CIBINONG–RADAR BOGOR,Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor memiliki rencana penanganan Puncak, terutama pada daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane.
Salah satunya dengan pembuatan 87.000 kolam retensi di hulu Ciliwung.
Selain itu, beberapa langkah yang diambil antara lain membuat 28.278 unit sumur resapan, 40 unit dam pengendali, gully plug (pengendali jurang) 125 unit dan 268 DAM penahan.
”Itu program jangka menengah yang sudah kami siapkan. Dengan itu semua, bisa menyerap 30 persen dari total debit maksimal sungai,” kata Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Bappedalitbang Kabupaten Bogor Ajat Rohmat Jatnika, Senin (22/4).
Ajat menjelaskan, dari 5.549,14 hektare kawasan hutan di hulu Sungai Ciliwung, masih terdapat 30,51 hektare menjadi kawasan pemukiman, padahal kawasan itu diperuntukkan sebagai hutan.
”Untuk antisipasi, kami akan tertibkan sekitar 191 bangunan liar di samping pembuatan kolam retensi dan sumur resapan tadi,” ujarnya.
Menurutnya, rata-rata peningkatan lahan terbangun di hulu Sungai Ciliwung mencapai 3,46 persen per tahun. ”Pertumbuhan lahan terbangun banyak terjadi di Cisarua.
Ini karena Cisarua menjadi destinasi favorit, pembangunannya pun cukup masif,” katanya.
Sementara, peneliti senior Pusat Pengkajin dan Pengembangan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor Ernan Rustiadi mengungkapkan, Puncak sudah seharusnya diperlakukan seperti kota lain yang memiliki rencana detail tata ruang (RDTR) dan peraturan zonasi sebagai turunan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Hasil penelitian Ernan, kerusakan lingkungan di hulu DAS Ciliwung lebih banyak terjadi di Desa Tugu Utara dan Selatan, Kecamatan Cisarua.
Kerusakan di dua lokasi itu, menimbulkan dampak yang besar terhadap wilayah hilir DAS Ciliwung, seperti bencana alam, timbunan sampah, hingga banjir.
Di menjelaskan, penyimpangan hulu DAS Ciliwung mulai dari alih fungsi lahan hutan, pembuangan sampah sembarangan, hingga tumpng tindih kebijakan pemerintah pusat dan daerah.
”Dampak langsung kerusakan lingkungan adalah longsor yang tercatat hingga 55 lokasi sepanjang Februari 2018,” katanya.
Untuk memulihkan kondisi Puncak, kata Ernan, tidak cuma diprogramkan kali ini. Sejak dua dan empat tahun lalu pun sejumlah elemen pernah berkomitmen memulihkan kondisi Puncak.
Sayangnya, tidak semua pihak memenuhi komitmennya lewat aksi nyata.
”Puncak memiliki ciri khas dan tidak seharusnya berhenti sampai pada RTRW. Ada RDTR dan pemda berwenang menentukan aturan zonasi sesuai undang-undang yang berlaku,” tukas Ernan.(wil/c)