25 radar bogor

Cakada Bogor Terkaya, Subang Termiskin

Sugeng Teguh Santoso

BANDUNG–RADAR BOGOR,Calon wakil wali kota Bogor Sugeng Teguh San­toso menjadi peserta pilka­da terkaya se-Jawa Barat.

Pasa­ngan Dadang Iskandar Danu­brata itu memiliki keka­yaan Rp82,012 miliar. Sedang­kan kandidat ”termiskin” disan­­dang calon bupati Su­bang Imas Aryum­ningsih. Peta­hana yang kini ditahan karena terjerat operasi tangkap tangan KPK itu memiliki kekayaan hanya Rp273,140 juta.

Fakta tersebut terungkap saat deklarasi laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dihelat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di aula Gedung Sate, Bandung kemarin (17/4). KPK mengumpulkan 56 pasa­ngan calon (paslon) kepala daerah se-Jawa Barat. Kekayaan mayoritas cakada maupun wakilnya berada di kisaran Rp1-10 miliar.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengingatkan, para calon kepala daerah sebaiknya jujur dalam melaporkan harta kekayaan masing-masing. Selain alasan transparansi publik, pelaporan harta keka­yaan juga berfungsi sebagai kontrol pribadi.

”Kalau jadi ke­pala daerah, sekarang harta­nya Rp10 miliar, lalu setahun kemudian menjadi Rp20 miliar atau Rp30 miliar. Tanya kepada diri sendiri, ini halal atau tidak,” terangnya.

Tentu publik akan curiga bila kekayaan kepala daerah tiba-tiba melonjak. Kecuali, sang kepala daerah bisa membuktikan asal keka­yaan­nya. Misalnya, mendapat wari­san dari orang tua. Bila sum­bernya jelas dan legal, tentu tidak ada alasan bagi publik untuk curiga.

Selain itu, tidak tertutup kemung­kinan ketidakjujuran dalam melaporkan harta kekayaan disebabkan sang peja­bat atau calon pejabat menyembunyikan sesuatu.

Modusnya pun sudah dipe­lajari dengan baik oleh para penyidik KPK. Khususnya mereka yang berusaha mengakali data LHKPN. ”Ada yang laporannya Rp10 miliar, ternyata kekayaannya Rp15 miliar,” lanjutnya.

Biasanya, modus itu dilaku­kan oleh calon petahana yang takut penambahan kekayaan­nya diketahui publik karena tidak wajar. Namun, ada pula yang me-mark up laporan. Misalnya, kekayaan sesungguh­nya Rp4 miliar, tapi di laporan ditulis Rp10 miliar.

”Biar kalau menjabat (lalu hartanya me­lon­jak, red) tetap terlihat Rp10 miliar,” tambah­nya. Dengan demikian, seolah-olah harta­nya tidak bertambah selama menjabat.

Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo Tjahjo menye­but ada tiga area rawan korup­si. Yakni, perencanaan ang­garan, mekanisme pengadaan barang dan jasa, serta jual beli jabatan.

”Mudah-muda­han dengan forum ini menyadarkan kepada semua calon memahami area rawan korupsi. Apa pun gerak dan langkah diikuti masyarakat, pers, KPK, kepolisian, dan kejaksaan. Jangan sampai tercoreng masyarakat yang memilih calonnya,” ujar Tjahjo.

Dia juga mengapresiasi para calon kepala daerah yang bersedia melaporkan keka­yaan. Dia berharap data yang disetorkan merupakan kekaya­an riil. Dengan begitu, masya­rakat juga bisa mengoreksi. ”Kalau memang ada kejang­galan, laporkan bahwa dia bohong,” ujarnya.

Misalnya, kediaman calon begitu megah dan diper­kirakan memiliki nilai yang melebihi total harta kekayaan yang dilaporkan. LHKPN berfungsi sebagai tolok ukur awal bahwa sang calon kepala daerah jujur. Tjahjo juga menilai wajar bila ada calon kepala daerah yang melapor­kan harta kekayaan yang be­gitu besar. ”Yang penting jujur,” tambahnya.

Mantan sekjen PDIP itu meminta masyarakat tetap ber­pikir positif atas harta kekayaan para kandidat kepala daerah yang dipublikasikan. Bila memang masyarakat men­dapati harta cakada tidak sesuai dengan yang dilaporkan, masyarakat dengan mudah bisa melapor ke KPK. (gal/c)