25 radar bogor

Teladani Nabi, Tangkal Kabar Hoax

SOFYANSYAH/RADAR BOGOR SIRAMAN ROHANI: CEO Radar Bogor Hazairin Sitepu (berdiri) saat memberikan kajian di Masjid Raya Bogor, Minggu (10/6) malam.
SOFYANSYAH/RADAR BOGOR
SIRAMAN ROHANI: CEO Radar Bogor Hazairin Sitepu (berdiri) saat memberikan kajian di Masjid Raya Bogor, Minggu (10/6) malam.

BULAN suci Ramadan kerap kali digunakan sebagai waktunya umat muslim menuai keberkahan.

Bukan hanya perkara ibadah, merefleksikan diri terhadap suatu persoalan pun terkadang menjadi suatu kebaikan. Seperti halnya itikaf dan kajian ilmiah di Masjid Raya Bogor yang bersama CEO Radar Bogor Grup, Hazairin Sitepu sebagai pembicara, tadi malam (10/6).

Usai salat Tarawih, jamaah tak lantas beranjak dari masjid. Beberapa di antaranya menyiapkan telinga serta hatinya untuk menerima paparan dari Hazairin Sitepu.

Tema yang diangkat yaitu meneladani Nabi Muhammad SAW ketika menghindari kabar bohong atau sekarang biasa disebut dengan kabar hoax. Hazairin mengisahkan tentang Nabi Muhammad SAW yang hampir termakan kabar hoax mengenai umatnya bernama Al-Haris.

Pada suatu masa di Madinah, Nabi Muhammad didekati oleh seorang lelaki bernama Al-Haris yang merupakan kepala suku Bani Musthaliq. Suku tersebut memang sempat berperang dengan pasukan Nabi. Tapi, kedatangannya saat itu bukan untuk mengajak perang, melainkan meminta Nabi menuntunnya menjadi seorang mualaf.

Sebagaimana mestinya yang dilakukan oleh seorang muslim, Nabi meminta Al-Haris untuk memenuhi kewajibannya sebagai muslim. Salah satunya yaitu membayar zakat. Tak hanya itu, ia diminta ke Bani Musthaliq untuk mensyiarkan Islam, serta mengambil zakat dari mereka untuk kemudian dikumpulkan.

Keduanya bersepakat, bila sampai pada waktunya Nabi mengutus seseorang untuk mengambil zakat yang dikumpulkan oleh Al-Haris di Bani Musthaliq. Kemudian, Nabi mengutus Al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat ke Bani Musthaliq.

Namun, ketika Al-Walid di per­jalanan terbenak mengenai per­musuhannya dengan Al-Haris di masa Jahiliah. Hal itu, membuat Al-Wahid berbalik menuju Madinah.

Kemu­dian, Al-Wahid membuat lapo­ran palsu kepada Nabi. Ia menye­butkan bahwa Al-Haris telah menolak untuk menyerahkan zakat, bahkan hendak membunuh dirinya.

Kemudian, nabi mengutus orang selanjutnya untuk menemui Al-Haris. Di saat yang bersamaan, Al-Haris memutuskan ke Madinah untuk menyerahkan zakatnya langsung pada Nabi, karena terlalu lama menunggu utusan Nabi. Tapi, belum sampai Madinah, Al-Haris bertemu dengan utusan Nabi sehingga diceritakan Al-Haris menceritakan segala hal yang sebenarnya terjadi.

Saat itu pula, Malaikat Jibril hadir menurunkan sebuah ayat. Ayat tersebut menjelaskan bahwa sabda Tuhan kepada semua orang beriman, apabila datang sekelompok orang membawa kabar dari suatu kaum, maka hendaknya melakukan tabayun terlebih dahulu.

“Artinya kabar yang dibawa oleh Al-Wahid adalah berita palsu. Kita di bidang jurnalistik pun harus melakukan cek dan ricek,” ucap Hazairin.

Ia kemudian mengisahkan pengalamannya mengenai dampak berita hoax. Sekitar 1992, bertempat di Makassar, Sulawesi Selatan, kala itu menjelang petang, seorang anak perempuan berumur 10 tahun pulang dari mengaji. Kemudian di perjalanan, bocah itu dibunuh oleh seorang pria keturunan Tiongkok.

Ketika kabar tersebut menyebar di seluruh penjuru Makassar, emosi masyarakat tak terbendung. Beberapa toko milik etnis Tiongkok dirusak serta dijarah. Tapi, ketika ditelisik rupanya pria pembunuh itu orang gila.

”Artinya hoax ini memberikan dampak negatif yang luar biasa. Kita seolah-olah berada di dunia hoax. Hoax datang menemui kita di mana saja. Dan kita kadang tidak sadar,” kata Hazairin.

Padahal, berdasarkan beberapa tafsir menjelaskan bahwa derajat mereka yang memberikan kabar hoax sama halnya dengan kufur. Sedangkan kufur secara akidah merupakan dosa yang tergolong paling besar.

”Karena itu kita tabayun, adalah unsur yang paling organik, vital, di dalam kita menerima informasi apapun. Kalau tidak, akan terjadi bencana sosial akibat hoax,” ujarnya.

Hazairin berpesan agar hendakanya masyarakat tidak menjadi konsumen dari kabar hoax. Namun, untuk mengindarinya tak berarti antipati dari segala media sosial, sehingga tidak bisa berbuat apa-apa.

”Tapi bagaimana caranya anda berperan besar, itu semua bisa menjadi media dakwah yang efektif. Hoax itu bisa menghadirkan bencana sosial yang besar sekali, dan ini sudah terjadi di mana-mana,” bebernya.(fik/c)