25 radar bogor

Warga Lokal Harus Prioritas

TERBATAS: Berada di pusat kota tak menjamin warga Malabar bisa mendapatakan fasilitas lebih.

TERBATAS: Berada di pusat kota tak menjamin warga Malabar bisa mendapatakan fasilitas lebih.

BOGOR–RADAR BOGOR,Tinggal di sekitar perguruan tinggi besar, tak menjamin mudah menyandang predikat sarjana. Termasuk, warga Malabar. Dalam simulasi yang dilakukan Radar Bogor kepada 200 warga, hanya 6 persen yang lulus dari perguruan tinggi.

Bahkan, 69,50 persen menilai biaya pendidikan di IPB dan Unpak masih mahal.

Hal tersebut menjadi perhatian Rektor IPB, Arif Satria. Menurutnya, anak-anak di lingkungan kampus IPB bisa mendapatkan privilege melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang dipimpinnya. “Kalau S1 ada prioritas untuk orang Bogor. Untuk kalau D3, saya belum pantau, karena kan baru jadi rektor juga. Kalau S1 kan saya pengalaman menjadi dekan dulu. Tapi kalau ada yang tidak diterima sama sekali harus ada aturannya,” tutur Arif.

Di sisi lain, menurut Arif, strategi lulusan SMA cenderung ngawur. Semisal, satu sekolah membidik satu jurusan yang sama, itu adalah hal yang mustahil. “Kan enggak mungkin satu departemen, terdiri dari 40-50 orang yang berasal dari satu sekolah. Kadang-kadang, lulusan SMA itu begitu, tidak ada koordinasi satu dengan yang lain. Ini juga kritik saya untuk masyarakat, pikirkan teman-teman yang lain juga, jadi harus kompromi pilih apa,” tuturnya.

Lebih lanjut Arif mengatakan, privilege yang diperoleh bagi lulusan SMA di lingkungan IPB, tetap mengedepankan nilai akademik yang mumpuni. “Pilihan jurusannya harus tepat, nilai-nilainya harus bagus, sekalipun dapat privilege,” katanya.

Arif menegaskan, ada kuota tersendiri bagi lulusan SMA yang tinggal di lingkungan IPB. Hanya saja, tingkat masuk atau tidaknya tergantung dari jurusan mana yang dipilih. “Kalau nilainya sama, kami pilih yang Bogor, tapi kalau nilainya jauh, enggak adil juga buat yang lain. Tetap akademik jadi prioritas,” tuturnya.

Sementara itu, Arif menambahkan, jika ada keluhan atau saran tertentu dirinya mempersilakan untuk berkirim surat ke IPB. “Kami sangat terbuka. Kita ingatkan juga tolong yang nilainya bagus-bagus, jangan yang jelek dipaksakan masuk IPB juga,” cetusnya.

Rektor Universitas Pakuan, Bibin Rubini mengatakan, selalu membantu masyarakat yang kurang mampu. Menurutnya, dengan adanya program pemerintah bidik misi maka mereka digratiskan kuliah di Unpak. Tapi, kata dia, prestasi akademiknya pun harus bagus dari awalnya.

“Jadi, bukan hanya sekadar ingin kuliah, tapi punya kemampuan atau tidak. Kalau punya, pasti dibantu,” katanya.

Ia mengakui, hingga saat ini belum ada warga yang meminta permohonan. Sementara itu, mengenai adanya keluhan warga Malabar terhadap susahnya mendapat perawatan di rumah sakit terdekat ditanggapi Kepala Humas RS PMI dr Adhi Romy.

Menurutnya, masuk PMI amat mudah tak bersyarat. “Tetapi, khusus untuk BPJS, memiliki pola pelayanan berjenjang mulai puskesmas,” ucapnya.

Artinya, lanjut Adhi, dari puskesmas itu tidak bisa langsung ke PMI. Ketentuan berjenjang ini dikeluarkan oleh BPJS menyebabkan masyarakat sekitar harus mencari rumah sakit tipe C. Jika tidak bisa tertangani, barulah dari tipe C dirujuk ke tipe B yakni PMI.

Namun demikian, proses rujukan itu hanya berlaku bagi layanan poliklinik. Sementara untuk kasus pelayanan emergency PMI menerima BPJS. Sedangkan, dalam simulasi Radar Bogor, sebanyak 28,50 persen responden mengaku hanya sedikit warga Malabar yang bisa bekerja di pusat perbelanjaan, di antaranya Botani Square dan Lippo Plaza Keboen Raya.

Perwakilan Botani Square, Heri mengaku, karyawan yang berasal dari daerah Malabar dan sekitarnya ada, tetapi tidak banyak. Mayoritas mereka bekerja di tenant atau toko seperti spg, spb dan tenaga marketing.

Ia mengklaim, jumlah warga sekitar mal yang bekerja di Botani sekitar 40 persen. Menurut Heri, penerimaan sesuai dengan pendidikan warga sekitarnya yang umumnya SMA. Sementara saat dikonfirmasi, Mall Director Lippo KRB, Henky Hiantoro enggan berkomentar.(wil/mer/don/ cr4/c)