25 radar bogor

Walhi: Batasi Izin Bangunan Komersil!

Sofyan/radarbogor EKSEKUSI: Alat berat saat menghancurkan salah satu bangunan di kawasan Resor Pemangku Hutan (RPH) Cipayung, Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, beberapa waktu lalu.

CISARUA-RADAR BOGOR, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat kembali menyoroti maraknya alih fungsi kawasan Puncak. Ketua Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan bahkan mendorong Pemkab Bogor untuk tegas menerapkan aturan kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopuncur) sebagai kawasan hutan lindung sejak 2009 lalu.

”Sebanyak 40 ribu hektare lebih kawasan lindung yang ada di Bopuncur melindungi kawasan di bawahnya. Karena kawasan itu juga jadi daerah tangkapan air bagi tiga sungai besar di Jawa Barat,” ujar Dadan kepada Radar Bogor, Selasa (8/5).

Menurutnya, harus ada perda khusus terkait pengurusan tersebut. Dirinya juga mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menyusun naskah akademiknya.

Akan tetapi, hingga saat ini, usulan tersebut belum dijadikan perda. ”Namun di luar itu semua kami mendesak Pemkab Bogor, Cianjur, dan Pemprov Jabar untuk tidak memberikan izin baru bagi sarana-sarana komersil (hotel, apartemen, ataupun vila, red),” cetusnya.

Walhi juga sudah menginventarisir dalam kurun dua tahun ke belakang, ada sembilan titik longsor berat yang terjadi di kawasan Bopuncur. ”Maka harus betul-betul dikendalikan. Caranya, ya itu, tidak memberikan izin pemanfaatan ruang, properti, dan membangun bangunan baru di kawasan yang rawan terjadi longsor,” tegasnya.

Ia juga mengkritisi para pemilik bangunan yang mengandalkan rekomendasi dari Kementerian LHK. ”Artinya, mereka (pemerintah, red) melakukan pembiaran. IMB itu keluar dari pemerintah daerah,” cetusnya lagi.

Artinya, sambung Dadan, pemerintah sudah melakukan pengabaian terhadap bangunan-bangunan tersebut. ”Kalau ada bangunan baru, IMB- nya tidak ada, harusnya kan bisa ditindak,” tegasnya lagi.

Sementara itu, aktivis lingkungan Een Irawan Putra menyebut kondisi Puncak saat ini sudah sangat mengerikan. Daya dukung lingkungannya sudah terlampaui hingga tak sanggup menahan beban dan menyimpan air hujan.

Data dari Forest Watch Indonesia (salah satu anggota konsorsium Save Puncak), tutupan hutan kawasan Puncak sekitar 3.400 hektare, hanya sekitar 8,9 persen.

”Seharusnya, berdasarkan Undang-Undang Kehutanan dan aturan turunannya, tutupan hutan suatu wilayah adalah minimal 30 persen,” kata Een kepada Radar Bogor.

Yang lebih mengerikan lagi, imbuhnya, banjir dan tanah longsor sudah terjadi berulang-ulang. Namun yang bisa mengubah kebijakan yakni pemerintah, belum juga bertindak secara signifikan. Masyarakat juga menganggap kerusakan alam Puncak seperti hal biasa.

”Musim hujan reda, kembali lupa, kembali nyampah dan membuka tutupan hutan dan vegetasi di Puncak. Walaupun itu kemiringan sudah 45 derajat,” tutupnya.(dka/c)