25 radar bogor

Warga Sempur Ngadu ke DPRD

SPANDUK: Warga Sempur menolak pembangunan apartemen (Nelvi/Radar Bogor)

BOGOR–RADAR BOGOR,Perwakilan warga yang menolak apartemen di kawasan Sempur mendatangi DPRD Kota Bogor, kemarin. Kedatangan mereka untuk melaporkan petisi yang sudah dibuat dan dibagi-bagikan pada pengunjung Taman Sempur, Minggu (22/4).

“Aspirasi kami sampaikan karena ada beberapa hal yang sudah jelas dalam petisi,” ujar juru bicara warga Sempur, Tonny Saritua Purba di ruang Wakil Ketua DPRD Kota Bogor Heri Cahyono, kemarin (24/4).

Kondisi Sempur sejatinya memang indah dan nyaman setelah disulap menjadi salah satu pusat ikon Kota Bogor. Namun, kata Tonny, di sisi lain justru menimbulkan masalah baru. Salah satunya, kemacetan dan tidak tersedianya lahan parkir. Solusi dari mulai stiker kendaraan warga Sempur pun hanya berjalan satu bulan. Dengan alasan kuat, warga meminta wakil rakyat bisa menghentikan megaproyek PT Dubai Indonesia Investindo.

“Ada dasarnya kami menolak. Masalah kesemrawutan parkir Sempur belum ada solusi. Ditambah lagi kehadiran apartemen tiga tower berisi 406 ruangan,” katanya. Sementara parkir yang disediakan apartemen, hanya cukup 200 kendaraan.

Kondisi lain, misalnya ketersediaan air. Di lokasi ini akan dibuat sumber air lokal dan pemangkasan hutan kota dari lahan yang disewakan pemkot. Kondisi ini dikhawatirkan warga akan mendatangkan bencana.

“Tanah pengembang 3.000 ditambah 2.000 meter apa cukup membangun tiga tower. Topografi ada sungai pepohonan, ini kalau ada hujan bisa longsor karena pertebingan,” cetusnya.

Dalam pertemuan itu, lanjut Tonny, warga tidak pernah menyetujui. Bahkan diduga ada unsur manipulasi. Pasalnya, saat rapat, daftar hadir warga disulap pengembang menjadi daftar persetujuan. Oleh karena itu, warga menuntut agar dewan mengevaluasi pemerintah. “Warga sama sekali belum menyetujui adanya amdal. Kami memberikan petisi ini agar ditindaklanjuti,” cetusnya.

Menanggapi laporan tersebut, Heri Cahyono menyampaikan, akan segera mendisposisi ke Komisi I dan Komisi III. Permasalahan ini, nantinya dibahas secara detail. Termasuk audiensi perihal izin pembangunan apartemen ke Pemkot Bogor bersama warga.

“Nah, beberapa aspirasi dari warga Sempur tadi sudah dicatat semua, bahkan kami sudah menerima satu bundel petisi berisi penolakan pembangunan tersebut yang ditandatangani 900 warga Sempur,” kata Heri.

Dalam pertemuan tersebut, Heri berjanji akan menindak serius laporan warga.

“Diprediksi juga akan terjadi kerusakan lingkungan yang hebat di sana. Penebangan pohon juga kerusakan lingkungan lainnya,” cetus politisi dari Fraksi Golkar ini.

Nantinya, kata Heri, untuk memenuhi tututan warga, akan ada audiensi dan dijawab pihak pengembang. Penolakan ini, menurutnya, kembali pada nilai pembangunan. Yakni harus punya dampak manfaat bagi warga Kota Bogor.Maka, perizinan warga pada pembangunan bernilai penting.

Menurut Heri, pemerintah bertugas mengatur dampak pembangunan bagi masyarakat. Termasuk, pemahaman pembangunan kepada warga. Tujuannya, agar persepsi dan perbedaan pendapat antara warga dan investor tidak berbeda tafsir dalam perencanaan pembangunan.

“Nah, di situlah makanya peraturan daerah terkait izin bangunan itu disertakan izin warga,” tegasnya.

Pada berita sebelumnya, Finance Direktur PT Dubai Indonesia Investindo, Gusti Ngurahsaputra mengungkapkan jika pihaknya sejak awal sudah mendapatkan izin warga.

Dia mengatakan bahwa sejak awal pihaknya melihat potensi yang ada di kawasan Sempur dengan penampilan Hotel Sempur yang lama.

“Melihat potensi yang ada, ada masukan ke kami bahwa hotel lama di Sempur Park seperti itu, sehingga tidak mencerminkan Bogor yang indah,” jelasnya kepada Radar Bogor.

Dengan mempertimbangkan berbagai sisi, serta adanya jaminan investasi yang bagus dan perizinan mudah, pihaknya pun memutuskan untuk membangun apartemen tersebut.

“Tentu kami datang tidak tiba-tiba dan maunya ada perilaku spesial. Kami juga masuk dengan melihat dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku,” tambah Gusti.

Pihak PT Dubai pun akhirnya maju untuk mengurus berbagai keperluan awal. Mulai dari akuisisi hotel dengan jaminan Wali Kota Bima Arya waktu itu, mereka lantas bertransaksi jual-beli di notaris. Untuk mengurus balik nama, yang tentunya memerlukan izin pemanfaatan penggunaan tanah (IPPT). “IPPT itu juga sudah kami ajukan dan selesai. Sekarang tanah tersebut sah milik kami,” tegasnya.(don/ran/c)