25 radar bogor

Inspirasi dari Kegigihan Qomaruzzaman, Petani Melon yang Terlahir tanpa Tangan

TELATEN: Qomaruzzaman menyirami tanaman melon di ladang yang dia sewa di Desa Sendangharjo, Brondong, Lamongan (10/4).

Kecuali mencangkul dan menyemprotkan pestisida, Qomaruzzaman mengerjakan sendiri proses menanam, merawat, dan memanen melon. Menolak disekolahkan di SMA luar biasa karena merasa dilahirkan sempurna.

MUHAMMAD SU’AEB, Lamongan

Satu per satu buah melon itu ditimbangnya dengan saksama. Dari pohon ke pohon. Di tanah seluas ribuan meter persegi tersebut.
Matahari mulai terik di Desa Sendangharjo, Lamongan, Jawa Timur, pada Selasa lalu itu (10/4). Tapi, tak sedikit pun konsentrasi pria berkaus merah tersebut terganggu.

’’Merawat melon ini seperti merawat bayi. Harus teliti melihat perkembangan­nya,’’ kata Qomaruzzaman, pria berkaus merah tersebut.

Lima tahun sudah Qomar, sapaan akrabnya, bergelut dengan melon jenis golden. Lima tahun yang lebih dari cukup untuk menggambarkan kegigihan dan ketegaran pria 30 tahun itu.

Meski terlahir sebagai difabel, tanpa kedua tangan, Qomar tak pernah menganggap itu sebagai kekurangan. Karena itu pula, dia menolak, bahkan marah, saat sang ibu menyekolahkannya ke SMA luar biasa.

Qomar memilih tak melanjutkan pendidikan. Sebab, dia merasa dilahirkan sempurna. Hanya tak dianugerahi tangan oleh Tuhan.

’’Saya selalu yakin, di balik kekurangan pasti ada kelebihan,’’ katanya.

Pria yang masih betah melajang itu membuktikan benar kata-katanya tersebut. Dia mandiri sejak kecil. Menyelesaikan sekolah di tingkat SD dan SMP dengan mengandalkan kaki kanan untuk menulis.

Berbagai pekerjaan juga dia geluti setelah memutuskan untuk tak melanjutkan ke SMA. Sebelum menjadi petani melon dengan hasil puluhan juta sekali panen.

Dia sempat bekerja sebagai buruh penggemukan sapi milik tetangga. Tugasnya mencari rumput dengan sabit.

Tugas itu bisa dia jalankan dengan baik. Namun, dia kewalahan ketika hewan yang dia rawat tumbuh besar. Sebab, sering mengamuk dan dia menjadi korban.

’’Saya lalu berhenti,’’ ujar anak kelima pasangan Madji dan Khamimah itu.

Qomar lantas beralih jadi buruh pengupas jagung. Sebab, di daerahnya yang masuk wilayah Kecamatan Brondong itu banyak petani jagung.

Namun, kaki kanan dan kirinya kerap sobek karena sering tergores kulit jagung.

’’Ini dulu sobek-sobek,’’ ujarnya menunjukkan kaki kanan dan kaki kirinya.

Semasa kecil, Qomar mengaku tak sekali dua kali diremehkan teman atau tetangga. Bahkan, yang paling menyakitkannya, pernah saat mandi jadi tontonan banyak
orang.

’’Saya marah saat itu karena kondisi saya itu bukan untuk tontonan. Melainkan sudah kodrat Tuhan,’’ tegasnya.

Tapi, Qomar tak pernah membiarkan kemarahan itu mengalahkannya. Dia membalasnya dengan kerja keras. SD-SMP di sekolah umum pun diselesaikannya dengan baik.
Berbagai pekerjaan juga bisa dia tangani tanpa masalah.

’’Semangat Qomar ini bisa jadi contoh semua orang,’’ kata Ahmad Kirom, kepala desa Sendangharjo, yang turut menemani Jawa Pos Radar Lamongan ke ladang Qomar.

Kalau kemudian akhirnya memilih menanam melon, Qomar beralasan karena proses tanam hingga panennya terbilang singkat. Cuma 60 hari. Pemasarannya juga mudah.
Dengan harga jual yang lumayan.

Tapi, tak berarti semua berjalan lempeng. Karena dana terbatas, dia memilih menyewa lahan yang tandus. Luasnya 3.500 meter presegi. ’’Ini sewanya 5 tahun Rp  16 juta,’’ tuturnya.

Soal benih, dia memang tak pusing. Salah satu perusahaan ternama di Jakarta menyediakannya. Dengan harga Rp 500 ribu per bungkus yang berisi 500 biji.

Tapi, melon adalah tanaman yang perawatannya membutuhkan ketelatenan. Benih harus ditanam di lokasi pembenihan khusus dulu. Setelah berusia 6 hari, baru
dipindah ke lahan bebas yang telah disediakan.

Empat hari berselang, dilakukan pemupukan. Dan, sampai berusia 33 hari membutuhkan perawatan ekstra.

Sebab, dalam setiap tangkai yang akan tumbuh, cabangnya harus dipotong. Tujuannya, perkembangannya bisa maksimal. Memasuki umur 34 hari, baru mulai berbunga
dan berbuah.

Itu pun satu pohon hanya diperbolehkan satu buah. Tujuannya, perkembangan buah maksimal. Kalau muncul bunga yang akan muncul buahnya di atas buah pertama, itu
harus dipotong.

Nah, sambil menunggu perkembangan buah yang pertama tadi, setiap anakan cabang yang akan tumbuh juga harus dipotong. Kalau dibiarkan, akan menghambat
perkembangan buah.

Qomar mengerjakan semua proses itu sendirian. ’’Menanam hingga panen, ya dikerjakan sendiri. Tapi, khusus mencangkul lahan, minta bantuan kakak,’’ ungkapnya.

Sang ibu, Khamimah, sesekali juga membantu. Sebatas membawakan gunting dan timbangan gantung kecil. Untuk mengukur perkembangan melon.

Melon juga membutuhkan penyemprotan pestisida agar tidak terserang hama. Harus pula dilakukan penyiraman dua kali sehari jika tidak ada hujan.

Sebab, karakter pohon melon itu tidak senang air terlalu banyak. Juga tidak senang dengan tanah yang terlalu kering.

Untuk penyemprotan, Qomar dibantu Ikhsan sang kakak. Tapi, untuk penyiraman, dia lakukan sendiri.

Harga jual melon jenis golden yang dia tanam Rp10 ribu per kilogram. Tiap buahnya rata-rata memiliki berat 2–3 kg. Sedangkan biaya operasional setiap pohon
melon sekitar Rp 8 ribu.

Omzetnya sekali panen mencapai Rp70 juta. Keuntungan bersihnya, menurut dia, lumayan. ’’Saat ini sudah ada pembeli dari Jakarta yang siap membeli setiap kali
panen,’’ katanya.

Kegigihan Qomar di ladang melon itu tak pelak mendatangkan apresiasi dari banyak orang. Tak ada lagi teman atau tetangga yang kini meremehkan seperti yang
pernah dia alami pada masa kecil.

’’Qomar bergaul baik dengan semua tetangga. Kalau ada tontonan dangdut, dia juga asyik ikut joget-joget,’’ ujar Kirom.

Hari kian beranjak siang. Sebelum meninggalkan lahan, dia sekali lagi memamerkan ’’bayi-bayi’’-nya yang kian beranjak besar kepada Jawa Pos Radar Lamongan dan
Kirom. ’’Ini sudah berumur 40 hari. Jadi, sekitar 20 hari lagi bisa dipanen,’’ ujarnya, lantas tersenyum.

Artinya, puluhan juta rupiah bakal segera dia kantongi. Buah kegigihan dan ketegarannya. (*/c5/ttg)