25 radar bogor

Cerita Riska Dwi N, Pramugari Pesawat Kepresidenan RI dari Bogor

BANGGA: Sersan Satu Riska Dwi Nugrahani bersalaman dengan Presiden Jokowi sebelum terbang.

Menjadi pramugari di pesawat Kepresidenan RI bukan hal mudah. Serangkaian seleksi dan tes harus dijalani. Di antara para pramugari pesawat orang nomor satu di Indonesia itu, Sersan Satu Riska Dwi Nugrahani salah satunya. Wanita angkatan udara (wara) ini menjadi orang pertama dan satu-satunya pramugari TNI Angkatan Udara dari Pangkalan Udara Atang Sendjaja (Ats) Bogor.

Laporan: Fikri Habibullah Muharram

Wanita kelahiran Surabaya itu saat kecilnya tak pernah berpikir akan menjadi wara atau wanita tentara. Bermula dari hobinya di dunia Paskibraka semasa sekolah dulu, jiwa kesamaptaan menghantarkan dirinya menjadi TNI Angkatan Udara. Kini, pangkat sersan satu atau sertu melekat di pundak Riska, panggilan akrabnya.

“Tahun 2009 saya daftar pertama kali masuk wara di Lanud Abdurrahman Saleh Malang. Dari ribuan pendaftar, hanya ada 10 wara yang lulus. Saya salah satunya. Kemudian saya ikut ujian tingkat nasional di Solo. Alhamdulillah lulus lagi,” kisah Riska saat ditanya awal mula dirinya masuk tentara.

Dari berbagai penugasan dan pendidikan yang pernah ia tempuh di Bandung, Bogor, dan Jakarta semasa kariernya di dunia militer, tibalah saat dirinya mendapat panggilan untuk mengikuti tes masuk menjadi pramugari TNI AU.

“Saya ikut tes lagi persis seperti tes saat masuk jadi tentara. Ada banyak yang tidak lolos. Alhamdulillah, nama saya lolos menjadi pramugari TNI AU,” jelasnya.

Riska kemudian mengikuti pendidikan pramugari di Garuda Indonesia. Kelimuannya terus dipertajam dari sudut ketentaraan sebagai pramugari di Skadron 17 Halim Perdanakusuma. “Akhir­nya saya resmi menyan­dang tugas sebagai pramugari TNI AU,” lanjut wanita yang juga terampil di dunia public speaking itu.

Riska menuturkan, berbagai pelayanan dari mulai very important person (VIP) seperti Panglima TNI dan bawahannya sampai dengan very-very important person (VVIP) sekelas presiden dan wakil presiden pernah ia layani dalam tugasnya sebagai pramugari saat mengudara.

“Harus ada pelayanan ekstra yang kita berikan. SOP-nya pun tidak sembarangan dan sangat ketat. Saya harus tampil seprofesional mungkin selama mengawal RI 1 di udara,” kisah wanita kelahiran 6 Desember 1989 itu.

Sebagai wanita pertama di Bogor yang mampu menyandang tugas Pramugari Kepresidenan, tentu ada perasaan bangga. Belum lagi dengan statusnya sebagai tentara. Kedisiplinan dalam membagi waktu antara tugas dan keluarga, kata Riska, adalah hal mutlak yang harus ia lakukan.

“Selama saya di rumah dan tidak sedang masa tugas, saya benar-benar memanfaatkan waktu untuk keluarga. Quality time itu pasti saya lakukan. Saya tidak ingin karena tugas terbang, kasih sayang kepada anak serta perhatian kepada suami hilang,” ujarnya.

Keluarga, menurut Riska, tetap menjadi nomor satu dalam kesuksesan kariernya. Meski begitu, ia tak menampik harus ada perjuangan ekstra dalam membagi waktu saat melepas almamater kemiliteran di rumah.

“Jangan sampai karena suatu tugas, kasih sayang keluarga hilang. Saya sangat hindari itu. Bagaimanapun, saya adalah wanita,” kata ibu dari Kim Ibrahim Faid (2).
Bagi Riska, menjadi pengawal VVIP tentu ada perasaan berbeda. Perasaan itu, katanya, mungkin tidak dimiliki oleh kebanyakan pramugari lainnya.

Segudang jam terbang pernah ia lalui bersama orang nomor 1 dan orang nomor 2 di Indonesia. Tak hanya itu, pengalaman lainnya, dia bisa foto bersama presiden dan sejumlah petinggi di Indonesia yang naik pesawat tersebut.

Duka selama bertugas tentu saja pernah ia lalui. Misalnya saja, saat orang lain libur di hari weekend, ia tetap harus bertugas jika ada panggilan. Mau tidak mau harus ia lakukan. Jika ada rentang waktu tugas yang cukup lama, kadang perasaan rindu kepada keluarga berkecambah dengan derasnya.

“Apalagi ke anak saya yang masih kecil,” ujarnya.

Derai air mata yang pernah ia teteskan dalam perjuangan kariernya, membuahkan rangkaian pesan manis kepada seluruh wanita Indonesia. “Jadilah wanita tangguh untuk keluarga, untuk suami, untuk anak, untuk orang tua, untuk nusa, bangsa, dan agama,” katanya.(cr3/d)