keduanya pernah belajar di Mindanao, Filipina.(jun/syn/wib)