25 radar bogor

Lima Ribu Anak Alami Stunting

ilustrasi

BOGOR–RADAR BOGOR, Angka anak yang mengalami stunting atau lebih pendek dari usianya, ternyata cukup tinggi di Kota Hujan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, dari 84.210 balita yang ditimbang sepanjang 2017, ada sebanyak 5.538 balita yang mengalami stunting.

Kabid Binkesmas Dinkes Kota Bogor, Erna Nuraena menuturkan, sejak tiga tahun ke belakang­­, angka balita stunting sebenarnya terus menurun. Pada 2015 saja, dari 81.606 balita yang ditimbang, terdapat 7.030 balita stunting.

Jumlah ini menurun di tahun 2016 menjadi 6.794 balita dari 89.097 balita yang ditimbang. “Di tahun 2017, kembali berkurang di angka 5.538 balita atau 6,58 persen dari total balita yang ditimbang,” bebernya.

Stunting sendiri merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Atau dalam pengertian lain yakni kondisi saat seorang anak memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usianya.

Menurut Erna, dinkes terus menekan tingginya angka penderita stunting. Mulai dari gencar melakukan sosialisasi pencegahan stunting kepada ibu hamil, menyusui, maupun remaja pranikah. “Juga tenaga kesehatan, mulai dari bidan hingga ke rumah sakit,” bebernya.

Secara nasional, prevalensi stunting di Indonesia masih terhitung tinggi, yakni 37,2 persen. Artinya, satu dari tiga anak Indonesia mengalami stunting.

Tidak sekadar pada tinggi tubuh yang terhambat, stunting dapat mengakibatkan mudah sakit, berkurangnya kemampuan kognitif, fungsi tubuh tidak seimbang, menga­kibatkan kerugian ekonomi, dan postur tubuh tak maksimal saat dewasa.

Saat tua pun seorang yang stunting bisa berisiko terkena penyakit yang berhubungan dengan pola makan. Kendati begitu, stunting dapat dicegah. Yang paling penting, pemenu­han gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan, dengan memper­hatikan kecukupan gizi selama kehamilan, memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan, serta memberikan makanan pendamping ASI sesuai kecukupan gizi anak. “Jadi, dahsyatnya ASI untuk mencegah stunting harus sangat dimengerti oleh semua wanita apalagi ibu menyusui,” bebernya.

Selain itu, dia juga mene­mukan bahwa saat ini masya­rakat menengah ke atas di Kota Bogor cenderung lebih mementingkan ASI dan paham manfaat ASI untuk anak-anaknya.

Sedangkan masya­rakat menengah ke bawah justru yang tidak paham. “Ada fenomena mereka (masyarakat menengah ke bawah) lebih mementingkan gengsi dan pikirannya bahwa susu formula yang mahal yang bagus dan bahkan dijadikan ajang pamer,” ucapnya. (ran/c)