JAKARTA–RADAR BOGOR,Depresiasi nilai tukar rupiah membuat bahan baku impor kian mahal. Yang paling terpukul adalah industri kecil. Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menyatakan bahwa sektor usaha yang terbebani, antaralain, produksi rumahan dan perbengkelan yang mengandalkan bahan baku impor.
’’Banyak pengusaha rumahan tahu-tempe yang mengandalkan kedelai impor dari Amerika. Mereka sangat terdampak,’’ katanya, kemarin (11/5).
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin menuturkan bahwa harga kedelai memang sangat bergantung pada kurs karena pelaku usaha melakukan kontrak dengan USD.
’’Waktu kurs masih Rp13 ribu, harga kedelai Rp6.500 per kilogram. Sekarang sudah lebih dari Rp7 ribu,’’ ujar Syarifuddin.
Nilai tukar rupiah terus terdepresiasi. Kemarin kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di level Rp14.074 per dolar AS (USD).
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menilai rupiah saat ini belum mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. ’’Rupiah Rp14 ribu itu undervalued. Semestinya ya di bawah Rp14 ribu lah,’’ tuturnya.
Dia berharap, BI segera melakukan penyesuaian suku bunga BI 7 days reverse reporate (BI- 7DRRR). Sebab, jika cadangan devisa yang sebesar USD 124,9 miliar kembali menyusut, kepercayaan investor bisa berkurang. Meski memang, cadangan devisa saat ini masih di atas standar kecukupan internasional, yakni sekitar tiga bulan impor. ’
’Masalahnya juga, satu hal yang tidak bisa dimungkiri, level Rp14 ribu itu secara psikologis membuat pasar tidak nyaman,’’ ucapnya.
Gubernur BI Agus Martowardojo me ngungkapkan, Indonesia telah mengalami beberapa tekanan yang cukup besar, seperti saat bank sentral AS melaksanakan program tapering off pada 2013.
’’BI yakin Indonesia juga akan berhasil melewati tekanan saat ini dengan baik, dengan perekonomian yang tumbuh berkesinambungan dan stabil,’’ ujarnya.
BI juga tengah mempersiapkan langkah kebijakan moneter yang tegas.
’’Termasuk melalui penyesuaian suku bunga kebijakan dengan lebih memprioritaskan stabilisasi untuk memastikan keyakinan pasar dan kestabilan makroekonomi nasional tetap terjaga.’’(agf/rin/far/c22/sof)